Perbincangan khas KBR. Mengangkat hal-hal yang penting diketahui demi kemaslahatan masyarakat. Hadir juga di 100 radio jaringan KBR se-Indonesia.

Agenda penguatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan masuk dalam Asta Cita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Namun, realisasi komitmen itu di setahun pemerintahan Prabowo-Gibran, dipertanyakan.Wajah Kabinet Merah Putih bahkan tak berpihak pada perempuan. Hanya ada empat menteri perempuan dari total 49 menteri.Dari sisi anggaran, kementerian dan lembaga yang mengurusi agenda perempuan kena pangkas dengan dalih efisiensi. Misalnya, anggaran Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) 2025 mencapai Rp300,1 miliar atau dipotong Rp153 miliar. Alokasi 2026 malah bakal turun lagi ke angka Rp214,1 miliar. Ini kontras dengan anggaran sektor pertahanan dan keamanan yang meningkat tajam, contohnya di Kementerian Pertahanan yang mencapai Rp247,5 triliun dan Polri Rp138,5 triliun.Persoalan lain yang harus mendapat perhatian adalah masih rentannya perempuan menjadi korban kekerasan. Data SIMFONI-PPA per 26 Oktober 2025 menunjukkan hampir 26 ribu kasus terjadi sepanjang tahun ini dengan lebih dari 22 ribu korban perempuan.Menilik realita tersebut, bagaimana menilai komitmen Prabowo-Gibran terhadap isu-isu perempuan? Apa saja catatannya? Bagaimana mendesak kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada perempuan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Komisioner Komnas Perempuan Yuni Asriyanti dan Perwakilan Perempuan Mahardika Vivi Widyawati.

Program Magang Nasional dimulai tepat setahun pemerintahan Prabowo-Gibran pada Senin (20/10). Program ini bagian dari paket stimulus ekonomi 8+4+5 yang diluncurkan Kemenko Perekonomian. Sebanyak 20 ribu peserta magang diterima untuk gelombang pertama dan akan ditambah hingga 80 ribu peserta program Magang Bergaji pada bulan depan. Anggaran Rp198 miliar digelontorkan untuk uang saku setara Upah Minimum Provinsi (UMP) para peserta magang.Magang Bergaji ini merupakan satu dari lima program utama penyerapan tenaga kerja selain Koperasi Desa Merah Putih, Kampung Nelayan Merah Putih, revitalisasi tambak Pantura, modernisasi kapal nelayan, dan perkebunan rakyat.Tahun pertama kepemimpinan Prabowo-Gibran, masih dibayangi problem pengangguran. Data BPS pada Februari 2025 menunjukkan jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 153,05 juta orang dengan hanya sekitar 3,6 juta lapangan kerja baru hingga awal tahun. Angka pengangguran sarjana juga terus naik tiga tahun terakhir.Publik yang terngiang dengan janji 19 juta lapangan pekerjaan pantas menagih realisasinya. Seperti apa evaluasi kinerja pemerintah dalam menekan angka pengangguran setahun terakhir? Apa saja catatannya? Apakah program-program yang diluncurkan bakal efektif?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Dosen Hukum Ketenagakerjaan FH UGM Nabiyla Risfa Izzati dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal.

Setahun pemerintahan Prabowo-Gibran, laju ekonomi Indonesia berkutat di kisaran 5%, masih jauh dari target ambisius 8% sebagaimana dijanjikan sejak kampanye.Sepanjang tahun ini, ekonomi juga bergolak, yang dipicu berbagai peristiwa di lingkup nasional maupun global. Misalnya anjloknya IHSG ke 5.900 akibat tarif Trump, kebijakan efisiensi anggaran, hingga reshuffle kursi menteri keuangan.Publik tengah menanti hasil nyata dari berbagai gebrakan Menteri Keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa, yang dinilai berbeda cara pikir dengan pendahulunya.Sejumlah kebijakan diluncurkan Purbaya sejak dilantik menggantikan Sri Mulyani, di antaranya penyaluran Rp200 triliun ke bank-bank Himbara, menunda kenaikan tarif cukai rokok 2026, hingga sentilannya soal dana daerah yang mengendap di bank.Selain itu, ada juga catatan tentang potensi merosotnya independensi Bank Indonesia, OJK, dan LPS serta kaburnya batas antara fiskal dan moneter.Seperti apa gambaran ekonomi Indonesia di tahun pertama Prabowo-Gibran? Apakah arah kebijakan ekonomi Prabowo berada di jalur yang tepat?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Otonomi Daerah Sarman Simanjorang dan Ekonom Senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin.

Tingkat kepuasan publik atas kinerja setahun pemerintahan Prabowo-Gibran di sektor pendidikan digadang-gadang mencapai 79%, menurut survei Poltracking Indonesia yang dirilis Senin lalu.Dalam berbagai kesempatan, Prabowo mengklaim pendidikan menjadi prioritas utama pemerintahannya. Anggaran pendidikan di 2026 mencapai Rp769,1 triliun, angka yang disebutnya terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Namun, hampir 30 persennya atau Rp223 triliun tersedot ke program unggulan Makan Bergizi Gratis (MBG). Bandingkan dengan total tunjangan guru/dosen PNS serta tenaga pendidik yang hanya dialokasikan Rp120 triliun. Apakah ini sudah memenuhi komitmen menyejahterakan guru yang Prabowo selalu janjikan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti, Pengamat Pendidikan dari UIN Jakarta/ Ketua Pengurus Besar PGRI Jejen Musfah, dan Peneliti Bidang Pendidikan Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Agung Pardini.

Setahun pemerintahan Prabowo-Gibran, ada sejumlah capaian di sector pemberantasan korupsi. Kemarin, Kejaksaan Agung menyerahkan uang pengganti kerugian negara senilai Rp13,2 triliun dari hasil korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO).Di masa Prabowo, beberapa kasus besar rasuah juga terungkap, di antaranya, perkara korupsi tata kelola minyak di Pertamina yang menyeret pengusaha Riza Chalid. Ada juga pengungkapan kasus korupsi di PT Sritex, Kemendikbud, dan Kemenaker.Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2024 memang naik ke 37 dari tahun sebelumnya di posisi 34/100. Perbaikan ini mendongkrak ranking Indonesia dari 115 ke 99 di antara 180 negara. Namun, skor tersebut masih jauh dibandingkan nilai tertinggi yang pernah dicapai, yakni 40 pada 2019.Di samping itu, ada gelagat problematis dalam pemberantasan korupsi di masa Prabowo. Salah satunya pemberian amnesti untuk Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristianto dan abolisi bagi eks Menteri Perdagangan Tom Lembong yang dinilai sarat politik. Belum lagi urusan RUU Perampasan Aset yang tak kunjung disahkan.Bagaimana menilai kinerja pemerintahan Prabowo di bidang pemberantasan korupsi? Apakah sesuai koridor ideal? Seperti apa catatannya? Apa yang harus diwaspadai?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo dan Koordinator Divisi Advokasi Indonesia Corruption Watch (ICW)

Hari ini, tepat satu tahun pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran yang dilantik pada 20 Oktober 2024. Dalam berbagai kesempatan, Prabowo berulang kali menyatakan komitmennya untuk menjaga demokrasi dan HAM.Namun, sepanjang tahun ini, yang terjadi malah kemunduran, sebagaimana disorot masyarakat sipil. Bentuknya bermacam-macam, di antaranya, 'perburuan' aktivis dan penahanan ratusan demonstran, perluasan kewenangan militer dan polisi di berbagai lini, persekusi terhadap kelompok marjinal seperti minoritas agama dan ragam gender, hingga penuntasan kasus-kasus HAM masa lalu yang stagnan.Bagaimana evaluasi situasi demokrasi dan HAM di setahun pemerintahan Prabowo? Adakah capaian positif? Seperti apa kinerja Kementerian HAM? Apa saja yang harus diperbaiki Prabowo agar komitmennya terhadap demokrasi dan HAM benar-benar terpenuhi?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Komisioner Komnas HAM Saurlin P. Siagian dan Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana.

