Perbincangan khas KBR. Mengangkat hal-hal yang penting diketahui demi kemaslahatan masyarakat. Hadir juga di 100 radio jaringan KBR se-Indonesia.
Wacana blokir gim Roblox terus bergulir. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti menyerukan larangan Roblox untuk anak karena gim ini dinilai sarat unsur kekerasan.Gayung bersambut, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi membuka peluang Roblox diblokir. Selain itu, ada kasus meresahkan Juli lalu di Kalimantan Timur. Predator anak menggunakan Roblox untuk menyasar remaja perempuan.Namun, di sisi lain, tak sedikit pula yang kontra karena menghambat hak warga mencari hiburan lewat gim. Termasuk potensi pembatasan kreativitas dan ruang interaksi anak. Bagaimana jalan tengahnya? Adakah cara ampuh untuk mencegah dampak buruk gim bagi anak? Bagaimana menciptakan ekosistem kanal bermain virtual yang aman dan nyaman bagi anak?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Diyah Puspitarini dan Psikiater RS Atma Jaya sekaligus Dosen Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Unika Atma Jaya dr. Eva Suryani, Sp.KJ.s
Tempat usaha seperti kafe dan restoran kelimpungan karena wajib membayar royalti atas pemutaran lagu, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta maupun Surat Keputusan SK Menteri Hukum. Sebetulnya regulasi soal royalti ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu, tetapi belum ditegakkan.Sejumlah pelaku usaha bersiasat dengan tidak lagi memutar musik dan menggantinya dengan suara alam atau kicauan burung. Pasalnya, bayar royalti berarti menambah beban pengeluaran. Sedangkan, menaikkan harga barang/jasa bakal jadi pilihan sulit karena berpotensi membuat konsumen kabur.Di sisi lain, ada kepentingan musisi maupun pencipta lagu yang juga harus dihargai dan dilindungi.Apakah ada jalan keluar dari dilema ini? Bagaimana mekanisme ideal dari penerapan royalti musik di tempat usaha? Bagaimana semestinya pemerintah bersikap atas polemik ini?Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama: Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dharma Oratmangun, Sekertaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, dan Pengamat Musik Buddy Ace.
Sekolah Rakyat baru berumur sekitar tiga pekan, tetapi sudah diterpa aneka masalah. Sebanyak 143 guru Sekolah Rakyat mundur karena mengeluhkan lokasi sekolah yang jauh. Tak hanya itu, 115 siswa juga batal bergabung dengan beragam alasan, seperti ketidaksiapan tinggal di asrama dan memilih bersekolah di sekolah reguler.Kementerian Sosial mengklaim mundurnya ratusan guru dan siswa tak bakal mengganggu proses pendidikan di Sekolah Rakyat.Apakah yang bisa dipelajari dari kejadian ini? Bagaimana mestinya pemerintah bersikap? Apa dampaknya bagi keberlanjutan Sekolah Rakyat?Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti, dan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji.
Pemerintah mewacanakan kebijakan satu harga beras sebagai solusi masalah kesenjangan harga beras dan mencegah beras oplosan. Jika diterapkan, berarti kasta beras dihapus, yang selama ini terbagi menjadi beras premium dan medium, nantinya disederhanakan menjadi beras umum atau reguler.Beras umum hanya akan memiliki satu harga eceran tertinggi (HET) yang diatur langsung oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas). Pemerintah juga tengah menggodok parameter kualitas dan harga beras umum. Harapannya, konsumen tak lagi terkecoh membeli beras berlabel premium yang isinya ternyata tidak sesuai dengan kualitas yang dijanjikan.Apakah kebijakan ini menjawab berbagai persoalan beras yang tak kunjung selesai? Bagaimana untung ruginya dan siapa saja yang menikmatinya? Apa saja potensi masalah yang mesti diantisipasi?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Slamet, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian, dan Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Khudori.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membuka blokir lebih dari 28 juta rekening "nganggur" atau dormant sejak bulan lalu. Reaktivasi ini dilakukan sebagai respons atas protes masyarakat yang merasa dirugikan.Pemblokiran merupakan tindak lanjut atas data yang dilaporkan oleh 107 bank. Sebagian besar rekening dibekukan guna mencegah penyalahgunaan, menurut PPATK.Sepanjang 2024, tercatat 28 ribu rekening dijual untuk kepentingan judi online, lalu 10 juta rekening penerima bansos dengan dana mengendap Rp 2,1 triliun, serta 2 ribu rekening dormant milik instansi pemerintah dengan dana sekitar Rp500 miliar.Apa yang salah? Bagaimana duduk perkaranya? Apakah blokir rekening terbukti ampuh mencegah penyalahgunaan keuangan? Bagaimana temuan dan evaluasi PPATK? Apakah kebijakan ini perlu dilanjutkan atau dibatalkan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Ketua Tim Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M. Natsir Kongah, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana, dan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M. Rizal Taufikurahman.Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Ketua Tim Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M. Natsir Kongah, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana, dan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M. Rizal Taufikurahman.
Fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya tanya (Rohana) di mal dan pusat perbelanjaan banyak dikaitkan dengan kemiskinan di perkotaan. Rojali dan Rohana dianggap mencerminkan pelemahan daya beli karena masyarakat mengerem belanja.Namun, analisis itu ditepis Kementerian Perdagangan dengan mengklaim bahwa saat ini daya beli masyarakat masih terjaga. Rujukannya adalah data Bank Indonesia pada Mei 2025 yang menunjukkan Indeks Penjualan Riil (IPR) masih tumbuh 1,9 persen yoy, dan IPR Juni juga diperkirakan kembali tumbuh 2 persen yoy.Setali tiga uang, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan tren Rojali dan Rohana merupakan bentuk dinamika konsumsi masyarakat yang berubah di tengah tekanan ekonomi, bukan perkara kemiskinan.Jumlah penduduk miskin nasional per Maret 2025 tercatat 23,85 juta orang. Menurut BPS, ini capaian angka kemiskinan terendah selama 20 tahun terakhir.Namun, ketika diulik, persentase kemiskinan di kota justru naik menjadi 6,73 persen dan angka setengah pengangguran di perkotaan meningkat 460 ribu orang. Hal ini menunjukkan bahwa keterbatasan pendapatan juga dialami masyarakat urban.Apakah tren Rojali dan Rohana layak dijadikan indikator kemiskinan? Bagaimana pengusaha pusat perbelanjaan dan pembuat kebijakan merespons fenomena ini? Bagaimana intervensi pemerintah dalam mendongkrak daya beli masyarakat dan menekan angka kemiskinan di perkotaan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonsus Widjaja, Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Ninasapti Triaswati Ph.D, dan Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP Selly Andriany Gantina.
Perusakan rumah doa Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Kota Padang, Sumatera Barat dikecam berbagai kalangan, karena sarat pelanggaran Aksi intoleran yang terjadi Minggu, 27 Juli 2025 ini, melukai dua dari sekira 30 anak yang hadir di sana. Anak-anak tersebut mengikuti acara doa sekaligus untuk mendapatkan pendidikan agama Kristen. Pasalnya, di sekolah negeri tempat mereka belajar hanya menyediakan pendidikan agama Islam.Insiden ini sungguh ironis, karena terjadi hanya selang beberapa bulan setelah Kota Padang masuk di jajaran kota toleran menurut SETARA Institute. Artinya, pemenuhan hak kebebasan beragama dan beribadah masih jauh panggang dari api.Peristiwa tersebut juga bikin miris. Demikian terang-benderangnya diskriminasi di sekolah negeri. Padahal, Pasal 12 ayat 1 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 secara gamblang menyatakan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.Bagaimana pelbagai diskriminasi ini harus disikapi pemda maupun pemerintah pusat? Bagaimana mengakhiri praktik diskriminasi di dunia pendidikan? Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Kuasa Hukum GKSI Anugerah Padang Yutiasa Fakho, Pimpinan Rumah Doa GKSI Anugerah Padang F. Dachi, Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute Sayyidatul Insiyah, dan Direktur Eksekutif Yayasan Cahaya Guru Muhammad Mukhlisin.
