Perbincangan khas KBR. Mengangkat hal-hal yang penting diketahui demi kemaslahatan masyarakat. Hadir juga di 100 radio jaringan KBR se-Indonesia.
Upaya menghidupkan kembali Pasukan Pengamanan Masyarakat alias Pam Swakarsa terus menuai polemik. Di Surabaya, upaya ini sudah jadi nyata, dengan pembentukan Pam Swakarsa di tiap RW yang didukung penuh pemerintah kota. Langkah tersebut ditengarai sebagai tindak lanjut arahan TNI yang mendorong aktivasi Pam Swakarsa, buntut gelombang demonstrasi di berbagai daerah, akhir Agustus lalu, yang berujung rusuh dan jatuh korban jiwa.Di media sosial dan aplikasi perpesanan, beredar surat berjudul “Pelaksanaan Instruksi Pengamanan Swakarsa di Seluruh Indonesia” yang terbit pada 1 September 2025. Surat tersebut ditandatangani Ketua Umum Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (GM FKPPI) Dwi Rianta Soerbakti dan Sekjen, Ari Garyanida.Setelah Surabaya, bukan tak mungkin daerah lain bakal menyusul membentuk Pam Swakarsa. Apalagi sejumlah anggota DPR juga sudah menyatakan dukungan.Sedangkan, masyarakat sipil pegiat HAM tetap konsisten menolak reaktivasi Pam Swakarsa, karena punya jejak hitam di masa lalu. Di 1998, Pam Swakarsa dimanfaatkan dan dipersenjatai untuk menghalau demonstran yang berunjuk rasa saat Sidang Istimewa MPR. Kehadiran Pam Swakarsa dikhawatirkan bakal menciptakan ketakutan serta meningkatkan eskalasi konflik horizontal.Apa urgensi dan relevansi pembentukan kembali Pam Swakarsa? Apa motif di balik upaya melibatkan kelompok sipil dalam menjaga keamanan wilayah? Apa saja yang harus diwaspadai dari reaktivasi Pam Swakarsa di tengah kondisi masyarakat saat ini? Bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi pro kontra publik soal keterlibatan ormas dan sipil dalam pengamanan masyarakat?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia dan HAM Indonesia (PBHI) Gina Sabrina, Ketua Bidang Politik PP KB Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) Arif Bawono, dan Duta Besar RI untuk Filipina dan Republik Kepulauan Marshall dan Republik Palau Agus Widjojo.
Sri Mulyani mendadak trending usai dicopot dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) dan digantikan Purbaya Yudhi Sadewa per Senin (08/09) kemarin. Empat pos lain yang juga terkena reshuffle jilid 2 adalah Budi Gunawan (Menko Politik dan Keamanan), Abdul Kadir Karding (Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia), Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi), dan Dito Ariotedjo (Menteri Pemuda dan Olahraga).Pasar langsung bereaksi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup anjlok 100,49 poin atau 1,28 persen ke level 7.766.Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers perdananya, kemarin menyatakan percaya diri dengan pengalamannya dalam pengelolaan fiskal sejak era pemerintahan SBY pada 2008.Purbaya sudah ditunggu bertumpuk-tumpuk pekerjaan rumah, di antaranya masalah fiskal, reformasi pajak, pengelolaan APBN, hingga beban utang negara.Apakah Purbaya sosok Menkeu yang tepat di situasi sekarang? Apa saja catatan untuk Menkeu baru? Bagaimana respons pasar maupun publik terhadap pemilihan Purbaya sebagai pengganti Sri Mulyani?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ekonom Senior INDEF Tauhid Ahmad dan Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny.
Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) berencana mengajukan permohonan praperadilan terhadap penangkapan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen dan sejumlah aktivis. Upaya hukum yang dilakukan polisi dinilai cacat prosedur.Delpedro dan beberapa aktivis seperti Syahdan Husein dari Gejayan Memanggil, Khariq Anhar, mahasiswa Universitas Riau, dua pegiat media sosial RAP, dan Figha Lesmana, saat ini berstatus sebagai tersangka. Mereka dituduh menghasut pelajar, termasuk anak-anak untuk melakukan tindakan yang dilabeli polisi sebagai "aksi anarkis", dalam gelombang unjuk rasa yang terjadi sejak 25 Agustus 2025 lalu.Langkah polisi ini dikecam sebagai bentuk kriminalisasi aktivis dan pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat. Polisi dinilai gagal membedakan antara ekspresi kebebasan berpendapat dan provokasi.Peristiwa ini menambah daftar panjang kriminalisasi terhadap warga. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat sejak 2019 sampai dengan Mei 2025, ada 154 kasus kriminalisasi oleh polisi dengan total 1.097 orang korban. Sebagian besar kriminalisasi terjadi ketika masyarakat tengah melakukan demonstrasi dan saat mengkritisi kebijakan di media sosial.Bagaimana perkembangan terbaru kasus kriminalisasi terhadap Delpedro dan kawan-kawan? Bagaimana dengan tuntutan masyarakat sipil agar kasus tersebut dihentikan? Mengapa kriminalisasi terhadap warga terus terjadi? Apakah Indonesia sudah darurat kebebasan berpendapat?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Anggota Kompolnas Yusuf Warsyim, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya, dan Pakar Hukum Pidana Dr. Chairul Huda, SH, MH.
Sekolah Rakyat baru berjalan sebulan, tetapi sudah diterpa ragam masalah. Di awal peluncuran, ada 143 guru Sekolah Rakyat mundur karena mengeluhkan lokasi sekolah yang jauh. Seratusan siswa juga batal bergabung dengan berbagai alasan, seperti ketidaksiapan tinggal di asrama dan memilih bersekolah di sekolah reguler.Selain itu, kekhawatiran akan potensi munculnya stigma sekolah "kelas dua" terus membayangi. Dampak lanjutannya bisa mengarah pada diskriminasi dan tekanan psikologi pada anak, karena harus tinggal di asrama, jauh dari keluarga. Kualitas dan keberlanjutan program pun juga menjadi pertanyaan.Namun, di tengah segala permasalahan itu, ada asa yang dititipkan oleh para orangtua dan anak-anak yang mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat.Apakah yang bisa dimaknai dari perjalanan awal Sekolah Rakyat ini? Bagaimana mestinya pemerintah bersikap? Apa dampaknya bagi keberlanjutan Sekolah Rakyat?Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas di Ruang Publik KBR yang kali ini berkunjung ke Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 13 Kota Bekasi Jawa Barat, bersama Kepala Sekolah SRMA 13 Bekasi Lastri Fajarwati, Kasubag Perencanaan, Dinas Sosial Kota Bekasi Rino Budiarti, dan Koordinator Program dan Advokasi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ari Hardianto.