Pemerintahan Prabowo-Gibran hampir genap setahun. Janji kedaulatan pangan termasuk yang paling sering diungkapkan Prabowo saat kampanye Pilpres 2024, bahkan di kontestasi sebelumnya. Para pembantunya di kabinet juga rajin melempar optimisme.Misalnya, Kementerian Pertanian yakin swasembada beras tercapai akhir tahun ini. Sementara, Menko Pangan Zulkifli Hasan percaya diri Indonesia siap mengekspor beras.Banyak proyek diluncurkan untuk mencapai target ketahanan pangan, seperti, pembangunan lumbung pangan dari tingkat desa hingga nasional, juga memastikan ketersediaan sarana produksi pertanian. Tahun ini, anggaran fantastis sebesar Rp 155,2 triliun digelontorkan bahkan direncanakan naik menjadi Rp 164,4 triliun pada 2026.Namun, Istana Presiden, pada Kamis, 16 Oktober kemarin, didemo ratusan petani yang tidak puas dengan kinerja Prabowo. Di Hari Pangan Sedunia, mereka menuntut reforma agraria yang tak kunjung terlaksana, termasuk mendorong revisi Undang-Undang (UU) Pangan, segera dibahas dan disahkan.Bagaimana situasi ketahanan pangan di tahun pertama Prabowo-Gibran? Apakah kebijakan pangan berada di jalur yang tepat?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian, dan Anggota Komisi IV DPR RI fraksi PKS Riyono Caping.

Dunia pendidikan Indonesia kembali berduka. Di Grobogan, Jawa Tengah, siswa kelas VII SMP Negeri 1 Geyer, berinisial ABP, meninggal dunia, diduga karena dibully dan dianiaya teman sekelasnya. Peristiwanya terjadi pada Sabtu, 11 Oktober lalu, dan masih diusut polisi. Dua teman sekelas korban ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu kemarin.Kasus-kasus bullying masih marak terjadi di sekolah. Selain Grobogan, belakangan ini ada juga kasus di Pacitan, Lampung, dan berbagai daerah lain. Data Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) menunjukkan tindak kekerasan anak naik 34 persen dibandingkan tahun sebelumnya dengan total 21 ribu anak menjadi korban perundungan fisik dan psikis. Lingkungan sekolah menjadi salah satu tempat kejadian terbanyak yang dilaporkan.Padahal, sejak 2023, ada Peraturan Menteri Pendidikan tentang kewajiban tiap satuan pendidikan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Fungsinya, melakukan deteksi dini, penanganan cepat, dan pendampingan psikologis bagi korban maupun pelaku anak.Namun, kenapa perundungan di lingkungan sekolah masih terus berulang? Apa akar masalahnya? Bagaimana menciptakan sekolah yang aman dan bebas dari kekerasan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta sekaligus Peneliti dan Asesor Dr. Eva Imania Elisa, M. Pd, dan Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Agustinus Sirait.

Koperasi, usaha kecil dan menengah (UMKM), serta organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan mendapat bangku prioritas untuk mengelola tambang. Mereka bisa mengelola tambang hingga 2.500 hektare untuk mineral logam atau batubara lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.PP ini terbit 11 September 2025 sebagai turunan dari UU Minerba terbaru yang disahkan kilat pada Februari 2025. Peraturan Menteri ESDM yang memuat aturan teknis Kelola tambangnya, juga tengah dikebut. Kebijakan ini banjir kritik. Di balik peluang ekonomi yang digadang-gadang pemerintah, ada ancaman kerusakan lingkungan yang terus diperingatkan masyarakat sipil. Apalagi, koperasi, UMKM, dan ormas keagamaan terbilang pemain baru di dunia tambang, sehingga dinilai minim pengalaman.Seperti apa ancaman kerusakan alam yang berpotensi terjadi sebagai imbas perluasan izin tambang ini? Apakah sudah ada koperasi, UMKM, dan ormas keagamaan yang mendapat izin mengelola tambang? Bagaimana praktiknya? Bagaimana mengantisipasi atau memitigasi dampak buruknya terhadap lingkungan? Seperti apa skema pengawasannya?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Eddy Misero, dan Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar.

Perhatian publik kembali mengarah ke DPR, usai terungkap lonjakan tajam dana reses dari Rp400 juta menjadi Rp702 juta. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco berdalih, kenaikan dana reses hampir dua kali lipat ini seiring bertambahnya jumlah titik kunjungan anggota dewan ke dapil.Kebijakan ini tampak kontras dengan apa yang terjadi belakangan. Usai demonstrasi besar Agustus lalu, sejumlah tunjangan fantastis DPR dipangkas atau dibatalkan, tetapi kemudian dana reses malah ditambah.Sementara, jika ditilik dari kinerja, DPR tak pernah sepi dari kritik. Sejumlah beleid penting seperti RUU Masyarakat Adat, RUU PPRT, dan RUU Perampasan Aset tak kunjung disahkan. Bandingkan dengan beberapa RUU yang dibahas secepat kilat, seperti RUU BUMN, RUU TNI, dan RUU Minerba.Layakkah dana reses DPR naik? Apakah dana reses selama ini digunakan sesuai peruntukannya? Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban penggunaan kegiatan dan dana reses? Bagaimana pengawasannya selama ini?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Peneliti Indonesian Parliamentary Center (IPC) Arif Adiputro, Dosen Hukum Administrasi dan Keuangan Negara dan Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Beni Kurnia Illahi, dan Staf Advokasi Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Jumisih.

Mendengar kata museum, barangkali yang langsung terbersit adalah bangunan lawas, bernuansa kuno, berisi deretan benda bersejarah. Ada juga yang mungkin menganggap museum sebagai tempat yang membosankan.Berbagai tantangan itu mesti jadi refleksi di Hari Museum Nasional yang diperingati tiap 12 Oktober. Bagaimana membuat museum tetap relevan di era digital dan mampu menarik generasi muda yang sehari-hari berinteraksi dengan gawai. Data terbaru Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mencatat ada 442 museum yang tersebar di 33 provinsi dari Sabang sampai Merauke. Bagaimana mengoptimalkan museum sebagai sarana edukasi dan pelestarian pengetahuan antar-generasi? Seperti apa wajah ideal museum di era kekinian?Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas di Ruang Publik KBR yang kali ini berkunjung ke Museum Nasional Indonesia bersama Penanggung Jawab Unit Museum Nasional Indonesia Muhammad Rosyid Ridlo, S.Pd. M.A, Kreator Konten Bangunan Heritage dari Komunitas Jelajah Budaya Oktal Uska Putra, dan Sejarawan sekaligus Dewan Pakar Komite Memori Kolektif Bangsa (MKB) Asep Kambali.

Polemik soal rencana peningkatan jumlah campuran etanol dalam BBM jenis bensin hingga 10% (E10) terus berlanjut. Seperti diketahui, kewajiban penggunaan etanol bertujuan mengurangi impor dan menghadirkan bahan bakar ramah lingkungan. Praktik ini juga sudah umum di banyak negara, misalnya, Amerika Serikat, Thailand, India, dan Brasil.Meski begitu, ada penolakan terhadap produk BBM beretanol. Sejumlah SPBU swasta menolak membeli base fuel dari PERTAMINA karena ada campuran etanol sebesar 3,5%. Ini tak sesuai dengan spesifikasi murni yang mereka inginkan. Akibatnya, BBM di SPBU swasta seperti BP, Vivo, dan Shell kian langka karena stok habis.Publik juga ragu dengan kualitas bensin dioplos etanol. Bagaimana dampaknya pada performa mesin kendaraan, khususnya sepeda motor keluaran lawas? Apakah bakal bikin boros kendaraan?Apa saja untung rugi bensin dicampur etanol? Apakah mewajibkan pencampuran etanol dalam bensin adalah solusi tepat untuk energi bersih? Bagaimana win-win solution atas polemik ini?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral & Batubara (ASPEBINDO) Anggawira, Anggota Komisi VI DPR Fraksi PKS Nevi Zuairina, dan Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin.