Wacana penghentian sementara atau moratorium pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dilontarkan petinggi partai Nasdem, lantaran tak kunjung ditekennya Keputusan Presiden (Keppres) hingga kondisi keuangan negara yang tengah mengalami efisiensi.Selain moratorium, IKN bahkan diusulkan 'turun kelas' jadi ibu kota provinsi Kalimantan Timur. Padahal, sejak 2022, pembangunan IKN sudah menelan anggaran 150-an triliun rupiah.Sementara, tahun anggaran 2026, Otorita IKN telah mengusulkan total kebutuhan sebesar Rp21,1 triliun. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) bilang, jika moratorium IKN dilakukan, negara bisa berhemat hingga 30 triliun rupiah. Merespons pro kontra publik, pihak istana berkukuh proyek pembangunan IKN masih berjalan sesuai target dan menampik rencana moratorium. Pembangunan sarana dan prasarana pun bakal dikebut tiga tahun ke depan.Pembangunan IKN kontroversial sejak awal dengan berbagai masalahnya. Mulai dari konflik lahan, potensi kerusakan ekosistem, hingga jadi beban anggaran negara.Apakah pembangunan IKN perlu ditunda di tengah keterbatasan fiskal, ataukah bisa berubah fungsi? Bagaimana menagih komitmen pemerintah perihal arah pembangunan IKN agar tak hanya jadi sekadar ambisi dan beban jangka panjang?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Peneliti CORE Indonesia Azhar Syahida dan Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur Mareta Sari.
Kasus beras oplosan kini memasuki tahap penyidikan usai Dittipideksus Bareskrim Polri melalui Satgas Pangan Polri menemukan tindak pidana.Beras oplosan beredar tak hanya di pasar, bahkan sampai di rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium, tapi kualitas dan kuantitasnya tak sesuai yang dijanjikan. Kerugiannya bahkan ditaksir mencapai Rp100 triliun.Presiden Prabowo Subianto menegaskan, praktik mengoplos beras merupakan bentuk penipuan dan pidana.Kementerian Perdagangan menyatakan bagi masyarakat yang merasa dirugikan akibat membeli beras oplosan berhak mengajukan ganti rugi. Ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) bahkan sudah membuka posko pengaduan bagi korban beras oplosan, baik melalui pusat bantuan maupun media sosial, dengan syarat ada struk pembelian.Lalu, pihak mana yang bisa dituntut mengganti kerugian masyarakat? Seperti apa mekanisme yang bisa ditempuh?Bagaimana pula peran kehadiran negara dalam menjamin hak masyarakat? Dan juga dorongan penuntasan kasusnya?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI M. Mufti Mubarok, lalu Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Johan Rosihan, dan Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Gina Sabrina.
Publik ramai mempertanyakan syarat transfer data pribadi warga Indonesia sebagai bagian kesepakatan penurunan tarif Trump menjadi 19 persen. Apakah artinya Amerika Serikat nantinya bisa mengakses dan mengelola data pribadi kita? Transfer data pribadi ini demi menghapus hambatan perdagangan digital antara dua negara. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengklaim transfer data mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Hal itu juga dilakukan dengan negara lain, termasuk Eropa. Jika kita buka Pasal 56 UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), disebutkan bahwa transfer data pribadi ke luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara yang memiliki tingkat pelindungan data pribadi yang setara atau lebih tinggi dengan Indonesia. Masalahnya, Amerika Serikat tidak memiliki undang-undang yang spesifik dan komprehensif tentang pelindungan data pribadi. Berbeda dengan Uni Eropa yang sudah menerapkan General Data Protection Regulation (GDPR), kebijakan yang menjadi rujukan penyusunan UU PDP. Seperti apa proses transfer data pribadi dijalankan? Apa risiko yang harus diwaspadai? Bagaimana dampak jangka panjangnya bagi upaya perlindungan data pribadi? Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi dan Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia (UI) Prof. Hikmahanto Juwana.
