POPULARITY
We delen een geschiedenis met Indonesië, maar we hebben op die geschiedenis geen gedeelde blik. In tegenstelling tot in Nederland is het verhaal van de kolonisatie in Indonesië veel veel verteld. Vooral de onafhankelijkheidsoorlog krijgt veel aandacht, in boeken en verfilmingen. In deze aflevering verwonderen de Mediadoctoren zich over de Indonesische verbeelding van ons koloniaal verleden. We doen dat met Arnoud Arps, Universitair Docent Mediastudies aan de Universiteit van Amsterdam. Nederlanders in films over de onafhankelijkheidsoorlog zijn inwisselbaar. Ze zijn vergelijkbaar met nazi's in onze eigen oorlogsfilms: grof, gewelddadig en luid. De Indonesische helden zijn man, moslim en militair. De onafhankelijkheidstrijd is een als een canvas voor filmmakers, en zulke films zeggen vooral iets over de tijd waarin ze zijn gemaakt. We praten over wat en niet herinnerd mag worden. Wat is eigenlijk het belang van de bestudering van het Nederlands koloniaal verleden vanuit het Indonesisch perspectief? Genoemde films: Darah dan Doa [Blood & Prayer, internationaal gereleased als The Long March] (1950, Usmar Ismail); Merah Putih trilogie (2009, Yadi Sugandi); Soegija (2012, Garin Nugroho); Battle of Surabaya (2015, Aryanto Yuniawan,); Tenggelamnya Kapal van der Wijck [The Sinking of van der Wijck] (2013, Sunil Soraya); Lewat Djam Malam [After the Curfew] (1954, Usmar Ismail); Kadet 1947 (2021, Aldo Swastia & Rahabi Mandra). Links bij deze aflevering: Artikel Eric Sasono over koloniale stereotypen; Artikel Arps over Battle of Surabaya; Artikel Adrian Jonathan Pasribu over Lewat Djam Malam; Artikel Arps over Kadet 1947 en andere films; Artikel Arps over de historical re-enactments; Artikel Arps over ‘jumping memory'; Stripserie De Legende van Vleermuisvechter. Verwante afleveringen uit het archief: Afl 63: Verbeelding van koloniaal verleden, met Pamela Pattynama; Afl 164: Hoe Nederland al 100 jaar radio inzet voor oorlogspropaganda; Afl 186: Het Nederlandse verhaal van de Vietnam-oorlog.
Jelang Pemilu 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan sejumlah sosialisasi salah satunya melalui film. Kejarlah Janji menjadi film kolaborasi KPU dengan Garin Nugroho sebagai sutradara. Mengisahkan konflik politik di sebuah desa, film drama-komedi ini diperankan oleh aktor dan aktris tanah air. Simak obrolan seru di balik film “Kejarlah Janji” dalam podcast ANTARA bersama Garin Nugroho, Ibnu Jamil dan Bima Zeno. --- Send in a voice message: https://podcasters.spotify.com/pod/show/antaranews-podcast/message
Naomi Ackie, the British star of Whitney Houston: I Wanna Dance with Somebody, talks to Anna Smith about preparing for her portrayal of the musical icon. Ackie has been longlisted for a BAFTA Film Award for Leading Actress for her extraordinary performance. She explains how important it was to her that the audience was being shown a side of Houston that perhaps they hadn't seen before, particularly with her same-sex relationship with her girl friend Robyn Crawford. They also discuss the importance of having a female director, Kasi Lemmons, at the helm with the involvement of Whitney Houston's long-time producer Clive Davis, who is played by Stanley Tucci. Anna is also joined by Vanja Kaludjercic, the director of the International Film Festival Rotterdam, giving insight into the 2023 programme and what it is that makes this film festival special. Vanja and Anna talk diversity, inclusion and internationalism within film and film festivals, and Vanja also picks out a few of this year's highlights. Vanja also talks about why she has invited Girls On Film to return for the third time in January 2023 to record a live podcast episode - check back soon for that episode. Whitney Houston: I Wanna Dance with Somebody was released in theatres nationwide in December 2022. 