Penanganan sumber paparan radiasi Cesium 137 (Cs-137) di Kawasan Industri Modern Cikande, Serang, Banten masih terus berlangsung. Satgas Penanganan Radiasi Radionuklida Cs-137 yang dikomandoi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama dengan BRIN, Bapeten, dan Polri telah melakukan dekontaminasi empat kegiatan usaha terdampak radiasi di Cikande. Dari total temuan 32 titik radiasi sebanyak 10 titik berada di luar kawasan industri itu dan 22 titik lainnya berada di dalam area industri. Sejalan dengan itu, pemerintah juga menghentikan sementara impor besi dan logam bekas yang diduga menjadi penyebab kontaminasi radioaktif Cs-137.Di sisi lain, warga yang tinggal di zona terdampak radiasi Cs-137 belum juga direlokasi meski sudah ditetapkan sebagai area kejadian khusus. Padahal dari hasil pemeriksaan kesehatan terhadap 1.562 pekerja dan warga sekitar Cikande, tercatat ada sembilan orang terpapar kontaminasi zat radioaktif itu. Ancaman zat radioaktif tidak hanya berdampak langsung pada kesehatan dan lingkungan, tetapi juga menimbulkan risiko jangka panjang yang memengaruhi generasi mendatang.Apakah strategi pemerintah menangani radiasi Cs-137 Cikande sudah tepat? Bagaimana mitigasi paparan radiasi sehingga tak kian meluas? Bagaimana situasi terkini di lapangan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Bidang Diplomasi dan Komunikasi Publik Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Cesium-137 Bara Hasibuan, Peneliti Ahli Utama pada Organisasi Riset Tenaga Nuklir Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Djarot S. Wisnubroto, dan Manager Kampanye Infrastruktur dan Tata Ruang WALHI Sawun

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alias KDM kembali bikin heboh lewat kebijakan donasi Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu). Dalam Surat Edaran (SE) tertanggal 1 Oktober 2025, ASN, anak sekolah, hingga masyarakat umum diminta menyisihkan Rp1000 per hari. Donasi yang terkumpul bakal dipakai untuk memenuhi kebutuhan mendesak seperti urusan pendidikan, kesehatan, hingga masalah hukum. Kabupaten Purwakarta, daerah yang sempat dipimpin KDM, menjadi wilayah pertama yang memulai donasi Poe Ibu.Kebijakan ini mengundang kritik berbagai lapisan masyarakat karena dianggap sebagai bentuk pungutan liar (pungli) berkedok donasi. Celah masalah juga kentara dari prosedur terbitnya Surat Edaran yang dilakukan tanpa konsultasi publik. Belum lagi masalah besaran nilai donasi yang dinilai tak jelas dasar hukumnya.Apakah donasi ala KDM ini melanggar hukum? Apakah kebijakan tersebut harus dihentikan? Apa dampaknya jika kebijakan donasi meluas?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Managing Partner PH&H Public Policy Interest Group Agus Pambagio, Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Gurnadi Ridwan, dan Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhammad Khozin.

Desakan penghapusan tunjangan pensiun seumur hidup bagi anggota DPR RI kembali menguat. Desakan ini masuk daftar "17+8 Tuntutan Rakyat", tetapi perlahan terlupakan.Adalah gugatan ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan Psikolog Lita Linggayani dan Advokat Syamsul Jahidin, menjadi pengingat. Mereka mengajukan uji materiil atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980, aturan yang sudah berumur 45 tahun, sumber legitimasi hak istimewa tersebut.Sudah 5.175 bekas anggota DPR yang dibayarkan uang pensiunnya dengan uang rakyat. Total nilainya Rp226 miliar.Tunjangan pensiun seumur hidup bagi anggota DPR mencederai rasa keadilan. Mereka bisa menikmati privilese ini tanpa persyaratan ketat, tanpa potong gaji, bahkan bisa turun ke ahli waris. Berkinerja buruk hingga terjerat korupsi pun tak menggugurkan hak pensiun. Bandingkan dengan rakyat yang harus banting tulang bekerja puluhan tahun, dan uangnya tetap tak cukup untuk menghidupi hari tua.Menilik kondisi ini, masih pantaskah hak istimewa tunjangan pensiun bagi anggota DPR dipertahankan? Bagaimana peluang gugatan di MK dikabulkan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Advokat sekaligus Penggugat Hak Pensiun DPR ke MK Syamsul Jahidin, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Nanik Prasetyoningsih, dan Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.

Di balik kemeriahan peringatan HUT ke-80 TNI pada Minggu, (05/10) lalu, arah reformasi militer terus dipertanyakan. Pasalnya, di era Presiden Prabowo Subianto, kiprah TNI terus dikritik kalangan pegiat HAM, pengamat, dan akademisi karena dinilai kian menjauh dari cita-cita reformasi.Peran TNI di ranah sipil makin luas yang dilegitimasi dengan pengesahan UU TNI, Maret lalu. Praktiknya tak cuma dwifungsi, tetapi multifungsi, contohnya penempatan prajurit aktif dalam jabatan sipil, perpanjangan usia pensiun perwira bintang, dan pembentukan enam kodam baru. Besarnya kekuasaan ini membuka peluang penyalahgunaan wewenang yang bisa mengancam supremasi sipil.Terlebih, kasus-kasus kekerasan yang melibatkan personel TNI juga terus terjadi. Sistem peradilan militer menyulitkan publik mendapatkan keadilan dan berpotensi menebalkan impunitas.Bagaimana wajah TNI saat ini? Ke mana arah reformasi militer di era Prabowo? Apakah terjadi kemunduran?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Peneliti SETARA Institute sekaligus Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri Ikhsan Yosarie, Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Mike Verawati Tangka, dan Guru Besar Politik & Keamanan Universitas Padjadjaran sekaligus Senior Advisor LAB 45 Jakarta Prof. Muradi.

