Catatan Damar Ancala adalah rangkuman pemikiran, pengalaman dan isi hati. Sekedar ingin bercerita dari sedikit waktu saya bercerita di dunia.
Tiba-tiba saja karena suatu hal, jasadku diisolasi. Sejak saat itu semuanya berubah, dan lama-kelamaan jiwaku pun ikut terisolasi.
Pada suatu ketika, 16 Februari 2021
Bunyi hujan yang membasahi atap terdengar begitu nyaring. Langit terus bergemuruh hingga mencipta hening. Batinku tersudut di pojok kamar tanpa bergeming. Mataku terpejam dibalut kalut corak lukisan abstrak yang memenuhi dinding. Kudengar sebuah nada berlirik sendu. Kuterawang kembali jalan panjang ke belakang. Nampak bayang-bayang segala peristiwa terputar ulang. Kemudian kutemui sebuah pikir bahwa mungkin dengan semua yang terjadi padaku adalah agar membawaku untuk lebih dekat pada Pencipta hujan. Pernah suatu ketika merasa bahwa waktuku tinggal sebentar saja berada di bumi. Lantas hati bertanya, bekal apa yang bisa kubawa saat aku berpulang? Amal apa yg bisa kuandalkan saat menjelang pertemuan? Rasa-rasanya tak ada satupun atau sekecil apapun, dan apakah Rasulku akan mengakui aku sebagai umatnya kelak saat dikumpulkan? Sementara kehinaan dan kotornya diri adalah apa yang melekat sekarang. Jika memang benar sebentar lagi waktuku untuk menikmati hujan di bumi ini, akan kusampaikan permintaan maaf untuk setiap orang yang pernah menjumpai kesalahanku. Bapak dan ibu, maafkan anak bungsumu yang masih menyusahkan. Saudara sekeluarga, maafkan saudaramu ini yang masih sama menyusahkan. Sahabat-sahabatku, maafkan aku yang tak pernah berbuat atau berbagi kebaikan pada kalian selama kita saling berkawan, dan teruntuk semua orang baik yang membaca tulisanku atau tidak, maafkan atas segala kesalahan yang pernah terucap dan tersentuh. Duhai yang Maha Suci, Mohon ampuni aku yang maha kotor ini. Duhai yang Maha Besar, Mohon ampuni aku yang maha kecil ini. Duhai yang Maha Kuasa, Mohon ampuni aku yang lemah tak berdaya ini. Duhai yang Maha Penerima Taubat, Mohon ampuni aku yang banyak melakukan maksiat ini. Duhai yang Maha Pemaaf, Mohon ampuni aku yang kerap lalai dan khilaf ini, dan duhai Rabb-ku Yang Maha Penyayang, Mohon matikan aku seperti keadaan orang-orang yang kau sayangi.
Tiba waktu sore dimana sebagian orang mulai pulang mengakhiri rutinitas, ada sebagian lainnya yang baru bersiap hendak berangkat memulai aktivitas. Petang menghilang bersambut malam. orang-orang mulai datang dan ia sudah siap menyeduh beberapa cangkir pesanan. Sebuah nikmat bisa mencoba berdiri sendiri. namun terkadang juga ia pernah bertemu resah, gelisah, atau pun hilang arah. Karena memang ketidakpastian adalah sahabat dekatnya. Di sisi lain sempat punya ingin untuk kembali normal setelah banyak hari terlewati dengan nokturnal. coba kembali mengingat niat sebagai obat awet penguat. Dia perasa dan gemar berbagi rasa maupun asa. Manfaat untuk untuk orang banyak mungkin sedikit arti dari makna berkah. Itulah yang sedang diusahakannya. Seperti kopi. Hitam tidak selalu berarti tidak mengenakkan. Gelap pun tidak selalu berlalu tanpa bintang. Maka nikmatilah, karena gelap akan menuntunmu pada cahaya pagi yang merekah.
Pagi itu kulihat seorang anak sedang berdiri menatap sebuah gerbang besi yang masih terkunci. Seorang diri menatap masa depannya sendiri.
Maafkan aku teman, kudo'akan yang terindah untukmu disana.
Tapi beruntunglah, kau akan tenang. Karena pada hari selanjutnya aku si pelupa akan berpulang.
Biar aku sendiri mengakrabi kesalahanku. Biar aku sendiri belajar menyetujui garis hidup yang telah ditetapkan.
Tak jarang kita berjumpa berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa disadari tubuh kita pun ikut menanggung beban yang diterima pikiran. Kita memang tidak bisa mengendalikan hal yang diluar kendali kita. Untuk itu kendalikanlah pikiran agar tubuh juga punya jeda untuk merebah. Kenapa sabar sulit dilakukan? Karena sabar memang benar mampu menyekap nafsu kita.
Pagi itu aku melihat mata yang berkaca-kaca karena sebuah perjuangan, senyum yang mencoba tetap mekar meski entah berapa kali menyapa nanar, suara lembut yang mengalun merdu sebelum berujung lirih menyuarakan rindu. Jangan menyerah bu... Do'amu paling cepat menembus langit. Semoga asamu dapat segera tercapai setelah perjuanganmu yang tiada usai.
Pulang selalu jadi kata terindah untuk didengar kala kita sudah terlampau jauh meninggalkan rumah dan pemiliknya. Karena sejauh apapun perjalanan, akan memilukan jika kita tidak tahu kemana kita harus pulang.