Kasus penjualan bayi ke Singapura membuat geger masyarakat. Ada puluhan bayi yang diperdagangkan lintas negara yang diduga kuat dioperasikan oleh sindikat internasional. Sebanyak 12 orang ditetapkan sebagai tersangka.Namun, perkara ini dinilai masih jauh dari tuntas, sebab jejaring pelaku belum seluruhnya terungkap. Muncul pula desakan agar polisi menelusuri dugaan keterlibatan aparat pemerintah.Kasus ini menambah daftar panjang kasus-kasus perdagangan orang yang masif beberapa tahun terakhir. Bayi dan anak-anak turut jadi korban. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sebanyak 431 kasus perdagangan anak terjadi pada 2024.Mengapa kejahatan perdagangan anak dan bayi sulit diberantas? Apa saja kendalanya? Bagaimana nasib anak-anak yang diperdagangkan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas bersama Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Rahmayanti dan Child Protection & Child Rights Governance Technical Advisor Save the Children Indonesia Bagus Wicaksono.
Revisi Undang-Undang HAM kini masuk Prolegnas DPR 2025–2029. Menteri HAM Natalius Pigai menilai UU lama tak lagi relevan, dengan perkembangan isu HAM yang belum sepenuhnya terakomodasi.Sekitar 60% Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) telah disusun, termasuk usulan kontroversial seperti peleburan Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, dan KKR menjadi satu lembaga. Ada juga wacana perluasan kategori pelanggaran HAM.Meski disebut sebagai masukan pakar, koalisi masyarakat sipil menilai revisi ini justru berpotensi melemahkan perlindungan HAM.Selengkapnya simak pembahasan di Ruang Publik KBR bersama Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya, dan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Periode 2017-2022 Ahmad Taufan Damanik.
Kebijakan pemerintah memberi karpet merah bagi rumah sakit asing untuk beroperasi di Indonesia, mengundang berbagai pertanyaan dan keraguan. Apakah ini solusi efektif menekan jumlah WNI yang berobat ke luar negeri atau berwisata medis? Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno menyebut tiap tahun 1 juta WNI memilih mencari penanganan medis di negara lain. Ini menyebabkan kebocoran devisa sebesar Rp200 triliun. Bagaimana memastikan tujuan mengurangi kerugian negara itu tercapai dengan mengundang rumah sakit asing masuk Indonesia?Pemerintah juga bilang kehadiran rumah sakit asing bakal memacu perbaikan layanan Kesehatan di rumah sakit lokal. Sudah bukan rahasia lagi, wisata medis diminati warga RI karena ketidakpuasan terhadap layanan kesehatan di negeri sendiri. Singapura, Malaysia, dan Jepang menjadi destinasi wisata medis favorit karena menawarkan layanan kesehatan yang lebih baik.Apakah masuknya rumah sakit asing menjamin kualitas layanan rumah sakit lokal bakal meningkat? Bagaimana hal itu dicapai? Apa skenario terburuk yang harus diwaspadai jika cita-cita tersebut gagal terwujud? Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Iing Ichsan Hanafi, Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi NasDem Irma Suryani Chaniago, dan Pakar Kesehatan Global dari Griffith University Australia dan YARSI Dr. Dicky Budiman, Ph.D.
Indonesia akhirnya dikenai tarif Trump 19%, turun dari angka sebelumnya, 32%. Tarif ini menjadi yang terendah se-ASEAN. Namun, sebagai timbal balik, produk Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia bebas tarif.Tercatat ada 10 produk ekspor AS bertarif 0%: gandum, jagung, kedelai, kapas, LNG, LPG, pesawat Boeing, besi dan baja, alat kesehatan dan medis, serta laptop dan elektronik.Presiden Prabowo mengeklaim hasil lobi dengan Trump berjalan sesuai harapan dan sudah cukup menguntungkan Indonesia. Apakah benar demikian? Bagaimana tanggapan pelaku usaha? Apa dampak jangka panjangnya bagi ekonomi dalam negeri?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra Kamrussamad, dan Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Rani Septyarini.