Komnas Perempuan mencatat ada 305 kebijakan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan sejak tahun 2000 hingga sekarang. Misalnya, pemaksaan busana, pembakuan peran gender, aturan ketenagakerjaan, hingga pembatasan kehidupan beragama. Sedangkan di level nasional, hanya 62 kebijakan dari 28 ribuan kebijakan atau 0,2 persen saja, yang benar-benar terkait pemenuhan hak perempuan dan penanganan kekerasan.Padahal, kesetaraan gender dan perlindungan HAM bagi perempuan dijamin konstitusi. Tak kurang 40 hak konstitusional perempuan yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945.Publik lantas bertanya-tanya, mengapa pemerintah atau negara masih terus mengeluarkan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan? Bukankah itu bentuk pelanggaran konstitusi? Daerah mana saja yang punya aturan diskriminatif gender? Bagaimana tantangan mengadvokasi aturan atau kebijakan yang ramah gender?Topik ini kita bahas di Ruang Publik KBR bersama Sundari Amir Komisioner Komnas Perempuan dan Mike Verawati Tangka Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).
Gelombang protes publik berkumandang di dunia maya lewat unggahan "17+8 Tuntutan Rakyat" sejak Sabtu (30/08). Unggahan yang memuat total 25 tuntutan ditujukan kepada Presiden, DPR, partai politik, Polri, dan TNI. Isinya, antara lain mendesak pembebasan seluruh demonstran yang ditahan, pembekuan tunjangan DPR, hingga penarikan TNI dalam pengamanan sipil.Dukungan dari banyak figur publik seperti Jerome Polin, Andovi da Lopez, Endah N Rhesa, Dian Sastro, dan sejumlah komika, membuat "17+8 Tuntutan Rakyat" kian meluas. Negara diberi tenggat 5 September 2025 untuk 17 tuntutan jangka pendek dan satu tahun (hingga 31 Agustus 2026) untuk 8 tuntutan jangka panjang.Suara keprihatinan atas kondisi bangsa juga datang dari kalangan akademisi yang tergabung dalam Aliansi Akademisi Peduli Indonesia. Sebanyak 344 akademisi menyerukan tujuh tuntutan, di antaranya restrukturisasi kabinet, revisi instrumen hukum dan kebijakan instan, serta menghentikan wacana darurat militer atau sipil.Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menanggapinya dengan pernyataan normatif, yakni pemerintah akan melakukan komunikasi antarkementerian/lembaga untuk merespons deretan tuntutan yang disampaikan masyarakat.Apa yang mendasari munculnya berbagai tuntutan tersebut? Mengapa harus ada tenggat? Bagaimana jika tuntutan-tuntutan itu tak dipenuhi negara?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Prof. Susi Dwi Harijanti, Community Lead Think Policy Efraim Leonard, dan Komika Eky Priyagung.
TikTok membekukan sementara fitur live streaming di Indonesia sejak Sabtu (30/8) lalu, usai kerusuhan pecah saat demo menolak tunjangan DPR. Pembekuan rencananya bakal berlaku hingga beberapa hari ke depan. Langkah ini diambil Tiktok usai dipanggil Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo. Namun, Komdigi mengklaim keputusan Tiktok membekukan fitur live, bukanlah atas permintaan pemerintah, melainkan inisiatif platform media sosial asal Cina itu sendiri.Publik kadung curiga langkah tersebut adalah upaya sensor dan pembatasan akses informasi yang berpotensi melanggar hak asasi warga. Di sisi lain, pemerintah selama ini dinilai abai dengan peredaran hoaks dan disinformasi di jagat maya.Apakah pembekuan fitur live Tiktok adalah langkah tepat atau bentuk pelanggaran hak? Bagaimana dampak pembatasan akses informasi yang meluas? Bagaimana kecenderungan narasi mobilisasi massa lewat media sosial? Adakah upaya yang ampuh untuk menangkal peredaran hoaks di tengah maraknya isu demonstrasi?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Co-Founder & Fact-Check Specialist Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) Aribowo Sasmito, Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum, dan Lead Analyst Drone Emprit Nova Mujahid.
Pekan lalu, kita menyaksikan kemarahan rakyat tereskalasi dalam hitungan hari bahkan jam, menjelma menjadi demonstrasi hingga amuk massa. Tak cuma di Jakarta, tetapi merembet cepat ke berbagai daerah. Itu semua adalah akumulasi kemarahan rakyat atas kebijakan yang tidak adil, sikap pejabat yang nirempati, dan aparat yang represif.Jatuh empat korban jiwa, ekses dari kerusuhan dan brutalitas aparat. Pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob di Jakarta. Sedangkan, di Makassar, Sulawesi Selatan, tiga ASN tewas terjebak di dalam gedung DPRD yang dibakar massa.Kemarin, Presiden Prabowo mengumumkan pembatalan tunjangan anggota DPR dan moratorium kunjungan luar negeri DPR, usai bertemu 8 pimpinan parpol di Istana Kepresidenan, Jakarta.Prabowo juga memerintahkan pemeriksaan terhadap aparat polisi pengendara rantis yang melindas Affan dilakukan cepat dan transparan. Presiden memastikan negara menghormati kebebasan berpendapat dan terbuka mendengar aspirasi rakyat yang disampaikan secara damai.Beberapa parpol menonaktifkan kader-kader bermasalah karena pernyataan-pernyataannya yang blunder, seperti Uya Kuya dan Eko Patrio dari PAN, serta Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Nasdem.Apakah langkah-langkah ini cukup untuk meredam amarah publik? Bagaimana negara mesti bersikap terhadap brutalitas aparat yang terus berulang? Apakah ada potensi kerusuhan bakal meluas? Bagaimana mencegahnya?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Ketua Komnas HAM Anis Hidayah, Plt. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati, dan Antropolog Geger Rianto.
Tren lonjakan harga beras di saat stok cadangan beras pemerintah (CBP) melimpah bikin publik gerah. Harga beras di beberapa wilayah bahkan sempat menyentuh Rp60 ribu per kg. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga pekan ketiga Agustus 2025, lonjakan harga beras terjadi di 200 kabupaten/kota, naik dari pekan sebelumnya yang mencapai 193 kabupaten/kota.Kondisi itu tak sinkron dengan klaim Kementerian Pertanian (Kementan) bahwa stok beras per Agustus 2025 mencapai 4,2 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah republik ini.Sebagai upaya menstabilkan harga beras, Kementan menggelar operasi pasar hingga Desember 2025. Targetnya, sebanyak 1,3 juta ton beras dikucurkan lewat program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Sementara untuk solusi jangka pendek, Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengerek Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium se-Indonesia menjadi Rp 13.500 per kilogram.Masalah tata kelola beras sejak dulu selalu disebut sebagai biang kerok harga beras tak kunjung turun. Mengapa masalah ini sulit terurai? Apa yang bisa kita telaah dari data pemerintah yang tak sinkron dengan kondisi lapangan? Bagaimana dampak kenaikan harga beras bagi pelaku pasar?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (PERPADI) Sutarto Alimoeso, Peneliti CORE Indonesia Eliza Mardian, dan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.
