Menjadi Manusia adalah sebuah social-platform untuk mereka yang ingin berbagi & mendengar cerita-cerita tentang kehidupan dari berbagai sudut pandang, dan diharapkan mampu menjadi sebuah tangga untuk mendapatkan setitik harapan bagi mereka yang memiliki persoalan-persoalan dalam kehidupan.
Kehilangan diri sendiri, bukan cuma seram, ya, rasanya. Malah seperti sesak tak berkesudahan, bingung harus ke mana dan seperti apa bertindak.
Rasanya semua orang musuh kita. Tak peduli asing maupun orang terdekat.
Setiap hari aku digempur kesedihan, penyesalan dari peristiwa di masa lalu, juga rasa rendah diri karena tak bisa sebaik teman-temanku. Barangkali ini mengapa aku menyimpan duka erat-erat.
Menangisi masa lalu dan mencemaskan masa depan.
Yang berduka kamu, yang tau waktunya ya juga kamu. Sehari, seminggu, sebulan, atau setahun, ambil selama apa pun kamu mau. Toh, berduka nggak punya tenggat waktu. Nikmati episode Kontemplasi terbaru dari Menjadi Manusia yang berkolaborasi bersama Sena!
Setiap "masalah" memiliki dua sisi, tergantung pada bagaimana kita memilih untuk melihatnya. Jadi, sebelum kita terburu-buru memberikan jawaban, ada baiknya kita memberi diri kita sedikit waktu untuk berjeda, merenung, dan menguraikan satu per satu keruwetan dalam kepala.
Menjadi dewasa memang penuh konsekuensinya, banyak tanggung jawabnya. Kuatkan langkahku Tuhan, untuk bisa terus berada di jalanmu.
Menjadi ganda putri Indonesia pertama yang berhasil menembus final badminton Olimpiade Tokyo 2020, Greysia Polii memberikan pelajaran penting bagi kita tentang kehadiran perempuan untuk memiliki hak-hak yang setara dan bebas berpartisipasi dalam bidang apa pun. Dalam rangka menghitung mundur perayaan Hari Perempuan Sedunia tanggal 8 Maret 2024, Menjadi Manusia menghadirkan Greysia Polii yang akan menceritakan perjalanannya menjadi seorang atlet perempuan di Indonesia. Simak selengkapnya!
Bukankah cinta seharusnya menjadi suara lembut yang merawat, bukan kata-kata yang menyakiti?
Bukankah cinta seharusnya menjadi suara lembut yang merawat, bukan kata-kata yang menyakiti?
Pemilu 2024 sudah di depan mata. Barangkali, kamu menonton video ini sebelum mencoblos, ketika sudah membulatkan pilihan, atau bahkan saat jari kecilmu sudah merasakan tinta ungu. Apa pun yang terjadi, siapa pun pemimpinnya, semoga kita terus memupuk cinta kepada sesama. Jalinan kasih dan persaudaraan yang telah terbangun selama ini tidak sepadan untuk dikorbankan. Ingatlah, cinta kita lebih besar dari siasat pecah belah yang dimanfaatkan untuk mendulang suara. Selamat menyaksikan. Selamat merayakan.
Dan yang menyakitkan dari jarak adalah kehilangan tanpa kalimat perpisahan. Setiap kita tidak akan tergantikan, sekalipun ada penggantinya.
Kita ingin cepat sampai. Kita ingin merasakan sensasi diri yang berhasil tiba pada hari yang dinanti-nanti.
Manusia berubah. Orang yang kita cintai, orang yang kita kenal, bahkan diri kita sendiri—kita semua berubah. Tak ada yang dapat menyangkal takdir perubahan ini.
Cemas bukanlah musuh, melainkan teman setia yang selalu menemani setiap langkahku.
Pada akhirnya, ketenangan dan kebahagiaan tak hanya terletak pada hal-hal besar, tetapi juga dalam momen-momen sederhana.
Tangan kita mulai merelakan dekap satu sama lain dan kata selamat tinggal dilantunkan.
Sobeklah kalender yang lama, buang barang-barang yang sudah tidak ada artinya, dan singkaplah tahun yang baru. Tak ada yang perlu ditakuti. Hitung, hitung mundurlah dengan secukup-cukupnya nyali.
Banyak yang perlu kita tinggalkan di tahun ini. Orang-orang yang membebankan, pekerjaan yang menguras kewarasan jiwa, serta bayang-bayang kenangan cinta yang sering kali menghantui.
Selamat Natal untuk kita semua, selamat mengambil waktu untuk merefleksikan kembali tentang makna kelahiran yang menjadi kabar baik sehingga membuat kita mau menghidupi hidup kita.
Mengapa pula kita harus bertemu dengan keindahan lalu berujung berpisah? Aku belajar untuk menerima setiap tikamannya dan keindahan yang ada.
Hari-hari yang kita habiskan bersama menjadi benang-benang memori yang sulit aku lepaskan, menyatukan kita di ruang abadi kenangan.
Sekali lagi. meskipun jalannya terlihat sulit, kita akan terus belajar hari demi hari.
Menuju penghujung tahun, sering kali rasanya seperti sebuah perjalanan tanpa pencapaian yang berarti.