Kapolri Listyo Sigit Prabowo baru-baru ini menerbitkan Perkap Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penindakan Aksi Penyerangan terhadap Kepolisian. Perkap yang diteken pada Senin (29/09) itu terdiri dari 18 pasal, berisi panduan bagi polisi untuk melakukan penangkapan, penyitaan, pemeriksaan, hingga penggunaan senjata api (senpi) dengan amunisi karet dan amunisi tajam. Tindakan-tindakan tersebut bisa diambil polisi saat menghadapi ancaman penyerangan yang berpotensi membahayakan jiwa petugas, merusak fasilitas, maupun mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.Aturan ini disambut kritik keras dari masyarakat sipil karena berseberangan dengan semangat reformasi kepolisian yang digadang-gadang pemerintah dan Polri. Penggunaan senpi, misalnya, Perkap hanya mensyaratkan tindakan itu diambil secara tegas dan terukur. Ini berbeda dengan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian yang membolehkan penggunaan senpi jika petugas dalam kondisi terdesak atau terancam jiwanya.Tanpa batasan jelas, aturan ini mengancam ruang demokrasi dan membuka peluang masifnya praktik kekerasan oleh polisi. Korps Bhayangkara kerap disorot karena menjadi pelaku dugaan praktik penyiksaan terbanyak sepanjang 2020-2024 berdasarkan data Komnas HAM.Apa latar belakang munculnya Perkap ini? Apa urgensinya? Seperti apa gambaran implementasinya? Apakah aturan ini masih bisa dibatalkan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Abdul Haris Semendawai, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Drs. Edi Saputra Hasibuan, SH. MH, dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Kasus keracunan massal menu Makan Bergizi Gratis (MBG) kian bertambah. Yang terbaru di Pasar Rebo, Jakarta Timur dengan korban 20 siswa dan Garut, Jawa Barat dengan korban 282 siswa. Di Garut, pemda sudah menetapkannya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).Sebelumnya, KLB juga ditetapkan di Bandung Barat setelah keracunan MBG terjadi di sejumlah kecamatan seperti Lembang, Cisarua, Parongpong, dan Cipongkor. Jumlah korbannya lebih dari seribu siswa dari berbagai jenjang pendidikan.Per 30 September 2025, total jumlah korban keracunan MBG tembus 6.457 orang, mayoritas di Pulau Jawa, berdasarkan data Badan Gizi Nasional (BGN).Desakan penghentian sementara bahkan penolakan program MBG makin keras disuarakan oleh berbagai kalangan. Terlebih, Ombudsman RI juga mengungkap sederet temuan masalah di pengelolaan MBG.Namun, aspirasi ini tak digubris. Pemerintah hanya menutup Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bermasalah. Sedangkan program MBG tetap dilanjutkan, sembari menjanjikan perbaikan tata kelola, diantaranya, SPPG wajib memperbaiki proses sanitasi dan punya Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS) dan wajib mempekerjakan chef bersertifikat. Selain itu, Perpres Tata Kelola MBG juga dijanjikan terbit pekan ini.Apakah sejumlah strategi ini bakal ampuh mencegah kasus-kasus keracunan MBG? Apakah tata kelola MBG ke depan bisa optimal dengan strategi tersebut?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Kepala Keasistenan Analisis Pencegahan Maladministrasi, Sektor Ekonomi I, Ombudsman RI Kusharyanto dan Founder and CEO Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Satyani Saminarsih.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal "turun kasta" menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN). Pada Jumat (26/9) lalu, DPR dan pemerintah menyepakati perubahan nomenklatur tersebut dalam rapat panitia kerja Revisi UU BUMN. Perubahan status tinggal menunggu pengesahan di Rapat Paripurna DPR. Dalam skema baru, nantinya BP BUMN akan berfungsi sebagai regulator, sedangkan BPI Danantara fokus di operasional.Sejak kehadiran BPI Danantara sebagai superholding, fungsi Kementerian BUMN perlahan menciut. Danantara kini menjadi pemegang saham utama dan pengelola operasional banyak perusahaan pelat merah. Konsekuensinya, posisi Kementerian BUMN mulai kehilangan relevansi.Perubahan ini memicu pro-kontra. Tak hanya urusan kelembagaan, tetapi juga menyangkut masa depan tata kelola ratusan perusahaan pelat merah, serta dampaknya ke perekonomian negara.Bagaimana dampak perubahan Kementerian BUMN menjadi BP BUMN? Tepatkah keputusan ini? Apakah kehadiran BP BUMN dan Danantara akan membuat kinerja BUMN lebih baik?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Managing Partner BUMN Research Group Lembaga Management FEB UI Toto Pranoto, Ketua Satgas Pangan HIPMI/ Wasekjen BPP HIPMI M. Hadi Nainggolan, dan Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron.

Pada 2028, Ibu Kota Nusantara (IKN) bakal menjadi ibu kota politik Indonesia. Ketetapan ini termuat dalam Perpres Nomor 79 Tahun 2025 yang diteken Presiden Prabowo pada 30 Juni 2025.Dalam lampiran Perpres disebutkan, ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi, di antaranya, Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN sudah terbangun 800-850 hektare, pembangunan gedung atau perkantoran harus mencapai 20 persen, persentase pembangunan hunian atau rumah tangga yang layak, terjangkau, serta berkelanjutan di IKN juga harus mencapai 50 persen.Di sisi lain, status baru IKN ini dinilai masih kabur dan berpotensi bermasalah. Pasalnya, tidak ada istilah ibu kota politik dalam Undang-Undang Ibu Kota Negara Nomor 21 Tahun 2023 (UU IKN).Bagaimana duduk perkara IKN sebagai ibu kota politik? Apakah ini keputusan tepat? Apa saja konsekuensinya? Siapa saja yang bakal terdampak terkait perubahan ini? Bagaimana wajah IKN ke depan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Syafuan Rozi dan Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melempar sinyal, cukai rokok bakal turun tahun depan. Purbaya bilang bakal bertemu dengan sejumlah pengusaha rokok dalam waktu dekat sebelum memutuskan arah kebijakannya soal cukai rokok.Narasi yang dilontarkan Purbaya tampak berseberangan dengan pendahulunya, Sri Mulyani yang lebih menekankan pada pengendalian konsumsi rokok dan menekan prevalensi perokok anak. Sedangkan Purbaya cenderung menjaga keberlangsungan industri rokok di tengah banyaknya pengangguran.Sikap Menkeu baru memicu gelombang kritik dari kelompok yang bertahun-tahun mengadvokasi upaya pengendalian tembakau dan kesehatan masyarakat. Studi Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) pada 2024 menunjukkan kenaikan tarif cukai sebesar 45% berpotensi menurunkan konsumsi rokok kretek hingga 27,7% dan rokok putih sebesar 19,5%. Bahkan mendongkrak penerimaan negara hingga Rp7,92 triliun dan menciptakan lebih dari 148 ribu lapangan kerja.Sementara Komnas Pengendalian Tembakau terang-terangan menentang pernyataan Menteri Purbaya bahwa tarif cukai rokok yang saat ini mencapai 57%, terlalu tinggi. Komnas justru berpandangan angka itu masih rendah dibanding negara lain, sehingga belum efektif menekan konsumsi rokok di tanah air.Bagaimana polemik-polemik ini mesti disikapi? Seperti apa dampaknya jika tarif cukai rokok turun, tetap, atau naik tahun depan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Sekretaris Jenderal Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT) Tulus Abadi, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB Zainul Munasichin, dan Ketua Satgas Pangan HIPMI/ Wasekjen BPP HIPMI M. Hadi Nainggolan.

Komitmen dan arah reformasi kepolisian mulai dipertanyakan. Gelagatnya bisa dibaca dari langkah-langkah yang diambil Presiden Prabowo dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam merespons kemarahan publik terhadap kekerasan aparat saat gelombang demonstrasi akhir Agustus lalu.Di internal Korps Bhayangkara, Kapolri Listyo Sigit Prabowo sudah membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri, yang terdiri 52 perwira tinggi dan perwira menengah Polri.Sementara, Presiden Prabowo tengah bersiap membentuk Komite Reformasi Kepolisian, yang salah satunya bakal diisi eks Menko Polhukam Mahfud MD. Prabowo juga mengangkat Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat dan Reformasi Kepolisian.Publik dibuat bingung, mengapa ada dua tim reformasi kepolisian? Apakah wewenangnya bakal tumpang tindih? Seberapa jauh totalitas tim internal Polri dalam mereformasi institusinya sendiri?Bagaimana pula dengan rencana Prabowo membentuk Komite Reformasi Polri? Unsur mana saja yang wajib masuk? Bagaimana memastikan janji reformasi kepolisian benar-benar ditepati?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim, dan Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto.