Pemberian gelar tanda kehormatan dari Presiden Prabowo Subianto untuk 141 tokoh pada awal pekan ini, masih menyisakan tanda tanya. Banyak nama dari Kabinet Merah Putih dan elit partai politik pendukung Prabowo. Di antaranya, Zulkifli Hasan, Muhaimin Iskandar, Bahlil Lahadalia, Saifullah Yusuf, dan lainnya.Sejumlah nama juga dipersoalkan karena punya rekam jejak bermasalah, misalnya eks Menkopolhukam Wiranto dan bekas Kepala BIN AM Hendropriyono yang diduga tersangkut kejahatan HAM. Ada juga sosok Haji Isam yang diduga terseret kasus korupsi dan Burhanuddin Abdullah yang pernah dibui karena korupsi.Mereka dianggap layak menerima karena berkelakuan baik, setia pada bangsa, tidak pernah dipidana penjara minimal 5 tahun, dan berjasa bagi negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, para penerima berhak mendapat sejumlah fasilitas, di antaranya tunjangan dan pensiun seumur hidup, serta dimakamkan di taman makam pahlawan.Apakah nama-nama tersebut pantas menerima gelar kehormatan? Seberapa penting pemberian gelar-gelar ini? Apa motif di baliknya?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Divisi Pemantauan Impunitas Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jane Rosalina Rumpia dan Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia Arif Nurul Imam.
Immanuel Ebenezer alias Noel menjadi bulan-bulanan publik usai menjadi tersangka kasus pemerasan pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada akhir pekan lalu. Ia dicopot dari jabatannya sebagai Wakil Menteri Ketenagarkerjaan (Wamenaker).Noel menjadi anggota Kabinet Merah Putih pertama yang tersangkut korupsi, sejak periode kepemimpinan Prabowo Subianto berjalan 10 bulan. Kasus Noel mestinya menjadi tamparan keras bagi Prabowo, yang sering mengutarakan janji pemberantasan korupsi. Lewat Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi, Prabowo menegaskan tidak akan memberi amnesti kepada anak buahnya yang terlibat korupsi.Prabowo lantas bikin rencana mengevaluasi jajaran menteri serta tegas mengingatkan anak buahnya untuk tidak korupsi. Meski begitu, hingga kini, belum jelas arah evaluasi Kabinet Merah Putih yang dimaksud Prabowo.Apakah pernyataan ini sinyal reshuffle kabinet? Seperti apa kinerja 10 bulan kabinet Prabowo? Bagaimana sejauh ini komitmen Prabowo terhadap pemberantasan korupsi?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. R. Siti Zuhro dan Peneliti PUKAT FH UGM Yuris Rezha.
Sinyal iuran BPJS Kesehatan bakal naik tahun depan, makin menguat. Rencana ini tertuang dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026. Menteri Keuangan Sri Mulyani beralasan tarif BPJS belum pernah naik sejak 2020, sehingga perlu penyesuaian demi menjaga keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).Nantinya, kenaikan iuran dilakukan bertahap dengan mempertimbangkan dua aspek, yaitu daya beli masyarakat dan kondisi fiskal negara. Besaran kenaikannya, tengah digodok Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan sudah masuk tahap finalisasi.Publik yang tengah bergumul dengan ekonomi sulit, jelas keberatan dengan rencana ini. Tak sedikit juga yang skeptis bahwa kenaikan iuran bakal mendongkrak perbaikan layanan. Selama ini, masih banyak keluhan yang mengemuka, mulai dari antrean yang mengular, pembatasan penyakit yang ditanggung, hingga kasus penolakan pasien BPJS.Setelah ramai suara penolakan, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Luky Alfirman menepis kabar bahwa iuran BPJS bakal naik tahun depan. Namun, ia mengakui ada kenaikan di anggaran kesehatan.Bagaimana pemerintah mesti menyikapi keberatan dari publik? Apakah menaikkan iuran BPJS menjadi satu-satunya solusi? Apa saja dampaknya jika iuran BPJS benar-benar dinaikkan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar dan Sekretaris Eksekutif Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rio Priambodo.
Akun media sosial anggota Komisi VI DPR Nasim Khan diserbu warganet sejak Kamis, kemarin. Mereka mengomentari usulan Nasim agar PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyediakan gerbong khusus perokok untuk kereta jarak jauh. Alasan kenyamanan penumpang jadi dalihnya. Selain itu, Nasim yakin gerbong khusus perokok bisa mendatangkan keuntungan bagi KAI. Banyak suara menentang, pasalnya, usulan politikus PKB ini menerabas sejumlah aturan. Ironis sekaligus mengkhawatirkan, karena yang bersangkutan bekerja di lembaga legislatif, pembuat undang-undang. Ditambah lagi, lontaran itu muncul di tengah upaya pemerintah menekan angka prevalensi perokok.Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun. Angka ini terus bergerak naik, bukan turun.Seperti apa gambaran dampaknya jika usulan-usulan semacam ini diakomodasi? Bagaimana pemerintah mesti bersikap?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Wakil Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Wasekjen Komnas PT) Nina Samidi dan Dosen Administrasi Publik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Ashilly Achidsti, MPA.
Setelah Pati bergolak, gerakan rakyat tolak kenaikan fantastis Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) bermunculan di banyak daerah. Tak habis pikir dengan kebijakan pajak yang tak bijak. Total ada 104 daerah yang menaikkan PBB-P2. Sebanyak 20 daerah di antaranya menaikkan tarif di atas 100 persen.Di Bone, Sulawesi Selatan, massa aksi sampai bentrok dengan aparat pada Selasa (19/08), saat menyuarakan protes. Akhirnya kenaikan pajak ditunda. Di Semarang, Jawa Tengah kebijakan itu berakhir batal karena warga kukuh menolak. Sementara di Cirebon, Jawa Barat, pemda bergeming. Besaran PBB-P2 Cirebon dikabarkan melejit setidaknya 150% dan telah terjadi sejak tahun lalu. Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Harry Saputra Gani, berdalih lonjakan PBB-P2 lantaran penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) selama 12 tahun tidak diperbarui.Bagaimana aspirasi warga Cirebon? Apa tuntutan mereka? Ruang Publik KBR mengundang Juru Bicara Gerakan Rakyat Cirebon (GRC) Reno Sukriano untuk berbincang tentang situasi terkini di lapangan.Ruang Publik KBR juga mengundang Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf dan Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Suparman untuk mengurai akar masalah dan mencari jalan tengah polemik ini.Kenapa kebijakan pajak dilakukan serentak? Cukupkah surat edaran Kemendagri menuntaskan masalah? Simak siaran live-nya di Youtube KBR Media.
Anggota DPR bisa mengantongi total Rp100 juta per bulan dari negara, yang bersumber dari pajak-pajak rakyat. Kabar ini menyayat hati masyarakat yang saban hari merasakan beratnya mengais rezeki dan tetap harus membayar pajak. Bukankah pemerintah sedang efisiensi?Para anggota DPR, termasuk sang ketua, Puan Maharani, berkilah lonjakan itu karena ada tunjangan uang rumah sebesar Rp50 juta, sebagai kompensasi dihapusnya fasilitas rumah dinas. Mereka juga melempar dalih bahwa gaji mereka tak naik, tetapi rupa-rupa tunjangannya meroket, bukan? Sebut saja tunjangan jabatan dan kehormatan, tunjangan fungsional, tunjangan keluarga, tunjangan beras, transportasi, hingga asuransi.Berbagai dalih tersebut sulit dicerna rakyat kecil, karena toh total duit yang mereka dapat naik dua kali lipat dibanding anggota DPR periode 2019-2024. Makin susah diterima dengan lapang dada, jika menilik hasil kinerja para wakil rakyat yang mengecewakan.Survei Indikator Politik Indonesia per Januari 2025 menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap DPR hanya 69%. DPR berada di peringkat ke-10 dari 11 lembaga.Apakah patut dan layak anggota DPR menerima pendapatan sebesar itu di tengah efisiensi? Bagaimana evaluasi kinerja DPR selama ini, membaik atau memburuk?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus dan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Seira Tamara.
