Setelah banyak biru, jingga dan abu. Tak lagi kupilih bisu, untuk jadi suaraku. Disuarakan oleh seorang anak gadis yang pencemburu. (Instagram : dfrlyathaya)
“Pelan-pelan saja, duduk, menepi. Sudah begitu, istirahat dulu, nanti kita coba lagi.”
Suaraku kali ini terinspirasi dari salah satu lagu mas Kunto Aji berjudul “Sulung” yang sering kali menjadi obat bagiku. Dan memang benar begitu ya, yang sebaiknya kita jaga adalah diri sendiri.
Aku begitu tertarik dengan banyak cerita temanku mengenai kucing, kedekatan mereka seperti punya ikatan yang tidak tahu namanya apa. Memang mereka begitu menggemaskan, meskipun kadang juga menyebalkan. Benar, bukan?
Cerita soreku ini, semoga bisa menemani soremu juga ya! Boleh aku tahu, bagaimana menurutmu tentang menjadi dewasa? Kamu bisa menyapaku lewat instagram pribadiku @dfrlyathaya, lalu kita akan bercerita disana. Bagaimana? Sampai jumpa!✨
“Sesekali, mungkin kau juga perlu berziarah. Tapi, jangan coba datang sendiri. Sebab aku takkan disana menemani.”
“...lalu aku kembali hidup, dan mengerti bahwa aku takkan mati meskipun dipatahkan berkali-kali”.
"Karena sebenarnya, hidup di dunia itu cukup. Tergantung, seberapa besar rasa bersyukurnya."
"Coba kau bayangkan jika semua serupa. Lantas, bagaimana kau tahu siapa yang mana?"
"Tahun-tahun ini berganti, akan begitu pula tanya di hatimu. Terkadang malah, jawaban senang bersuara disaat sunyi."
Disini aku besar, disini aku tinggal. Disini juga cerita dan kenangan kita semua, dibuat dan tertinggal.
"...akan ada banyak suka yang patut disambut. Meski untuk menepis rindu, aku masih begitu takut."
Jiwa kita adalah yang terkuat, diantara bisik yang menderu hebat.
"Jangan sebut kau sendirian, sebab kau takkan. Apalagi menuduh kau kalah telak, karena kau tidak."