Hari ini sekitar 25 ribu petani bakal turun ke jalan, memeringati Hari Tani Nasional. Aksi yang melibatkan elemen buruh, mahasiswa, dan masyarakat sipil ini digelar serentak di berbagai wilayah, seperti Jakarta, Aceh, Medan, Palembang, Jambi, Lampung, Semarang, Makassar, Manado, hingga Kupang. Mereka menuntut penuntasan 24 permasalahan struktural agraria dan 9 langkah perbaikan.Petani juga menuntut pembentukan Badan Pelaksana Reforma Agraria Nasional yang lebih otoritatif. Pasalnya, Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang digadang-gadang sejak era Jokowi dinilai gagal karena terbukti memperparah ketimpangan penguasaan tanah seiring meningkatnya petani yang kehilangan lahan.Janji reforma agraria kembali muncul di era Presiden Prabowo, bahkan menjadi agenda prioritas Asta Cita. Namun, hingga kini belum ada kebijakan dan program yang mendukung implementasinya. Yang terjadi adalah berbagai letupan konflik agraria, perampasan lahan, ketimpangan penguasaan tanah, kriminalisasi petani, serta tumpang tindih kebijakan.Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat sepanjang 2015–2024, terjadi 3.234 konflik agraria dengan luas mencapai 7,4 juta hektar. Konflik ini berdampak pada 1,8 juta keluarga yang kehilangan tanah dan mata pencaharian.Bagaimana situasi reforma agraria di era Prabowo? Bagaimana mendesak komitmen serius Prabowo dalam membenahi tata kelola agraria yang adil dan berkelanjutan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Wakil Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Agus Ruli Ardiansyah, Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS Slamet, dan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.

Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU) Perampasan Aset memasuki babak baru. Setelah mangkrak sejak diinisiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di era Presiden SBY pada 2008, RUU Perampasan Aset akhirnya masuk Prolegnas Prioritas 2025. Ini diputuskan dalam Rapat Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dengan Kementerian Hukum, serta Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI pada Kamis (18/09) lalu. Disinyalir langkah tersebut sebagai respons atas "17+8 Tuntutan Rakyat" yang turut memasukkan desakan pengesahan RUU Perampasan Aset.Namun, meski masuk prioritas 2025, RUU Perampasan Aset diperkirakan tak bakal disahkan tahun ini. DPR menegaskan tak akan tergesa-gesa membahasnya dengan dalih demi menjamin partisipasi publik yang bermakna.Publik sudah menanti komitmen serius pemberantasan korupsi. Tak cuma menghukum koruptor, tetapi juga mengamankan duit negara yang dicuri lewat aturan perampasan aset. Kejaksaan Agung mencatat kerugian negara akibat tindak pidana korupsi mencapai Rp310,61 triliun pada 2024, tetapi hanya Rp1,3 triliun aset negara yang mampu dipulihkan.Apakah RUU Perampasan Aset bakal jadi terobosan dalam upaya pemberantasan korupsi dan penyelamatan aset negara? Apakah ada potensi tumpang tindih dengan undang-undang lain? Hal-hal apa saja yang harus diwaspadai?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Golkar Dapil 5 Jawa Timur, Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda Orin Gusta Andini, dan Ketua Komisi Kejaksaan RI sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof. Pujiyono Suwadi.

Desakan untuk menghentikan sementara atau moratorium program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus bermunculan. Ini menyusul kasus keracunan massal yang terus bertambah dan meluas di berbagai daerah. Selama sepekan terakhir, kasus keracunan massal MBG datang dari Garut, Gunungkidul, Lamongan, Baubau, hingga Sumbawa. Ratusan anak mengalami gejala mual, muntah, bahkan sampai dirawat di rumah sakit.Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) per September 2025, tak kurang dari 5.360 anak keracunan menu MBG sejak program prioritas Prabowo-Gibran ini diluncurkan pada awal tahun. JPPI menyebut tragedi keracunan MBG sebagai darurat kemanusiaan nasional, sebab, alih-alih menyehatkan dan mencerdaskan, MBG justru mengancam nyawa anak-anak.Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menyoroti persoalan serius pada kualitas makanan. Temuan KPAI per April-Agustus 2025, sebanyak 583 anak pernah menerima menu MBG dalam kondisi rusak, bau, atau basi. Sebanyak 11 anak tetap mengonsumsi makanan yang rusak karena berbagai alasan.Pihak Istana melalui juru bicaranya sekaligus Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi menjanjikan evaluasi menyeluruh MBG. Sanksi akan diberikan kepada dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menyebabkan keracunan.Sementara Badan Gizi Nasional (BGN) akan mendatangkan mesin pencuci piring yang menggunakan air panas untuk ompreng dan menambah jumlah dapur MBG karena program makan gratis akan diperluas ke guru, tenaga pendidik, dan kader posyandu.Apakah sikap pemerintah sudah tepat? Mengapa pemerintah gagal mencegah keracunan massal MBG berulang? Apakah program MBG harus distop permanen?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra, Koordinator Program dan Advokasi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ari Hardianto, dan Pakar Kesehatan Global dari Griffith University Australia, Dr. Dicky Budiman.

Belum genap setahun menjabat RI1, Presiden Prabowo sudah tiga kali merombak kabinet. Makin banyak orang lingkaran dekat Prabowo yang menempati pos strategis, menggeser tokoh-tokoh yang dianggap bagian dari kekuatan politik lain.Ini terlihat dari pencopotan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, digantikan Ferry Juliantono yang merupakan kader Gerindra, kemudian juga pengangkatan Angga Raka Prabowo menggantikan posisi Hasan Nasbi di kursi Kepala Badan Komunikasi Pemerintah. Ada pula Djamari Chaniago yang dipilih menggantikan Budi Gunawan sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. Djamari dikenal Prabowo sejak dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI).Total ada 11 kader Gerindra di jajaran pembantu Presiden. Kabinet pun kian gemuk menjadi 49 kementerian sejak dibentuknya Kementerian Haji dan Umrah.Gelombang reshuffle diyakini belum reda, mengingat kursi kosong Menteri BUMN usai Erick Thohir digeser menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).Apa yang bisa dibaca dari reshuffle berjilid-jilid kabinet Prabowo? Apakah ini upaya meredam gejolak publik yang memuncak saat gelombang unjuk rasa akhir Agustus lalu? Seperti apa arah politik ke depan dan dampaknya pada kinerja pemerintahan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiatri dan Kepala Badan Komunikasi Strategis Demokrat Herzaky Mahendra Putra.

Proyek bagi-bagi televisi pintar (smart TV) atau interactive flat panel (IFP) ke sekolah hingga akhir tahun tengah tuai sorotan. Distribusi smart TV merupakan bagian dari program prioritas Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Tujuannya, mengatasi kekurangan guru lewat pembelajaran jarak jauh hingga menjangkau daerah terpencil. Anggaran sebesar 7,9 triliun rupiah pun digelontorkan untuk penyediaan 330 ribu smart TV.Proses pengadaan smart TV ini berlangsung kilat. Hanya butuh 20 hari sebelum akhirnya pemerintah bersepakat dengan Hisense, perusahaan elektronik asal Cina. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pun tidak membuka tender, sebagaimana pengadaan barang dalam program pemerintah pada umumnya. LKPP menunjuk langsung perusahaan penyedia dan penyalur layar interaktif tersebut.Deputi Bidang Hukum Dan Penyelesaian Sanggah LKPP Setya Budi Arijanta mengatakan pengadaan smart TV sudah sesuai prosedur yang tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalihnya, program prioritas pemerintah yang berhubungan dengan digitalisasi tidak wajib menggunakan tender.Sejumlah kalangan mengkritisi proyek yang dinilai minim kajian dan tidak menyentuh akar masalah pendidikan. Selain itu, proyek tidak mempertimbangkan keterbatasan infrastruktur pendukung seperti listrik dan jaringan internet yang belum merata. Dikhawatirkan, proyek ini malah menjadi celah rasuah, seperti pengadaan laptop Chromebook yang kini menjerat eks Menteri Pendidikan Nadiem Makarim.Apakah penggunaan smart tv bakal menjadi solusi pembelajaran jarak jauh yang efektif? Apakah pengadaan smart TV esensial dan bakal berdampak signifikan pada perbaikan kualitas pendidikan? Bagaimana memastikan anggaran pengadaan tak membuka celah korupsi?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji dan Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah.