Masyarakat adat masih menjadi kelompok marjinal di negeri ini. Tak kunjung mendapat pengakuan dan perlindungan dari negara, padahal mereka sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.Janji manis pengesahan RUU Masyarakat Adat di masa Presiden RI ke-7 Joko Widodo nyata-nyata diingkari, selama lebih dari satu dekade beleid itu mangkrak di DPR. Pengakuan terhadap mereka hanya sebatas kemeriahan seremonial baju-baju adat yang dikenakan para pejabat dan politikus di Istana Negara, saat upacara 17-an.Sementara, di lapangan, masyarakat adat setiap hari harus berjibaku dengan aparat yang ingin menggusur mereka atas nama pembangunan dan investasi.Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat, sepanjang 2024, setidaknya 121 kasus kriminalisasi dan perampasan wilayah adat terjadi di 140 komunitas masyarakat adat. Ruang hidup mereka kian menyempit.Data Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) menunjukkan, baru 6,3 juta hektare wilayah adat yang diakui negara melalui perda atau keputusan kepala daerah. Jumlah itu kurang dari 20 persen dari total wilayah adat yang berhasil dipetakan BRWA. Di 2025, RUU Masyarakat Adat kembali masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Sudah ada dukungan dari Menteri HAM Natalius Pigai pada Mei lalu, yang meminta DPR segera mempercepat pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi undang-undang. Bagaimana progresnya sejauh ini? Apakah masyarakat adat bakal kembali dikhianati?Di Ruang Publik KBR kali ini, kita akan membahas tema ini bersama Ketua Umum Persekutuan Perempuan Adat Nusantara (PEREMPUAN AMAN) Devi Anggraini dan Senior Campaigner Kaoem Telapak sekaligus Koordinator Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat Veni Siregar.
Indonesia tahun ini genap berusia 80 tahun, menandai delapan dekade sebagai negara merdeka. Namun, makna kata "merdeka" kerap jadi perdebatan, karena banyak yang menganggap kita belum sepenuhnya lepas dari penjajahan. Bentuk penjajahan maupun pelakunya pun bisa jadi berubah atau bersalin rupa, tergantung era yang dihidupi.Di abad 21, eranya digitalisasi, pekik kemerdekaan toh belum sepenuhnya lantang terdengar. Berbagai belenggu justru muncul dalam bentuk fitur-fitur canggih. Misalnya, tetiba sebagian warga tak bisa mengakses uangnya sendiri karena rekeningnya diblokir Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK). Belum sepenuhnya pulih dari kepanikan akibat kebijakan ini, warga dikagetkan dengan rencana pemerintah meluncurkan Payment ID, yang bisa memantau transaksi keuangan masyarakat.Publik lantas bertanya-tanya, apa sih makna "merdeka" jika nyatanya negara bisa memata-matai aktivitas warganya? Adakah demokrasi dalam ekonomi, dan khususnya di era ekonomi digital?Topik ini kita bahas di Ruang Publik KBR bersama Peneliti Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Rani Septya dan Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana. Ini sekaligus dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-80.
Pati masih mencuri perhatian seantero negeri, lewat gerakan massa menentang kebijakan Bupati Sudewo, yang dianggap sewenang-wenang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan & Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Ribuan warga Pati turun ke jalan, Rabu (13/8), menuntut Sudewo mundur, padahal belum genap enam bulan menjabat. Politikus Partai Gerindra ini juga terancam dimakzulkan usai DPRD menggulirkan pansus hak angket. Dari total 22 tuntutan warga, Pansus menyoroti 12 kebijakan kontroversial Sudewo selama memimpin Pati.Solidaritas terhadap perjuangan warga Pati mengalir deras. Kiriman air mineral, makanan ringan, hingga buah-buahan berdatangan dari warga luar Pati untuk mendukung kebutuhan logistik massa aksi.Gerakan perlawanan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu memantik semangat warga di daerah lain untuk menentang kebijakan pajak yang tidak bijak. Misalnya di Malang, Cirebon, Semarang, hingga Jombang.Bagaimana kisah perlawanan warga Pati dimulai? Seperti apa perkembangan terbaru di lapangan? Apa yang terjadi jika Bupati Sudewo mundur atau dimakzulkan? Apa yang bisa dipelajari dari peristiwa di Pati?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topi ini bersama Koordinator Lapangan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu Supriyono, lalu Kuasa Hukum Masyarakat Pati sekaligus Direktur Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) Teratai, dan Pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Indonesia bakal menerima dana riset dari pemerintah senilai Rp200 hingga Rp300 juta, melalui Kementerian Pendidikan, Sains, dan Teknologi. Menurut Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) wilayah IV Lukman, dana itu untuk mengakomodasi kebutuhan dan kreativitas mahasiswa yang aktif di BEM, sehingga mereka tak lagi turun ke jalan berdemonstrasi.Program dana riset untuk BEM diduga upaya terselubung untuk menggembosi gerakan mahasiswa, mereplikasi cara-cara Orba. Kala itu, lewat program Normalisasi Kehidupan Kampus-Badan Koordinasi Kemahasiswaan, Soeharto ingin membatasi kegiatan politik mahasiswa di kampus.Sebanyak 250 kampus akan menerima dana riset Kemendiktisaintek, antara lain Universitas Mulawarman Kalimantan Timur dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Bagaimana sikap BEM KM Unmul? Apa reaksi rektorat UMY?Apakah kebijakan ini tepat di tengah upaya efisiensi anggaran? Bagaimana pengawasannya? Apa dampak program dana riset terhadap independensi perguruan tinggi?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topi ini bersama Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof. Dr. Zuly Qodir, lalu Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Mulawarman (BEM KM Unmul) Maulana, dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.