2023 International Film Festival Rotterdam is taking place from the 25th January 2023 to the 5th February 2023. For all information go to: https://iffr.com/en Other films mentioned in this episode include: The Plains, David Easteal, 2022 Mayday! May day! Mayday!, Yonri Revolt, 2022 Deadly Love Poem, Garin Nugroho, 2022 Sri Asih, Upi Avianto, 2022 Like & Share, Gina S. Noer, 2022 Indivision, Leïla Kilani, 2023 Le spectre de Boko Haram, Cyrielle Raingou, 2023 Mama dan so que sorriso, Cyrielle Raingou, 2023 Gagaland, Teng Yuhan, 2023 Become a patron of Girls On Film on Patreon here: www.patreon.com/girlsonfilmpodcast Follow us on socials: www.instagram.com/girlsonfilm_podcast/ www.facebook.com/girlsonfilmpodcast www.twitter.com/GirlsOnFilm_Pod www.twitter.com/annasmithjourno Watch Girls On Film on the BFI's YouTube channel: www.youtube.com/playlist?list=PLX…L89QKZsN5Tgr3vn7z Girls On Film is an HLA production. Host: Anna Smith. Executive Producer: Hedda Archbold Producer: Lydia Scott Audio Producer: Emma Butt Intern: Eleanor Hardy House band: MX Tyrants Principal Partners: Vanessa Smith and Peter Brewer. Thank you also to our Patreon Supporters.
“Kau baru berusia empat tahun, ketika di rumah itu, aku padam secara tak terduga. Padahal, usiaku sudah sepuluh tahun.” Demikian Muna Masyari memulai ucapan Damar Kambang, sang lilin yang berupaya menerangi kegelapan. Novel "Damar Kambang" setebal 196 halaman ini berupaya menyingkap tradisi pernikahan Madura, di mana harkat dan martabat dijunjung tinggi melebihi segalanya. Cebbhing, gadis 14 tahun dari Desa Karang Penang, menjadi tumbal tradisi pernikahan itu. la terjebak dalam pergulatan hidup yang disebabkan oleh keputusan-keputusan orangtuanya. Cebbhing kemudian tak ubahnya seperti medan karapan sapi, tempat berbagai kekuatan magis saling bertarung dan berbenturan. "Dalam perkembangan sastra mutakhir, Muna Masyari adalah sebuah meteor yang datang tanpa diduga, sekonyong-konyong muncul dengan sinar yang memukau,” demikian komentar sastrawan Budi Darma. Kali ini, program podcast “Coming Home with Leila Chudori” mengundang aktivis perempuan dan Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan Atnike Sigiro untuk membahas posisi perempuan dan posisi anak di dalam novel ini dan juga dalam kehidupan nyata di Indonesia. Jangan lupa, selain pembahasan novel karya Muna Masyari, ada dua rekomendasi buku kumpulan puisi di podcast ini, yaitu karya Garin Nugroho dan Felix K.Nesi. Selamat mendengarkan perbincangan dan rekomendasi kami.
[Ruang Tamu] Kalau ngobrol dengan sutradara sudah pasti gak akan jauh dengan topik perfilman. Nah, Ruang Tamu episode kali ini mengupas pandangan Garin Nugroho, yang juga menjadi juri di ajang Anti-Corruption Film Festival 2020, tentang film sebagai media untuk kampanye antikorupsi. Simak sampai selesai ya, mas Garin akan kasih bocoran bagaimana cara lolos seleksi ACFFEST 2020 dan membuat film pendek agar disukai banyak orang seperti drama korea. Hayo ngaku pasti #KawanAksi banyak yang sudah mulai candu nonton drakor juga kannn...