Publik menanti realisasi janji perbaikan ekonomi lewat "Paket Stimulus Ekonomi 8+4+5". Kebijakan ini mencakup 8 program akselerasi, 4 program lanjutan, dan 5 program penyerapan tenaga kerja. Total stimulus yang digelontorkan mencapai Rp16,23 triliun, demi mengejar target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen pada akhir 2025.Pembukaan lapangan kerja baru difokuskan untuk mengisi Koperasi Desa Merah Putih, Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP), revitalisasi tambak di Pantai Utara Jawa (Pantura), modernisasi kapal nelayan, dan program perkebunan rakyat.Paket ekonomi ini diluncurkan selang tak lama setelah unjuk rasa besar berujung rusuh di berbagai daerah. Rakyat dibuat geram oleh kenaikan tunjangan anggota DPR di tengah ekonomi sulit, gelombang PHK, dan krisis lapangan kerja.Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS pada Februari 2025 mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di kelompok usia muda 15–24 tahun masih tinggi, yakni 16%. Artinya, dari setiap 100 anak muda yang masuk angkatan kerja, ada 16 orang yang menganggur. Secara keseluruhan, pengangguran terbuka nasional mencapai 4,76% dari 153,05 juta angkatan kerja atau sekitar 7,26 juta jiwa.Apakah paket stimulus ekonomi ini realistis dan menjawab kebutuhan lapangan kerja yang tepat sasaran? Bagaimana memastikan penyerapan tenaga kerja lewat lima program ini berkelanjutan dan tidak sekadar janji belaka? Bagaimana pengusaha merespons kebijakan baru ini?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bob Azam, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB Neng Eem Marhamah Zulfa, juga Peneliti dan Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Effendi.

Rencana pembentukan tim reformasi Polri bakal segera terlaksana usai Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang terdiri dari sejumlah tokoh bangsa dan lintas agama saat berdialog dengan Presiden Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta pada Kamis (11/9) pekan lalu. Reformasi Polri yang didesakkan GNB adalah tuntutan pembenahan menyeluruh institusi kepolisian, utamanya berkaitan dengan tindak kekerasan terhadap masyarakat sipil yang memprihatinkan, seperti yang terjadi pada peristiwa demonstrasi 25-31 Agustus 2025.Dalam periode itu pula, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat sebanyak sepuluh orang meninggal, sekitar 1.000-an demonstran luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit, serta 3.300 lebih demonstran ditangkap polisi. Peristiwa tewasnya Affan Kurniawan, ojek daring yang dilindas kendaraan taktis Polri di tengah massa unjuk rasa, kian menggenapinya.Atas dasar hal tersebut, Presiden menyambut gagasan dari para perwakilan tokoh bangsa. Kini, publik masih menanti siapa saja nama-nama yang akan mengisi susunan tim reformasi Polri.Gema Reformasi Polri di tubuh Korps Bhayangkara sejatinya kerap digaungkan, meski nyatanya jalan di tempat. Sejak dicanangkan pada tahun 1999, reformasi Polri yang salah satu tujuannya mengubah karakter polisi menjadi polisi sipil yang humanis dan tidak lagi berbudaya militeristik, urung terwujud.Mengapa pembentukan tim reformasi Polri kali ini sangat mendesak? Apakah tim khusus reformasi bakal menjadi jawaban atas reformasi total di tubuh Polri? Bagaimana langkah mewujudkan keseriusan reformasi Polri?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Gufron Mabruri, Tokoh Gerakan Nurani Bangsa (GNB) sekaligus Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom, dan Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitahsari.

Tanggal 15 September diperingati sebagai Hari Kesadaran Limfoma Sedunia (World Lymphoma Awareness Day). Ini untuk meningkatkan kesadaran global mengenai limfoma, jenis kanker yang menyerang sistem limfatik atau kelenjar getah bening.Di Indonesia, limfoma menempati posisi ketujuh kasus kanker tertinggi. Data Kementerian Kesehatan pada 2023 menunjukkan sebanyak 16.125 orang menderita kanker limfoma atau 4,1% dari total kasus kanker di Tanah Air.Seperti halnya kasus-kasus kanker lain, deteksi dini juga menjadi tantangan bagi penanganan kasus limfoma. Pasien datang dalam kondisi stadium lanjut, sehingga tingkat keberhasilan pengobatan menurun, sementara biaya perawatan meningkat.Apa penyebab rendahnya tingkat deteksi dini kanker limfoma? Bagaimana cara mengoptimalkan langkah pencegahan? Seberapa siap fasilitas Kesehatan di Indonesia untuk menangani kasus limfoma? Bagaimana pengalaman penyintas kanker limfoma mengakses layanan perawatan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Penyintas Kanker Limfoma dari Cancer Information and Support Center (CISC) Agnes Emmy dan Spesialis Penyakit Dalam di MRCCC Siloam dr. Ralph Girson Gunarsa, Sp.PD-KHOM.

Status darurat bencana selama sepekan ditetapkan Pemerintah Provinsi Bali pasca-banjir bandang melanda sejak Selasa (09/09). Beberapa daerah yang terendam banjir terparah adalah Kota Denpasar, Badung, Jembrana, dan Tabanan dengan lebih dari 120 titik banjir. Per Kamis (11/09), data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali mencatat 14 orang meninggal dunia, 2 orang hilang, dan 500-an warga mengungsi.Selain faktor curah hujan tinggi, masifnya pembangunan menjadi salah satu penyebab utama banjir. Hal ini diakui Wakil Gubernur (Wagub) Bali I Nyoman Giri Prasta. Menurutnya, banjir bakal berdampak ke sektor pariwisata.Di Bali, pembangunan hotel dan sarana akomodasi pariwisata lainnya memang kian pesat. Data BPS mencatat, ada 113 hotel berbintang di Bali pada tahun 2000. Jumlahnya melonjak tajam menjadi 593 hotel pada 2024. Di tahun yang sama, sekitar 700 hektare sawah di Bali dialihfungsikan menjadi resor, vila, klub, dan pusat komersial lainnya, menurut data Dinas Pertanian Provinsi Bali mendata per 2024, sekitar 700 hektar sawah dialihfungsikan menjadi resor, vila, klub, dan pusat komersial lainnya.Para pegiat lingkungan berulang kali mewanti-wanti potensi bencana di balik praktik serampangan alih fungsi lahan.Apa yang perlu lekas dibenahi dari kondisi saat ini? Bagaimana pula perkembangan tanggap darurat di lapangan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Kapusdatinkom BNPB) Abdul Muhari, Kepala UPTD Pengendalian Bencana Daerah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali I Wayan Suryawan, dan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Daerah Bali Made Krisna Dinata.