Publik ramai mempersoalkan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal guru dan dosen bergaji kecil, karena keterbatasan APBN. Lantas ia melontarkan pertanyaan, "apakah semuanya harus keuangan negara? Ataukah ada partisipasi dari masyarakat?", tanpa menyampaikan jawaban.Ucapan Sri Mulyani dinilai problematis, sehingga mengundang kritik dan cibiran, karena mengusik rasa keadilan. Pasalnya, mencerdaskan kehidupan bangsa adalah amanat konstitusi. Namun, tenaga pendidik sebagai garda terdepannya justru tak dihargai, masih jauh dari sejahtera.Berdasarkan data Jobstreet pada Agustus 2025, rata-rata gaji guru di Indonesia berkisar antara 3,8 juta hingga 5,5 juta rupiah per bulan. Angka ini berbeda di tiap daerah. Ini menjadikan gaji guru Indonesia terendah se-Asia Tenggara. Fakta lainnya, tak sedikit guru yang justru dibayar gaji di bawah UMR. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mencatat masih guru yang bahkan digaji ratusan ribu rupiah per bulan.Mengapa gaji guru masih rendah? Bagaimana tata kelola alokasi anggaran pendidikan selama ini? Apakah ada skema solutif untuk memastikan kesejahteraan tenaga pendidik? Bagaimana praktik di negara lain?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Kabid Litbang Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Feriyansyah dan Pengamat Pendidikan UIN Jakarta sekaligus Ketua Pengurus Besar PGRI Jejen Musfah.
Presiden Prabowo Subianto memperbesar struktur organisasi TNI. Pembentukan 162 komando dan satuan baru TNI, termasuk 6 Komando Daerah Militer (Kodam) TNI AD, yang diresmikan Minggu, 10 Agustus lalu, menjadi bagian dari penggemukan tersebut.Menurut Juru Bicara TNI AD, Wahyu Yudhayana, penambahan kodam baru bertujuan agar TNI lebih responsif mengatasi isu-isu lokal, baik saat menghadapi ancaman militer maupun non-militer seperti terorisme, separatisme, hingga bencana alam. Se-urgen itukah?Mengapa Prabowo ingin membuat organisasi TNI lebih gemuk? Bukankah hal ini bakal membebani anggaran negara? Bagaimana dengan kekhawatiran bahwa langkah itu merupakan bentuk kemunduran reformasi di tubuh TNI?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) 2011-2013 Soleman B. Ponto, Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS Syahrul Aidi Maazat, dan Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra.
Kebijakan efisiensi anggaran akan berlanjut tahun depan. Ketentuan detail terkait efisiensi ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025. Ada 15 item belanja negara yang dipangkas besaran anggarannya, seperti, kegiatan seremonial, kajian dan analisis, hingga perjalanan dinas.Presiden Prabowo mengklaim kebijakan efisiensi berhasil menghemat belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun serta dana transfer ke daerah (TKD) Rp50,59 triliun.Di sisi lain, kebijakan efisiensi juga memengaruhi kinerja lembaga-lembaga negara independen, seperti Komnas Perempuan, Komnas HAM, KPAI, Komnas Disabilitas, dan lainnya. Padahal mereka adalah lembaga-lembaga yang bergerak di isu perlindungan kelompok rentan.Di Ruang Publik KBR kali ini, kita akan menggali dampak riil efisiensi terhadap Komnas Perempuan, selaku salah satu lembaga negara independen. Bagaimana strategi mereka memaksimalkan perannya saat anggaran seret? Apakah potong anggaran memengaruhi kerja penanganan kasus? Bahasan ini bakal dibincangkan bareng Wakil Ketua Komnas Perempuan Dahlia Madanih.Ruang Publik KBR juga mengundang Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra Kamrussamad dan Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Aulia untuk makin membuka perspektif tentang kebijakan efisiensi.Apa catatan mereka atas pengetatan anggaran di semester pertama pemerintahan Prabowo? Apa saja catatannya? Apakah kebijakan efisiensi tepat untuk dilanjutkan? Simak siaran live-nya di Youtube KBR Media.
Wacana blokir gim Roblox terus bergulir. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti menyerukan larangan Roblox untuk anak karena gim ini dinilai sarat unsur kekerasan.Gayung bersambut, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi membuka peluang Roblox diblokir. Selain itu, ada kasus meresahkan Juli lalu di Kalimantan Timur. Predator anak menggunakan Roblox untuk menyasar remaja perempuan.Namun, di sisi lain, tak sedikit pula yang kontra karena menghambat hak warga mencari hiburan lewat gim. Termasuk potensi pembatasan kreativitas dan ruang interaksi anak. Bagaimana jalan tengahnya? Adakah cara ampuh untuk mencegah dampak buruk gim bagi anak? Bagaimana menciptakan ekosistem kanal bermain virtual yang aman dan nyaman bagi anak?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Diyah Puspitarini dan Psikiater RS Atma Jaya sekaligus Dosen Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Unika Atma Jaya dr. Eva Suryani, Sp.KJ.s
Tempat usaha seperti kafe dan restoran kelimpungan karena wajib membayar royalti atas pemutaran lagu, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta maupun Surat Keputusan SK Menteri Hukum. Sebetulnya regulasi soal royalti ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu, tetapi belum ditegakkan.Sejumlah pelaku usaha bersiasat dengan tidak lagi memutar musik dan menggantinya dengan suara alam atau kicauan burung. Pasalnya, bayar royalti berarti menambah beban pengeluaran. Sedangkan, menaikkan harga barang/jasa bakal jadi pilihan sulit karena berpotensi membuat konsumen kabur.Di sisi lain, ada kepentingan musisi maupun pencipta lagu yang juga harus dihargai dan dilindungi.Apakah ada jalan keluar dari dilema ini? Bagaimana mekanisme ideal dari penerapan royalti musik di tempat usaha? Bagaimana semestinya pemerintah bersikap atas polemik ini?Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama: Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dharma Oratmangun, Sekertaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, dan Pengamat Musik Buddy Ace.
Sekolah Rakyat baru berumur sekitar tiga pekan, tetapi sudah diterpa aneka masalah. Sebanyak 143 guru Sekolah Rakyat mundur karena mengeluhkan lokasi sekolah yang jauh. Tak hanya itu, 115 siswa juga batal bergabung dengan beragam alasan, seperti ketidaksiapan tinggal di asrama dan memilih bersekolah di sekolah reguler.Kementerian Sosial mengklaim mundurnya ratusan guru dan siswa tak bakal mengganggu proses pendidikan di Sekolah Rakyat.Apakah yang bisa dipelajari dari kejadian ini? Bagaimana mestinya pemerintah bersikap? Apa dampaknya bagi keberlanjutan Sekolah Rakyat?Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti, dan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji.
Pemerintah mewacanakan kebijakan satu harga beras sebagai solusi masalah kesenjangan harga beras dan mencegah beras oplosan. Jika diterapkan, berarti kasta beras dihapus, yang selama ini terbagi menjadi beras premium dan medium, nantinya disederhanakan menjadi beras umum atau reguler.Beras umum hanya akan memiliki satu harga eceran tertinggi (HET) yang diatur langsung oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas). Pemerintah juga tengah menggodok parameter kualitas dan harga beras umum. Harapannya, konsumen tak lagi terkecoh membeli beras berlabel premium yang isinya ternyata tidak sesuai dengan kualitas yang dijanjikan.Apakah kebijakan ini menjawab berbagai persoalan beras yang tak kunjung selesai? Bagaimana untung ruginya dan siapa saja yang menikmatinya? Apa saja potensi masalah yang mesti diantisipasi?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Slamet, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian, dan Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Khudori.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membuka blokir lebih dari 28 juta rekening "nganggur" atau dormant sejak bulan lalu. Reaktivasi ini dilakukan sebagai respons atas protes masyarakat yang merasa dirugikan.Pemblokiran merupakan tindak lanjut atas data yang dilaporkan oleh 107 bank. Sebagian besar rekening dibekukan guna mencegah penyalahgunaan, menurut PPATK.Sepanjang 2024, tercatat 28 ribu rekening dijual untuk kepentingan judi online, lalu 10 juta rekening penerima bansos dengan dana mengendap Rp 2,1 triliun, serta 2 ribu rekening dormant milik instansi pemerintah dengan dana sekitar Rp500 miliar.Apa yang salah? Bagaimana duduk perkaranya? Apakah blokir rekening terbukti ampuh mencegah penyalahgunaan keuangan? Bagaimana temuan dan evaluasi PPATK? Apakah kebijakan ini perlu dilanjutkan atau dibatalkan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Ketua Tim Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M. Natsir Kongah, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana, dan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M. Rizal Taufikurahman.Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Ketua Tim Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M. Natsir Kongah, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana, dan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M. Rizal Taufikurahman.
Fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya tanya (Rohana) di mal dan pusat perbelanjaan banyak dikaitkan dengan kemiskinan di perkotaan. Rojali dan Rohana dianggap mencerminkan pelemahan daya beli karena masyarakat mengerem belanja.Namun, analisis itu ditepis Kementerian Perdagangan dengan mengklaim bahwa saat ini daya beli masyarakat masih terjaga. Rujukannya adalah data Bank Indonesia pada Mei 2025 yang menunjukkan Indeks Penjualan Riil (IPR) masih tumbuh 1,9 persen yoy, dan IPR Juni juga diperkirakan kembali tumbuh 2 persen yoy.Setali tiga uang, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan tren Rojali dan Rohana merupakan bentuk dinamika konsumsi masyarakat yang berubah di tengah tekanan ekonomi, bukan perkara kemiskinan.Jumlah penduduk miskin nasional per Maret 2025 tercatat 23,85 juta orang. Menurut BPS, ini capaian angka kemiskinan terendah selama 20 tahun terakhir.Namun, ketika diulik, persentase kemiskinan di kota justru naik menjadi 6,73 persen dan angka setengah pengangguran di perkotaan meningkat 460 ribu orang. Hal ini menunjukkan bahwa keterbatasan pendapatan juga dialami masyarakat urban.Apakah tren Rojali dan Rohana layak dijadikan indikator kemiskinan? Bagaimana pengusaha pusat perbelanjaan dan pembuat kebijakan merespons fenomena ini? Bagaimana intervensi pemerintah dalam mendongkrak daya beli masyarakat dan menekan angka kemiskinan di perkotaan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonsus Widjaja, Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Ninasapti Triaswati Ph.D, dan Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP Selly Andriany Gantina.
Perusakan rumah doa Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Kota Padang, Sumatera Barat dikecam berbagai kalangan, karena sarat pelanggaran Aksi intoleran yang terjadi Minggu, 27 Juli 2025 ini, melukai dua dari sekira 30 anak yang hadir di sana. Anak-anak tersebut mengikuti acara doa sekaligus untuk mendapatkan pendidikan agama Kristen. Pasalnya, di sekolah negeri tempat mereka belajar hanya menyediakan pendidikan agama Islam.Insiden ini sungguh ironis, karena terjadi hanya selang beberapa bulan setelah Kota Padang masuk di jajaran kota toleran menurut SETARA Institute. Artinya, pemenuhan hak kebebasan beragama dan beribadah masih jauh panggang dari api.Peristiwa tersebut juga bikin miris. Demikian terang-benderangnya diskriminasi di sekolah negeri. Padahal, Pasal 12 ayat 1 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 secara gamblang menyatakan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.Bagaimana pelbagai diskriminasi ini harus disikapi pemda maupun pemerintah pusat? Bagaimana mengakhiri praktik diskriminasi di dunia pendidikan? Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Kuasa Hukum GKSI Anugerah Padang Yutiasa Fakho, Pimpinan Rumah Doa GKSI Anugerah Padang F. Dachi, Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute Sayyidatul Insiyah, dan Direktur Eksekutif Yayasan Cahaya Guru Muhammad Mukhlisin.
Wacana penghentian sementara atau moratorium pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dilontarkan petinggi partai Nasdem, lantaran tak kunjung ditekennya Keputusan Presiden (Keppres) hingga kondisi keuangan negara yang tengah mengalami efisiensi.Selain moratorium, IKN bahkan diusulkan 'turun kelas' jadi ibu kota provinsi Kalimantan Timur. Padahal, sejak 2022, pembangunan IKN sudah menelan anggaran 150-an triliun rupiah.Sementara, tahun anggaran 2026, Otorita IKN telah mengusulkan total kebutuhan sebesar Rp21,1 triliun. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) bilang, jika moratorium IKN dilakukan, negara bisa berhemat hingga 30 triliun rupiah. Merespons pro kontra publik, pihak istana berkukuh proyek pembangunan IKN masih berjalan sesuai target dan menampik rencana moratorium. Pembangunan sarana dan prasarana pun bakal dikebut tiga tahun ke depan.Pembangunan IKN kontroversial sejak awal dengan berbagai masalahnya. Mulai dari konflik lahan, potensi kerusakan ekosistem, hingga jadi beban anggaran negara.Apakah pembangunan IKN perlu ditunda di tengah keterbatasan fiskal, ataukah bisa berubah fungsi? Bagaimana menagih komitmen pemerintah perihal arah pembangunan IKN agar tak hanya jadi sekadar ambisi dan beban jangka panjang?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Peneliti CORE Indonesia Azhar Syahida dan Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur Mareta Sari.
Kasus beras oplosan kini memasuki tahap penyidikan usai Dittipideksus Bareskrim Polri melalui Satgas Pangan Polri menemukan tindak pidana.Beras oplosan beredar tak hanya di pasar, bahkan sampai di rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium, tapi kualitas dan kuantitasnya tak sesuai yang dijanjikan. Kerugiannya bahkan ditaksir mencapai Rp100 triliun.Presiden Prabowo Subianto menegaskan, praktik mengoplos beras merupakan bentuk penipuan dan pidana.Kementerian Perdagangan menyatakan bagi masyarakat yang merasa dirugikan akibat membeli beras oplosan berhak mengajukan ganti rugi. Ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) bahkan sudah membuka posko pengaduan bagi korban beras oplosan, baik melalui pusat bantuan maupun media sosial, dengan syarat ada struk pembelian.Lalu, pihak mana yang bisa dituntut mengganti kerugian masyarakat? Seperti apa mekanisme yang bisa ditempuh?Bagaimana pula peran kehadiran negara dalam menjamin hak masyarakat? Dan juga dorongan penuntasan kasusnya?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI M. Mufti Mubarok, lalu Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Johan Rosihan, dan Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Gina Sabrina.