Ada banyak film bertema kemerdekaan, kepahlawanan, atau perjuangan. Film Guru Bangsa Tjokroaminoto adalah salah satu film terbaik di tema ini. Nah Head Voice episode 18 ini membahas alasan kenapa film besutan Garin Nugroho layak menjadi film kemerdekaan terbaik sampai saat ini. ---------- IG : @heriirfani Twitter: @13heriirfani
Présent lors du dernier PIFFF pour accompagner son excellent Gundala, le très cool Joko Anwar nous a parlé du cinéma de genre indonésien. Et c'était tellement passionnant qu'on a décidé de le nommer rédac' chef honoraire de ce PIFFFcast ! C'est donc parti pour une exploration en règle d'une cinématographie pas comme les autres, où mythes locaux, religion et inventivité bis font le bonheur des cinéphiles aventureux ! Avec Véronique Davidson, Xavier Colon, Laurent Duroche et Cyril Despontin. Réalisation : Véronique Davidson et Xavier Colon Musique du générique : Donuts' slap par Laurent Duroche ► Flux RSS pour Android : bit.ly/2FrUwHo ► En écoute aussi sur Itunes : apple.co/2Enma9n ► Sur Deezer : www.deezer.com/fr/show/56007 ► Sur Spotify : open.spotify.com/show/4n3gUOfPZhyxL5iKdZIjHA ► Mais aussi sur Youtube : https://www.youtube.com/watch?v=528JqGazFYY Références des films cités : - Perfect Sense de David Mc Kenzie (2011) - Invisible Man de Leigh Whannell (2019) - Miracle à Milan de Vittorio De Sica (1951) - Il Boom de Vittorio De Sica (1963) - Le Jardin des Finzi-Contini de Vittorio De Sica (1970) - Garuda Power : The Spirit Whithin de Bastian Meiresonne (2014) - La Revanche de Samson de Sisworo Gautama Putra (1987) - Les Primitifs (alias "L'île de l'enfer cannibale") de Sisworo Gautama Putra (1978) - Gundala de Joko Anwar (2019) - Memories of my body de Garin Nugroho (2018) - The Raid de Gareth Evans (2011) - Killers de The Mo Brothers (2014) - The Night come for us de Timo Tjahjanto (2018) - Queen of Black Magic de Lilik Sudjio (1979) - The Warrior de Sisworo Gautama Putra (1981) - The One Armed boxer de Jimmy Wang Yu (1971) - Miracle Fighters de Yuen Woo-ping (1982) - Satan's Slave de Sisworo Gautama Putra (1982) - May the Devil Take You de Timo Tjahjanto (2018) - Impetigore de Joko Anwar (2019) Le making of The Raid 2 : https://www.youtube.com/watch?v=kutD5VHUF9U La Bande Originale : The Raid composée par Mike Shinoda et Joseph Trapanese https://www.youtube.com/watch?v=nTEIsrBJJRM
Acclaimed Indonesian film director Garin Nugroho’s “Planet-A Lament” is a multi-layered piece of theatre, dance and music that will be performed in Melbourne on 21-22 February as part of Asiatopa 2020. - Karya sutradara film Indonesia terkenal Garin Nugroho "The Planet- A Lament (Planet – Ratapan)" yang berlapis-lapis ibaratnya, adalah sebuah teater, tarian dan musik yang akan ditampilkan di Melbourne pada 21-22 Februari sebagai bagian dari Asiatopa 2020.
Anda masih ingat tentang kontroversi Cerpen tentang LGBT dari Universitas Sumatera Utara? Cerpen itu dibuat oleh mahasiswa USU dan menurut pihak kampus cerpen ini menampilkan pornografi dan homoseksualitas. Ujungnya pers mahasiswa SUARA USU diberedel. Juga ada kontroversi tentang film garapan Garin Nugroho,“Kucumbu Tubuh Indahku”. Film ini mendapat Piala Citra 2019. Kelompok yang menolak film ini menganggap film ini mempromosikan propaganda penerimaan pada kelompok rentan LGBT. Penerimaan terhadap minoritas seksual dan gender di Indonesia bisa dibilang naik turun. Kadang ditolak kadang tidak dianggap. Namun Human Rights Watch mencatat 2016 sebagai titik puncak semburan kebencian pada kelompok rentan ini. Pagi ini dalam program KBR kita akan membicarakan Minoritas Gender dalam Budaya Populer Indonesia bersama dengan Roy Thaniago, Peneliti Remotivi, sebuah lembaga studi dan pemantauan media di Indonesia. Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Membahas film Indonesia yang kontraversional! Kali ini kita bukan saja membahas arti dan opini dari film tersebut tapi juga pengalaman @naaphtali yang ikutan diskusi terbuka dengan Garin Nugroho.