Mungkin ketakutanku dahulu dan kita hampir sama, yang sekarang menjelma jadi keberanian dalam menghadapi gemuruh.
Mari kita lihat kenangan sebagai pembelajaran. Kita susun ulang semua rencana. Kita mungkin tidak tahu apa yang akan terjadi di tahun berikutnya.
Riuh hujan perlahan mereda. Aku terima Desember sebagai puisi terakhir, sebelum judul-judul baik lainnya aku rangkai dari tepian jendela.
Kesepian membunuh. Tapi tidak ada satu pun yang mati. Kamu tersiksa dalam keadaan hidup. Dan bukankah itu adalah sakit yang tiada tara?
Berbuat sebaik mungkin pada orang lain itu baik. Tapi berharap atas balasan dan perlakuan yang baik pada kita, itu adalah tanda bahaya; ada risiko patah hati yang luar biasa.
Ada kekuatan maha besar yang mengatur semuanya. Buktinya kita akan mengingat betapa kuat kita bertahan.
Belakangan ini kamu enggan mengizinkan aku untuk bersarang di sana? Ada apa? Matamu terlihat sayu. Apimu sayu. Aku hanya melihatmu dalam lipatan jarak.
Panjang umurlah Ayah menjadi seindah matahari terbit yang selalu aku rindukan dari pagi ke pagi.
Kita sering lupa, bahwa saat ini yang seharusnya menjadi pahlawan bagi kita adalah diri sendiri. Tapi, kita terlalu takut untuk berperang dengan diri sendiri, bahkan kita muak untuk menilik ke dalam. Padahal ada pertempuran sejati yang harus didamaikan di sana, yaitu ego.
Darah, darah dan benci di mana-mana. Opini-opini liar berserakan di luar sana. Tenangkan pikiranmu sejenak. Bersama-sama, mari sanggah napas kita yang sedang memburu.
Hanya karena kita tidak mengalaminya, hanya karena hidup kita selalu menemukan akhir cerita yang baik-baik saja, bukan berarti itu berlaku untuk semua orang yang kita temui. Apakah sulit, sedikit saja menunjukkan kebaikan hati?
Sayangnya, aku tergolong orang-orang yang termarjinalkan. Aku tidak pernah terbayang dalam posisi ini.
Kini, aku hanya berusaha ber-”tidak apa-apa” sewajarnya dan secukupnya saja, agar diri ini dapat kembali memperjuangkan dan menyambung kehidupan. Aku tidak lagi ingin, untuk memaksakan diri.
Perpisahan adalah salah satu sisi koin dalam mata uang bernama perjalanan. Aku, kita, harus sesekali membayarnya dengan ucapan selamat tinggal.
Sarra Tobing dalam Berbagi Perspektif kali ini akan berbagi perjalanannya tentang trauma dalam keluarga, hubungan toksik, hingga berdamai dengan keadaan dan mencintai diri sendiri.
Aku adalah seseorang yang terikat pada meja, kursi, serta laptop. Terjebak dalam sebuah dunia yang tak kenal lelah.
Mungkin itu semua terdengar seperti potongan kecil dalam perjalanan kita, tapi inilah bagian dari cerita kita yang tak tergantikan. Aku ingin mengingatkan kalian semua untuk merayakan diri sendiri, merayakan perjuangan, dan merayakan hidup. Semoga kita semua bisa menjalani sisa tahun ini dengan penuh kebahagiaan dan harapan.
Dalam dunia yang kadang menyeramkan ini, semoga Tuhan menghadirkan sosok-sosok baik dalam hidup kita; mereka yang membawa cinta, pengertian, dan dukungan yang kita butuhkan.
Dalam perjalanan ini, cobalah untuk memaafkan mereka. Memaafkan bukan sebagai wujud pengampunan kepada mereka, melainkan sebagai seindah-indahnya hadiah untuk dirimu sendiri.
Lantas, apa memang kita berjalan di tempat? Apa memang kita tak berkembang? Atau kita hanya selalu membandingkan diri kita dengan sesuatu yang bukan kapasitas kita?
Sejalan dengan lagu terbarunya berjudul “Tawa”, Berbagi Perspektif kali ini menghadirkan Nadin Amizah yang menceritakan pengalaman hidupnya tentang inner child serta mengenali dan menerima ketidaksempurnaan pada diri.
Dalam hidup, ada saatnya kita harus bertahan dengan sabar, dan ada saatnya kita harus menyadari bahwa ada hal-hal yang lebih baik jika kita tinggalkan.
Dalam keheningan, mungkin kamu akan menemukan kekuatan baru yang datang dari pertanyaan. Mungkin kamu akan menemukan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Dan yang pasti, kamu akan menemukan kedamaian.
Buatku, itu benar. Perbedaan memang menyatukan. Namun, ada satu hal yang jarang dibicarakan menyoal keberagaman, yaitu kesepian.
Bagaimana kalau ternyata kita akan menyukai masa depan? Masa depan ketika cita-citamu dan cita-citaku tercapai. Masa depan ketika kita selesai bekerja, dan pulang disambut oleh pelukan hangat dari orang yang kita sayangi atau hewan peliharaan yang sudah rindu diajak main sepanjang hari? Kamu tidak penasaran apakah suatu hari kita akhirnya benar-benar bisa merasa baik-baik saja?