Publik ramai mempertanyakan syarat transfer data pribadi warga Indonesia sebagai bagian kesepakatan penurunan tarif Trump menjadi 19 persen. Apakah artinya Amerika Serikat nantinya bisa mengakses dan mengelola data pribadi kita? Transfer data pribadi ini demi menghapus hambatan perdagangan digital antara dua negara. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengklaim transfer data mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Hal itu juga dilakukan dengan negara lain, termasuk Eropa. Jika kita buka Pasal 56 UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), disebutkan bahwa transfer data pribadi ke luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara yang memiliki tingkat pelindungan data pribadi yang setara atau lebih tinggi dengan Indonesia. Masalahnya, Amerika Serikat tidak memiliki undang-undang yang spesifik dan komprehensif tentang pelindungan data pribadi. Berbeda dengan Uni Eropa yang sudah menerapkan General Data Protection Regulation (GDPR), kebijakan yang menjadi rujukan penyusunan UU PDP. Seperti apa proses transfer data pribadi dijalankan? Apa risiko yang harus diwaspadai? Bagaimana dampak jangka panjangnya bagi upaya perlindungan data pribadi? Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi dan Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia (UI) Prof. Hikmahanto Juwana.
Kasus penjualan bayi ke Singapura membuat geger masyarakat. Ada puluhan bayi yang diperdagangkan lintas negara yang diduga kuat dioperasikan oleh sindikat internasional. Sebanyak 12 orang ditetapkan sebagai tersangka.Namun, perkara ini dinilai masih jauh dari tuntas, sebab jejaring pelaku belum seluruhnya terungkap. Muncul pula desakan agar polisi menelusuri dugaan keterlibatan aparat pemerintah.Kasus ini menambah daftar panjang kasus-kasus perdagangan orang yang masif beberapa tahun terakhir. Bayi dan anak-anak turut jadi korban. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sebanyak 431 kasus perdagangan anak terjadi pada 2024.Mengapa kejahatan perdagangan anak dan bayi sulit diberantas? Apa saja kendalanya? Bagaimana nasib anak-anak yang diperdagangkan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Rahmayanti dan Child Protection & Child Rights Governance Technical Advisor Save the Children Indonesia Bagus Wicaksono.
Revisi Undang-Undang HAM kini masuk Prolegnas DPR 2025–2029. Menteri HAM Natalius Pigai menilai UU lama tak lagi relevan, dengan perkembangan isu HAM yang belum sepenuhnya terakomodasi.Sekitar 60% Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) telah disusun, termasuk usulan kontroversial seperti peleburan Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, dan KKR menjadi satu lembaga. Ada juga wacana perluasan kategori pelanggaran HAM.Meski disebut sebagai masukan pakar, koalisi masyarakat sipil menilai revisi ini justru berpotensi melemahkan perlindungan HAM.Selengkapnya simak pembahasan di Ruang Publik KBR bersama Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya, dan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Periode 2017-2022 Ahmad Taufan Damanik.
Kebijakan pemerintah memberi karpet merah bagi rumah sakit asing untuk beroperasi di Indonesia, mengundang berbagai pertanyaan dan keraguan. Apakah ini solusi efektif menekan jumlah WNI yang berobat ke luar negeri atau berwisata medis? Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno menyebut tiap tahun 1 juta WNI memilih mencari penanganan medis di negara lain. Ini menyebabkan kebocoran devisa sebesar Rp200 triliun. Bagaimana memastikan tujuan mengurangi kerugian negara itu tercapai dengan mengundang rumah sakit asing masuk Indonesia?Pemerintah juga bilang kehadiran rumah sakit asing bakal memacu perbaikan layanan Kesehatan di rumah sakit lokal. Sudah bukan rahasia lagi, wisata medis diminati warga RI karena ketidakpuasan terhadap layanan kesehatan di negeri sendiri. Singapura, Malaysia, dan Jepang menjadi destinasi wisata medis favorit karena menawarkan layanan kesehatan yang lebih baik.Apakah masuknya rumah sakit asing menjamin kualitas layanan rumah sakit lokal bakal meningkat? Bagaimana hal itu dicapai? Apa skenario terburuk yang harus diwaspadai jika cita-cita tersebut gagal terwujud? Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Iing Ichsan Hanafi, Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi NasDem Irma Suryani Chaniago, dan Pakar Kesehatan Global dari Griffith University Australia dan YARSI Dr. Dicky Budiman, Ph.D.
Indonesia akhirnya dikenai tarif Trump 19%, turun dari angka sebelumnya, 32%. Tarif ini menjadi yang terendah se-ASEAN. Namun, sebagai timbal balik, produk Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia bebas tarif.Tercatat ada 10 produk ekspor AS bertarif 0%: gandum, jagung, kedelai, kapas, LNG, LPG, pesawat Boeing, besi dan baja, alat kesehatan dan medis, serta laptop dan elektronik.Presiden Prabowo mengeklaim hasil lobi dengan Trump berjalan sesuai harapan dan sudah cukup menguntungkan Indonesia. Apakah benar demikian? Bagaimana tanggapan pelaku usaha? Apa dampak jangka panjangnya bagi ekonomi dalam negeri?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra Kamrussamad, dan Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Rani Septyarini.
Persekusi beruntun dialami komunitas ragam gender di Indonesia hingga pertengahan 2025. Sedikitnya 140 orang menjadi korban, berdasarkan data Arus Pelangi. Sejumlah kegiatan komunitas digerebek polisi, dengan menyematkan framing jahat, sebagai pesta seks. Misalnya, acara "Big Star Got Talent" di Puncak, Bogor yang digerebek tanpa dasar hukum. Sebanyak 75 orang ditangkap, padahal tidak ada bukti pelanggaran apapun.Hingga kini, situasi HAM di Indonesia belum ramah terhadap kelompok ragam gender. Mereka mengalami kerentanan berlapis, minoritas yang terpinggirkan, karena keberadaannya tidak diakui. Di Undang-Undang tentang HAM, komunitas ragam gender tidak masuk dalam kelompok rentan. Mereka bakal jadi kelompok paling terdampak kebijakan atau regulasi tak ramah HAM.Di KUHP, misalnya, ada pasal hukum yang hidup di masyarakat yang bisa mengancam keragaman gender. Bahkan rancangan KUHAP yang kini tengah dikebut DPR, juga berpeluang menambah kerentanan mereka, jika tetap disahkan. Jangan lupakan pula bahwa banyak daerah yang memiliki perda diskriminatif, seperti di Bogor dan Gorontalo.Seperti apa upaya advokasi kelompok ragam gender selama ini? Apa saja tantangannya? Adakah jalan untuk mengakhiri diskriminasi dan persekusi terhadap mereka?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Koordinator Advokasi, Jaringan dan Krisis Respon Crisis Response Mechanism, Richa F. Shofyana dan Koordinator Program dan Riset LBH Masyarakat (LBHM) Novia Puspitasari.