Film Kucumbu Tubuh Indahku film yang disambut baik di mancanegara namun tidak di negeri sendiri. Film garapan Garin Nugroho ini dapat penghargaan di Asia Pacifif Screen Awards dan sudah ditayangkan di 30 festival film seluruh dunia, tak membuat film ini diterima oleh masyarakat Indonesia. Justru di dalam negeri diboikot beberapa daerah seperti Depok, Bekasi, Palembang dan beberapa daerah lainnya. Film yang menceritakan seorang penari lengger lanang tarian asal Banyumas yang memiliki keresahan terhadap tubuhnya. Cerita fokus kepada isu gender yang terjadi dilingkungan tradisional, bukan mengarahkan orang menjadi LGBT. Karena dianggap ada unsur LGBT masyarakat panik dan memboikot rame-rame dengan alasan takut generasi muda terpapar nilai moral menyimpang. ikot oleh beberapa masyarakat daerah. Ia menganggap fenomena boikot ini adalah bentuk demokrasi massa yang serampangan dilakukan oleh pihak tertentu. Padahal film ini sudah lulus sensor dari LSF yang punya otoritas memutuskan film layak tayang atau tidak. Garin mengganggap lingkungan politik dan sosial Indonesia lagi gak sehat karena adanya politik identitas yang mebuat orang paranoid dengan isu sensitif. LSF pun tidak bisa berbuat banyak, meski Ketua LSF Ahmad Yani Basuki memiliki landasan kuat film ini bisa tayang. Ada unsur edukasi terutama soal gender yang menyasar pada orang dewasa, bukan remaja dan anak-anak. Namun, masalahnya LSF gak punya kekuatan politik yang besar untuk menghalau boikot ini.
Sudah tonton 'Kucumbu Tubuh Indahku'? Film terbaru garapan Sutradara, Garin Nugroho ini belakangan menjadi bahan perbincangan. Setelah melanglang buana ke berbagai festival dan banyak meraih penghargaan bergengsi seperti Cultural Diversity Award under The Patronage of UNESCO pada Asia Pasific Screen Awards di Australia tahun 2018, film itu akhirnya tayang di bioskop Tanah Air. Sayangnya, muncul polemik. Mulai dari petisi yang memboikot dan meminta film itu untuk diturunkan. Hingga penolakan pemutaran dari Pemda Depok dan Pemda Garut, Jawa Barat karena film tersebut dinilai mengarah pada perilaku penyimpangan seksual. Apa iya? Aika @thesinging_owl membahasnya bareng Ibnu dan Balda dari @GilaFilmID yang sudah nonton film ini dari awal sampai akhir. *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Kucumbu Tubuh Indahku! Kita ngebahas film yang sangat artsy karya dari Garin Nugroho. Kita mencoba membongkar segala hidden meaning dari film ini. Di episode kedua ini kita bakal bahas filmnya bareng tiga temen kita yaitu @daniellendway, @mud.it dan @chrisyanadine.
Film terbaru karya Garin Nugroho ini kaya akan unsur budaya penari Lengger. Di episode ini kita akan membahas maskulinitas dan feminitas yang ada di film ini dan kuatnya nilai-nilai kehidupan yang ingin disampaikan oleh sang sutradara. Bersama Aldy @rinaldy_alexander, Lim @rimusaurus dan Gian @giandra_raka kita akan berdiskusi keseruan menonton film ini. Selamat mendengarkan! Share dan follow/subscribe klo kalian suka sama podcast ini dan jangan lupa follow sosial media kita di Twitter @roadkillpic | Instagram @theroadkillpictures --- Send in a voice message: https://anchor.fm/theroadkillpictures/message
Setelah Venice dan Singapura, film terbaru Garin Nugroho yang berjudul “Kucumbu Tubuh Indahku” (“Memories of My Body”) akhirnya bertemu dengan penonton Indonesia di Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF). Film mengenai eksplorasi politik tubuh ini tayang dua kali di festival tersebut dan kedua-duanya dinyatakan sold out bahkan sebelum hari pemutaran. Showbox ngobrol dengan Garin tentang bagaimana ia mengemas sebuah film queer dengan tetap menunjukkan ciri khasnya, yakni komentar politik dan juga dedikasi terhadap seni pertunjukkan di Indonesia. The Showbox podcast adalah hasil kolaborasi Goodshow dan Box2Box Media Network. Komentar dan pertanyaan bisa dikirim ke email showboxpodcast@gmail.com. Follow Showbox podcast di Twitter dan Instagram. Twitter: @showboxpodcast Instagram: @theshowboxpodcast
The dancer is the dance, a body and the issue of masculinity and femininity. The post Garin Nugroho, Muhammad Khan – Memories of My Body #Venezia75 appeared first on Fred Film Radio.