Setelah banyak langkah yang dilalui hingga saat ini. Pikiranku masih berdebat menyoal banyak hal. perihal apa sebenarnya yang ingin ku lakukan di usiaku sekarang. Sebenarnya dalam hidup ini kau mencari apa? Dan apa makna dari hidup itu sendiri? Terpenuhinya keinginan kita kah? atau Butuh kita?. Kadang memang kita selalu tertuju pada ingin, hingga butuh terabaikan. Meskipun sedikit banyak realita mengajarkan bahwa keinginan kerap tertolak oleh kebutuhan. Sebuah buku juga menerangkan bahwa hidup itu tidak selalu dominan dengan pekerjaan apa yg ingin kau dambakan, makanan apa yg ingin kau makan, rumah seperti apa yang ingin kau huni dan siapa yang ingin kau nikahi. Begitu tersitanya perhatian kita oleh ingin kita. Lalu, akan sampai mana akhir dari ingin kita? kupikir tidak akan ada kata tuntas. Mungkin terbukti bunyi dari sebuah teori ekonomi bahwa keinginan manusia tidak terbatas sedangkan barang/jasa pemuasnya mempunyai batas. dunia ini pun ada batasnya. takkan sanggup memuaskan semua ingin manusia. Katanya, kendarailah ingin ini, jangan sampai ia mengendarai kita. Tenanglah ingin, tenanglah nafsu. Tunduklah pada Dia pencipta ingin juga pemberi apa butuhnya kita. Dia yang jadi pusat semesta.
Keresahan kerap kali datang dan menetap pada hati manusia. Entah berasal dari mana, manusia sendiri terkadang belum cukup pintar untuk menemukan asal muasalnya. Banyak terkadang dari masalah hidup dan sedikit terkadang dari masalah mati. Kita tentu pernah digoyang kesusahan, di caci hinaan, didera kelelahan, dan terasing dari ketenangan. Sekian banyak permasalah yang membuat otak kita penuh, jenuh, dan runtuh. Seakan sulit sekali menemukan titik temu. Lalu sebuah pertanyaan masuk menyelia kedalam sesaknya pemikiran. coba sejenak ingat kembali, "Apa tujuan sebenarnya kita dilahirkan ke bumi ini?". Apakah hanya untuk terus memikirkan permasalahan kita? apakah hanya untuk terus berpendapat bahwa masalah yg kita alami adalah masalah yg paling hebat dan sukses membuat akal kita payah? Apakah hanya untuk terus meratapi sampai kita lupa cara mensyukuri? batinnya terdiam. Perlahan akalnya mulai bergerak mencari sebelum akhirnya menyadari bahwa tujuannya hidup di bumi ini bukan hanya untuk terus memikirkan masalah berlarut-larut hingga wajahnya kusut. Coba lihatlah dengan kacamata yg lain supaya kita bisa melihat pandangan-pandangan baru. bahwa kita ini diciptakan. dan kita pun telah lihat sendiri ciptaan sejenis kita cepat atau lambat akan berpulang. Pamit dari bumi yang kita anggap rumit. Lantas Kebaikan apa yang sudah kita perbuat? kebahagiaan mana yg sudah bisa kita bagikan? Sadarilah kebaikan kita belum tentu diterima dan keburukan kita pun belum tentu diampuni. Dan apa kita akan memilih diam dan terus menyalahkan keadaan yg menimpa kita?. Seketika tubuhnya kembali tegap menatap. Beban pun kini sudah tersimpan dalam gelasnya. Tak lagi ia pegang seharian. Terima kasih, sudah mengingatkan dengan pertanyaan.
Episode kali ini akan bercerita tentang suara batuk yang akan terdengar nanti di tengah cerita. Suara batuk itu keluar dari mulut seseorang yang sedang lelap dalam tidurnya. Seseorang yang kukenal sudah lama namun kadang sering dilupa oleh banyaknya inginku. Dibalik sikapnya yang dingin dan pendiam, ia memperjuangkan masa depanku mati-matian. Dalam setiap kerut di dahinya, di balik hitam warna kulitnya, di belakang penglihatan dan usianya yang terus berkurang, ia tak mau mengenal arah menyerah. Hanya anaknya, anaknya dan anaknya yang menjadi fokus perhatiannya. Sedangkan di benak anaknya hanya bergelut tentang banyaknya ingin dan ingin yang tak pernah ada batas dan mencapai kata puas. Kini aku hanya ingin tegar bersama bapak, menemaninya berjuang dalam waktu yang tersisa. Dan teruntuk Bapak.. maafkan anak bungsumu yang masih menyusahkan.
Sebuah kesalahan yang menuntunku pada sebuah perjalanan. Hal-hal berat yang baru kurasakan selama paru-paruku bernafas di bumi ini ketika berjalan kuteringat semua kesalahan-kesalahan yang pernah kuperbuat dan seketika semuanya nampak dan menumpuk di kepala. Lebih berat kutanggung daripada peralatan dan perlengkapan yang terkemas rapi dalam sebuah keril yang melekat di punggung. Berkali-kali kakiku goyah, dan harus mereda disetiap beberapa langkah. Dan pada akhirnya kutahu bahwa belajar memaafkan diri sendiri adalah hal amat sulit dan berat. Lewat catatan ini aku ingin meminta maaf pada setiap kepala yang pernah tersentak dan pada setiap hati yang pernah kusakiti. Dan Akhirnya jiwaku tersadar dan merenungi bahwa semua yang terjadi kepadaku sudah menjadi bagian dari takdir-Nya dan proses yang harus ku lewati dalam hidupku. Terima kasih kuhaturkan pada Penciptaku, alam semesta-Nya, dan kau kawan.