Gelombang penolakan terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) terus mengalir kencang. Di medsos, #TolakRKUHAP berkumandang, juga petisi daring change.org bertajuk "Tolak Revisi KUHAP Abal-Abal". Per Rabu (16/07) siang sudah 7.000-an warga menandatangani petisi tersebut.Terbaru, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP membuat draf tandingan sebagai perlawanan terhadap pembahasan RKUHAP versi pemerintah-DPR yang dinilai penuh kejanggalan dan ugal-ugalan dalam proses penyusunannya. Semisal pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RKUHAP sebanyak 1.676 poin yang rampung hanya dalam waktu dua hari. Proses kilat ini juga dikritik karena minim partisipasi publik.Koalisi menyoroti sejumlah masalah dalam RKUHAP seperti potensi menguatnya impunitas, pelemahan hak tersangka dan terdakwa, penyalahgunaan wewenang TNI/Polri serta langgengnya praktik korupsi.Jika RKUHAP yang bermasalah itu disahkan, maka sistem peradilan pidana dikhawatirkan bakal terus menjauh dari cita-cita ideal. Sudah banyak kasus ketidakadilan dampak dari praktik KUHAP sekarang, salah satunya di kasus Tragedi Kanjuruhan.Ruang Publik KBR mengundang ibu salah satu korban Tragedi Kanjuruhan untuk bercerita. Kami juga mengundang Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitah Sari untuk berbincang tentang nasib pembahasan RKUHAP.Apakah mungkin menundanya? Mengapa pemerintah dan DPR terkesan ngotot mengebut RKUHAP? Jangan lewatkan obrolannya di Ruang Publik KBR
Rangkap jabatan seolah sudah menjadi tradisi di Indonesia. Pekan lalu merupakan gelombang kesekian deretan wakil menteri diangkat sebagai komisaris BUMN. Di antaranya, Wakil Menteri (Wamen) Pemuda dan Olahraga Taufik Hidayat menjabat Komisaris PT PLN Energi Primer Indonesia, Wamen Kebudayaan Giring Ganesha-eks vokalis Nidji- ditunjuk sebagai Komisaris GMF AeroAsia. Ada pula Wamendiktisaintek Stella Christie merangkap Komisaris Pertamina Hulu Energi.Hingga pertengahan Juli 2025, tercatat 30 wamen aktif yang merangkap jabatan di perusahaan pelat merah. Praktik ini disokong regulasi, yakni UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Selain itu, ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80 Tahun 2019 yang menyatakan larangan rangkap jabatan hanya berlaku bagi menteri, bukan wakil menteri.Berulang kali publik menggugat aturan rangkap jabatan ke MK. Meski selalu kandas, tetapi berbagai gugatan yang terus mengalir, memperlihatkan keresahan publik terhadap praktik ini. Rangkap jabatan justru menjauh dari amanat reformasi yang ingin melepaskan diri dari praktik culas tersebut, karena identik dengan Orde Baru. Selain cacat hukum dan niretika, rangkap jabatan rawan konflik kepentingan, sarang korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan.Bagaimana pandangan wakil rakyat tentang praktik ini? Mengapa masih dipertahankan? Adakah jalan untuk mengurangi atau bahkan menghapus praktik rangkap jabatan?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Anggota Komisi VI DPR sekaligus Sekjen Partai Demokrat Herman Khaeron dan Direktur NEXT Indonesia Center Herry Gunawan.
Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Progresnya masih bergulir di tingkat panitia kerja (panja) DPR. Terakhir, Panja RUU Perlindungan pada Rabu (10/7/2025), rapat bersama pelaku usaha dan industri, membahas upaya perlindungan konsumen dan penguatan industri nasional di tengah arus pasar bebas.Banyak pihak mengamini UU yang berusia lebih dari seperempat abad itu perlu diubah, karena sudah tak relevan dengan perkembangan ekonomi digital. UU lama belum mengantisipasi isu-isu kekinian seperti perlindungan data pribadi, tanggung jawab platform digital, hingga mekanisme penyelesaian sengketa daring, apalagi jika bertransaksi lintas negara.Namun, kompleksitas masalah itu dinilai tak cukup direspons dengan merevisi UU Perlindungan Konsumen, tetapi mestinya melakukan amandemen. Dorongan amandemen ketimbang revisi, disuarakan Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI).Seperti apa argumentasinya? Mengapa DPR lebih condong melakukan revisi ketimbang amandemen? Akankah revisi UU Perlindungan Konsumen disahkan tahun ini? Bagaimana dengan peran dan kedudukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) ke depan?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Dr. Novriansyah, S.H, M.H, lalu Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi, dan Anggota Panja RUU Perlindungan Konsumen Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS Askweni.
Pemerintah bakal menata ulang pendidikan karakter bangsa. Rencana ini sebagai evaluasi implementasi Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), yang diteken di era Presiden Jokowi.Klaimnya, itu dalam rangka percepatan pembangunan manusia yang tercantum dalam Asta Cita Prabowo-Gibran demi menuju Generasi Emas 2045.Belum ada penjelasan gamblang tentang apa yang dimaksud dengan menata ulang pendidikan karakter.Dalam siaran pers Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) tertulis bahwa pendekatan karakter mengacu pada profil pelajar Pancasila. Disebutkan pula tentang penguatan iklim kebhinekaan, inklusivitas, moderasi beragama, hingga nasionalisme.Apa latar belakang rencana tata ulang pendidikan karakter bangsa? Bagaimana implementasi pendidikan karakter selama ini? Apa saja catatannya sehingga harus ditata ulang?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Kapus Pengembangan Kompetensi SDM Pendidikan dan Keagamaan, Kementerian Agama RI Dr. Mastuki, M. Ag, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr. Aris Adi Leksono, M.Pd, dan Ketua Program Doktor Pendidikan Bahasa Inggris Unika Widya Mandala Surabaya Prof. Anita Lie.
Kemendagri berencana menaikkan dana bantuan parpol pemilik kursi di DPR menjadi Rp3 ribu per suara. Usulan itu muncul dalam rapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) di Komisi II DPR, Selasa (8/7).Dana bantuan saat ini sebesar Rp1 ribu per suara, sudah naik dari sebelumnya Rp108 per suara. Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, sumber dana partai berasal dari tiga sumber yakni, iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum, dan bantuan APBN/APBD.Jika usulan Mendagri Tito Karnavian disetujui parlemen, maka dana bantuan parpol naik tiga kali lipat. Sebagai contoh, PDIP, yang meraih 25 juta suara sah di Pemilu 2024, saat ini mendapat bantuan Rp25 miliar per tahun. Tiga kali lipat jumlah itu berarti PDIP bisa meraup Rp76 miliar per tahun. Sedangkan, Demokrat yang mengantongi Rp11 miliar dari 11 juta suara sah, nantinya bisa melonjak jadi sekitar Rp33 miliar.Angka ideal untuk dana bantuan parpol memang sejak lama jadi perdebatan. Bahkan, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani sempat menyebut, semestinya dana bantuan parpol Rp10 ribu per suara agar partai bisa maksimal menjalankan fungsinya. Bagaimana mencari angka ideal yang harus digelontorkan negara untuk bantuan dana parpol? Adakah rumusannya? Bagaimana evaluasi terhadap dana bantuan parpol selama ini? Apakah sudah transparan dan akuntabel?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Juru Bicara DPP PDI Perjuangan Aryo Seno Bagaskoro dan Peneliti Divisi Hukum, Demokrasi, dan HAM Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Siska Barimbing.