The dancer is the dance, a body and the issue of masculinity and femininity. The post Garin Nugroho, Muhammad Khan – Memories of My Body #Venezia75 appeared first on Fred Film Radio.
The dancer is the dance, a body and the issue of masculinity and femininity. The post Garin Nugroho, Muhammad Khan – Memories of My Body #Venezia75 appeared first on Fred Film Radio.
The dancer is the dance, a body and the issue of masculinity and femininity. The post Garin Nugroho, Muhammad Khan – Memories of My Body #Venezia75 appeared first on Fred Film Radio.
The dancer is the dance, a body and the issue of masculinity and femininity. The post Garin Nugroho, Muhammad Khan – Memories of My Body #Venezia75 appeared first on Fred Film Radio.
The dancer is the dance, a body and the issue of masculinity and femininity. The post Garin Nugroho, Muhammad Khan – Memories of My Body #Venezia75 appeared first on Fred Film Radio.
Our first themed episode in a long time as well as our second live broadcast! No noise this time around, just some great and memorable selections from films you might remember and some you might need to watch. Tracklist below. 1. "Madison Dance" by Michel Legrand (Bande a Part, Jean-Luc Godard) 2. "Yègellé Tezeta (My Own Memory)" - Mulatu Astatke (Broken Flowers, Jim Jarmusch) 3. "The Elephant Never Forgets" - Jean-Jacques Perrey (El Chavo Del 8, Roberto Bolaños) 4. "Theme from 'They Call Me Mister Tibbs!'" - Quincy Jones (They Call Me Mister Tibbs!, Gordon Douglas) 5. "Theme from 'Enter The Dragon'" - Lalo Schifrin (Enter The Dragon, Robert Clouse) 6. "Intro" - Michael Gibbs (Hard-Boiled, John Woo) 7. "Na Rua, Na Chuva, Na Fazenda" - Hyldon (Cidade de Deus, Fernando Meirelles & Kátia Lund) 8. "Deshominisation (I)" - Alain Goraguer (La Planète sauvage, René Laloux) 9. "The Good, The Bad, and The Ugly" - Ennio Morricone (The Good, The Bad, and The Ugly, Sergio Leone) 10. "I Lie" - David Lang (La Grande Bellezza, Paulo Sorrentino) 11. "There Is Nobody" - Brian Eno (Music For Films) 12. "The Hologram - Binary Sunset" - John Williams (Star Wars Episode IV: A New Hope, George Lucas) 13. "Theme from Profondo Rosso" - Goblin (Profondo Rosso, Dario Argento) 14. "La Nuit" - Bruno Coulais (Microcosmos, Claude Nuridsany and Marie Pérennou) 15. "O Nosso Amor [Tambouring and Accordian]" - Antonio Carlos Jobím & Luis Bonfa (Orfeu Negro, Marcel Camus) 16. "Interrupted By Fireworks"- Nobuo Uematsu (Final Fantasy VII, Square) 17. "Love Theme" - Vangelis (Blade Runner, Ridley Scott) 18. "Seduction of Siti by Ludiro" - Opera Jawa (Opera Jawa, Garin Nugroho) 19. "The Pure and The Damned" - Oneohtrix Point Never feat. Iggy Pop (Good Time, Josh & Benny Safdie)