Polemik menyeruak ke publik usai muncul Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) yang melarang pelajar ikut aksi demonstrasi. Pemicu keluarnya SE tersebut, tak lain karena masifnya keterlibatan pelajar dalam gelombang unjuk rasa di beberapa daerah akhir Agustus lalu. Bahkan, pelajar berusia 16 tahun asal Tangerang Banten, Andika Lutfi Falah, meninggal setelah mengikuti aksi demo yang berakhir ricuh di Gedung DPR Jakarta.Berbekal dari serangkaian peristiwa tersebut, SE dimaksudkan sebagai upaya pencegahan siswa turun ke jalan dan fokus belajar. Sekolah diminta mengawasi ketat siswanya agar tak ikut terpancing turun ke jalan. Bahkan, para guru didorong memantau aktivitas media sosial anak didik mereka.Surat edaran itu tak ayal memantik reaksi sejumlah kalangan. Sebagian menyoroti imbauan larangan itu sebagai bentuk pembungkaman pelajar lantaran mengerdilkan hak kritis mereka dalam berekspresi dan berpendapat.Lalu, apakah larangan pelajar ikut unjuk rasa melanggar hak asasi? Bagaimana dampaknya bagi kebebasan bersuara dan berpendapat anak? Bagaimana upaya pemda mendorong ruang aman bagi anak untuk menyalurkan aspirasinya?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Chico Hakim, Presidium Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Herdiansyah Hamzah, dan Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru

Upaya menghidupkan kembali Pasukan Pengamanan Masyarakat alias Pam Swakarsa terus menuai polemik. Di Surabaya, upaya ini sudah jadi nyata, dengan pembentukan Pam Swakarsa di tiap RW yang didukung penuh pemerintah kota. Langkah tersebut ditengarai sebagai tindak lanjut arahan TNI yang mendorong aktivasi Pam Swakarsa, buntut gelombang demonstrasi di berbagai daerah, akhir Agustus lalu, yang berujung rusuh dan jatuh korban jiwa.Di media sosial dan aplikasi perpesanan, beredar surat berjudul “Pelaksanaan Instruksi Pengamanan Swakarsa di Seluruh Indonesia” yang terbit pada 1 September 2025. Surat tersebut ditandatangani Ketua Umum Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (GM FKPPI) Dwi Rianta Soerbakti dan Sekjen, Ari Garyanida.Setelah Surabaya, bukan tak mungkin daerah lain bakal menyusul membentuk Pam Swakarsa. Apalagi sejumlah anggota DPR juga sudah menyatakan dukungan.Sedangkan, masyarakat sipil pegiat HAM tetap konsisten menolak reaktivasi Pam Swakarsa, karena punya jejak hitam di masa lalu. Di 1998, Pam Swakarsa dimanfaatkan dan dipersenjatai untuk menghalau demonstran yang berunjuk rasa saat Sidang Istimewa MPR. Kehadiran Pam Swakarsa dikhawatirkan bakal menciptakan ketakutan serta meningkatkan eskalasi konflik horizontal.Apa urgensi dan relevansi pembentukan kembali Pam Swakarsa? Apa motif di balik upaya melibatkan kelompok sipil dalam menjaga keamanan wilayah? Apa saja yang harus diwaspadai dari reaktivasi Pam Swakarsa di tengah kondisi masyarakat saat ini? Bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi pro kontra publik soal keterlibatan ormas dan sipil dalam pengamanan masyarakat?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia dan HAM Indonesia (PBHI) Gina Sabrina, Ketua Bidang Politik PP KB Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) Arif Bawono, dan Duta Besar RI untuk Filipina dan Republik Kepulauan Marshall dan Republik Palau Agus Widjojo.

Sri Mulyani mendadak trending usai dicopot dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) dan digantikan Purbaya Yudhi Sadewa per Senin (08/09) kemarin. Empat pos lain yang juga terkena reshuffle jilid 2 adalah Budi Gunawan (Menko Politik dan Keamanan), Abdul Kadir Karding (Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia), Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi), dan Dito Ariotedjo (Menteri Pemuda dan Olahraga).Pasar langsung bereaksi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup anjlok 100,49 poin atau 1,28 persen ke level 7.766.Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers perdananya, kemarin menyatakan percaya diri dengan pengalamannya dalam pengelolaan fiskal sejak era pemerintahan SBY pada 2008.Purbaya sudah ditunggu bertumpuk-tumpuk pekerjaan rumah, di antaranya masalah fiskal, reformasi pajak, pengelolaan APBN, hingga beban utang negara.Apakah Purbaya sosok Menkeu yang tepat di situasi sekarang? Apa saja catatan untuk Menkeu baru? Bagaimana respons pasar maupun publik terhadap pemilihan Purbaya sebagai pengganti Sri Mulyani?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ekonom Senior INDEF Tauhid Ahmad dan Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny.

Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) berencana mengajukan permohonan praperadilan terhadap penangkapan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen dan sejumlah aktivis. Upaya hukum yang dilakukan polisi dinilai cacat prosedur.Delpedro dan beberapa aktivis seperti Syahdan Husein dari Gejayan Memanggil, Khariq Anhar, mahasiswa Universitas Riau, dua pegiat media sosial RAP, dan Figha Lesmana, saat ini berstatus sebagai tersangka. Mereka dituduh menghasut pelajar, termasuk anak-anak untuk melakukan tindakan yang dilabeli polisi sebagai "aksi anarkis", dalam gelombang unjuk rasa yang terjadi sejak 25 Agustus 2025 lalu.Langkah polisi ini dikecam sebagai bentuk kriminalisasi aktivis dan pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat. Polisi dinilai gagal membedakan antara ekspresi kebebasan berpendapat dan provokasi.Peristiwa ini menambah daftar panjang kriminalisasi terhadap warga. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat sejak 2019 sampai dengan Mei 2025, ada 154 kasus kriminalisasi oleh polisi dengan total 1.097 orang korban. Sebagian besar kriminalisasi terjadi ketika masyarakat tengah melakukan demonstrasi dan saat mengkritisi kebijakan di media sosial.Bagaimana perkembangan terbaru kasus kriminalisasi terhadap Delpedro dan kawan-kawan? Bagaimana dengan tuntutan masyarakat sipil agar kasus tersebut dihentikan? Mengapa kriminalisasi terhadap warga terus terjadi? Apakah Indonesia sudah darurat kebebasan berpendapat?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Anggota Kompolnas Yusuf Warsyim, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya, dan Pakar Hukum Pidana Dr. Chairul Huda, SH, MH.

Sekolah Rakyat baru berjalan sebulan, tetapi sudah diterpa ragam masalah. Di awal peluncuran, ada 143 guru Sekolah Rakyat mundur karena mengeluhkan lokasi sekolah yang jauh. Seratusan siswa juga batal bergabung dengan berbagai alasan, seperti ketidaksiapan tinggal di asrama dan memilih bersekolah di sekolah reguler.Selain itu, kekhawatiran akan potensi munculnya stigma sekolah "kelas dua" terus membayangi. Dampak lanjutannya bisa mengarah pada diskriminasi dan tekanan psikologi pada anak, karena harus tinggal di asrama, jauh dari keluarga. Kualitas dan keberlanjutan program pun juga menjadi pertanyaan.Namun, di tengah segala permasalahan itu, ada asa yang dititipkan oleh para orangtua dan anak-anak yang mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat.Apakah yang bisa dimaknai dari perjalanan awal Sekolah Rakyat ini? Bagaimana mestinya pemerintah bersikap? Apa dampaknya bagi keberlanjutan Sekolah Rakyat?Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas di Ruang Publik KBR yang kali ini berkunjung ke Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 13 Kota Bekasi Jawa Barat, bersama Kepala Sekolah SRMA 13 Bekasi Lastri Fajarwati, Kasubag Perencanaan, Dinas Sosial Kota Bekasi Rino Budiarti, dan Koordinator Program dan Advokasi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ari Hardianto.

Komnas Perempuan mencatat ada 305 kebijakan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan sejak tahun 2000 hingga sekarang. Misalnya, pemaksaan busana, pembakuan peran gender, aturan ketenagakerjaan, hingga pembatasan kehidupan beragama. Sedangkan di level nasional, hanya 62 kebijakan dari 28 ribuan kebijakan atau 0,2 persen saja, yang benar-benar terkait pemenuhan hak perempuan dan penanganan kekerasan.Padahal, kesetaraan gender dan perlindungan HAM bagi perempuan dijamin konstitusi. Tak kurang 40 hak konstitusional perempuan yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945.Publik lantas bertanya-tanya, mengapa pemerintah atau negara masih terus mengeluarkan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan? Bukankah itu bentuk pelanggaran konstitusi? Daerah mana saja yang punya aturan diskriminatif gender? Bagaimana tantangan mengadvokasi aturan atau kebijakan yang ramah gender?Topik ini kita bahas di Ruang Publik KBR bersama Sundari Amir Komisioner Komnas Perempuan dan Mike Verawati Tangka Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).

Gelombang protes publik berkumandang di dunia maya lewat unggahan "17+8 Tuntutan Rakyat" sejak Sabtu (30/08). Unggahan yang memuat total 25 tuntutan ditujukan kepada Presiden, DPR, partai politik, Polri, dan TNI. Isinya, antara lain mendesak pembebasan seluruh demonstran yang ditahan, pembekuan tunjangan DPR, hingga penarikan TNI dalam pengamanan sipil.Dukungan dari banyak figur publik seperti Jerome Polin, Andovi da Lopez, Endah N Rhesa, Dian Sastro, dan sejumlah komika, membuat "17+8 Tuntutan Rakyat" kian meluas. Negara diberi tenggat 5 September 2025 untuk 17 tuntutan jangka pendek dan satu tahun (hingga 31 Agustus 2026) untuk 8 tuntutan jangka panjang.Suara keprihatinan atas kondisi bangsa juga datang dari kalangan akademisi yang tergabung dalam Aliansi Akademisi Peduli Indonesia. Sebanyak 344 akademisi menyerukan tujuh tuntutan, di antaranya restrukturisasi kabinet, revisi instrumen hukum dan kebijakan instan, serta menghentikan wacana darurat militer atau sipil.Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menanggapinya dengan pernyataan normatif, yakni pemerintah akan melakukan komunikasi antarkementerian/lembaga untuk merespons deretan tuntutan yang disampaikan masyarakat.Apa yang mendasari munculnya berbagai tuntutan tersebut? Mengapa harus ada tenggat? Bagaimana jika tuntutan-tuntutan itu tak dipenuhi negara?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Prof. Susi Dwi Harijanti, Community Lead Think Policy Efraim Leonard, dan Komika Eky Priyagung.

TikTok membekukan sementara fitur live streaming di Indonesia sejak Sabtu (30/8) lalu, usai kerusuhan pecah saat demo menolak tunjangan DPR. Pembekuan rencananya bakal berlaku hingga beberapa hari ke depan. Langkah ini diambil Tiktok usai dipanggil Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo. Namun, Komdigi mengklaim keputusan Tiktok membekukan fitur live, bukanlah atas permintaan pemerintah, melainkan inisiatif platform media sosial asal Cina itu sendiri.Publik kadung curiga langkah tersebut adalah upaya sensor dan pembatasan akses informasi yang berpotensi melanggar hak asasi warga. Di sisi lain, pemerintah selama ini dinilai abai dengan peredaran hoaks dan disinformasi di jagat maya.Apakah pembekuan fitur live Tiktok adalah langkah tepat atau bentuk pelanggaran hak? Bagaimana dampak pembatasan akses informasi yang meluas? Bagaimana kecenderungan narasi mobilisasi massa lewat media sosial? Adakah upaya yang ampuh untuk menangkal peredaran hoaks di tengah maraknya isu demonstrasi?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Co-Founder & Fact-Check Specialist Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) Aribowo Sasmito, Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum, dan Lead Analyst Drone Emprit Nova Mujahid.

Pekan lalu, kita menyaksikan kemarahan rakyat tereskalasi dalam hitungan hari bahkan jam, menjelma menjadi demonstrasi hingga amuk massa. Tak cuma di Jakarta, tetapi merembet cepat ke berbagai daerah. Itu semua adalah akumulasi kemarahan rakyat atas kebijakan yang tidak adil, sikap pejabat yang nirempati, dan aparat yang represif.Jatuh empat korban jiwa, ekses dari kerusuhan dan brutalitas aparat. Pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob di Jakarta. Sedangkan, di Makassar, Sulawesi Selatan, tiga ASN tewas terjebak di dalam gedung DPRD yang dibakar massa.Kemarin, Presiden Prabowo mengumumkan pembatalan tunjangan anggota DPR dan moratorium kunjungan luar negeri DPR, usai bertemu 8 pimpinan parpol di Istana Kepresidenan, Jakarta.Prabowo juga memerintahkan pemeriksaan terhadap aparat polisi pengendara rantis yang melindas Affan dilakukan cepat dan transparan. Presiden memastikan negara menghormati kebebasan berpendapat dan terbuka mendengar aspirasi rakyat yang disampaikan secara damai.Beberapa parpol menonaktifkan kader-kader bermasalah karena pernyataan-pernyataannya yang blunder, seperti Uya Kuya dan Eko Patrio dari PAN, serta Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Nasdem.Apakah langkah-langkah ini cukup untuk meredam amarah publik? Bagaimana negara mesti bersikap terhadap brutalitas aparat yang terus berulang? Apakah ada potensi kerusuhan bakal meluas? Bagaimana mencegahnya?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Ketua Komnas HAM Anis Hidayah, Plt. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati, dan Antropolog Geger Rianto.

Tren lonjakan harga beras di saat stok cadangan beras pemerintah (CBP) melimpah bikin publik gerah. Harga beras di beberapa wilayah bahkan sempat menyentuh Rp60 ribu per kg. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga pekan ketiga Agustus 2025, lonjakan harga beras terjadi di 200 kabupaten/kota, naik dari pekan sebelumnya yang mencapai 193 kabupaten/kota.Kondisi itu tak sinkron dengan klaim Kementerian Pertanian (Kementan) bahwa stok beras per Agustus 2025 mencapai 4,2 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah republik ini.Sebagai upaya menstabilkan harga beras, Kementan menggelar operasi pasar hingga Desember 2025. Targetnya, sebanyak 1,3 juta ton beras dikucurkan lewat program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Sementara untuk solusi jangka pendek, Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengerek Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium se-Indonesia menjadi Rp 13.500 per kilogram.Masalah tata kelola beras sejak dulu selalu disebut sebagai biang kerok harga beras tak kunjung turun. Mengapa masalah ini sulit terurai? Apa yang bisa kita telaah dari data pemerintah yang tak sinkron dengan kondisi lapangan? Bagaimana dampak kenaikan harga beras bagi pelaku pasar?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (PERPADI) Sutarto Alimoeso, Peneliti CORE Indonesia Eliza Mardian, dan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.

Pemberian gelar tanda kehormatan dari Presiden Prabowo Subianto untuk 141 tokoh pada awal pekan ini, masih menyisakan tanda tanya. Banyak nama dari Kabinet Merah Putih dan elit partai politik pendukung Prabowo. Di antaranya, Zulkifli Hasan, Muhaimin Iskandar, Bahlil Lahadalia, Saifullah Yusuf, dan lainnya.Sejumlah nama juga dipersoalkan karena punya rekam jejak bermasalah, misalnya eks Menkopolhukam Wiranto dan bekas Kepala BIN AM Hendropriyono yang diduga tersangkut kejahatan HAM. Ada juga sosok Haji Isam yang diduga terseret kasus korupsi dan Burhanuddin Abdullah yang pernah dibui karena korupsi.Mereka dianggap layak menerima karena berkelakuan baik, setia pada bangsa, tidak pernah dipidana penjara minimal 5 tahun, dan berjasa bagi negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, para penerima berhak mendapat sejumlah fasilitas, di antaranya tunjangan dan pensiun seumur hidup, serta dimakamkan di taman makam pahlawan.Apakah nama-nama tersebut pantas menerima gelar kehormatan? Seberapa penting pemberian gelar-gelar ini? Apa motif di baliknya?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Divisi Pemantauan Impunitas Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jane Rosalina Rumpia dan Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia Arif Nurul Imam.