Persekusi beruntun dialami komunitas ragam gender di Indonesia hingga pertengahan 2025. Sedikitnya 140 orang menjadi korban, berdasarkan data Arus Pelangi. Sejumlah kegiatan komunitas digerebek polisi, dengan menyematkan framing jahat, sebagai pesta seks. Misalnya, acara "Big Star Got Talent" di Puncak, Bogor yang digerebek tanpa dasar hukum. Sebanyak 75 orang ditangkap, padahal tidak ada bukti pelanggaran apapun.Hingga kini, situasi HAM di Indonesia belum ramah terhadap kelompok ragam gender. Mereka mengalami kerentanan berlapis, minoritas yang terpinggirkan, karena keberadaannya tidak diakui. Di Undang-Undang tentang HAM, komunitas ragam gender tidak masuk dalam kelompok rentan. Mereka bakal jadi kelompok paling terdampak kebijakan atau regulasi tak ramah HAM.Di KUHP, misalnya, ada pasal hukum yang hidup di masyarakat yang bisa mengancam keragaman gender. Bahkan rancangan KUHAP yang kini tengah dikebut DPR, juga berpeluang menambah kerentanan mereka, jika tetap disahkan. Jangan lupakan pula bahwa banyak daerah yang memiliki perda diskriminatif, seperti di Bogor dan Gorontalo.Seperti apa upaya advokasi kelompok ragam gender selama ini? Apa saja tantangannya? Adakah jalan untuk mengakhiri diskriminasi dan persekusi terhadap mereka?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Koordinator Advokasi, Jaringan dan Krisis Respon Crisis Response Mechanism, Richa F. Shofyana dan Koordinator Program dan Riset LBH Masyarakat (LBHM) Novia Puspitasari.
Gelombang penolakan terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) terus mengalir kencang. Di medsos, #TolakRKUHAP berkumandang, juga petisi daring change.org bertajuk "Tolak Revisi KUHAP Abal-Abal". Per Rabu (16/07) siang sudah 7.000-an warga menandatangani petisi tersebut.Terbaru, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP membuat draf tandingan sebagai perlawanan terhadap pembahasan RKUHAP versi pemerintah-DPR yang dinilai penuh kejanggalan dan ugal-ugalan dalam proses penyusunannya. Semisal pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RKUHAP sebanyak 1.676 poin yang rampung hanya dalam waktu dua hari. Proses kilat ini juga dikritik karena minim partisipasi publik.Koalisi menyoroti sejumlah masalah dalam RKUHAP seperti potensi menguatnya impunitas, pelemahan hak tersangka dan terdakwa, penyalahgunaan wewenang TNI/Polri serta langgengnya praktik korupsi.Jika RKUHAP yang bermasalah itu disahkan, maka sistem peradilan pidana dikhawatirkan bakal terus menjauh dari cita-cita ideal. Sudah banyak kasus ketidakadilan dampak dari praktik KUHAP sekarang, salah satunya di kasus Tragedi Kanjuruhan.Ruang Publik KBR mengundang ibu salah satu korban Tragedi Kanjuruhan untuk bercerita. Kami juga mengundang Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitah Sari untuk berbincang tentang nasib pembahasan RKUHAP.Apakah mungkin menundanya? Mengapa pemerintah dan DPR terkesan ngotot mengebut RKUHAP? Jangan lewatkan obrolannya di Ruang Publik KBR
Rangkap jabatan seolah sudah menjadi tradisi di Indonesia. Pekan lalu merupakan gelombang kesekian deretan wakil menteri diangkat sebagai komisaris BUMN. Di antaranya, Wakil Menteri (Wamen) Pemuda dan Olahraga Taufik Hidayat menjabat Komisaris PT PLN Energi Primer Indonesia, Wamen Kebudayaan Giring Ganesha-eks vokalis Nidji- ditunjuk sebagai Komisaris GMF AeroAsia. Ada pula Wamendiktisaintek Stella Christie merangkap Komisaris Pertamina Hulu Energi.Hingga pertengahan Juli 2025, tercatat 30 wamen aktif yang merangkap jabatan di perusahaan pelat merah. Praktik ini disokong regulasi, yakni UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Selain itu, ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80 Tahun 2019 yang menyatakan larangan rangkap jabatan hanya berlaku bagi menteri, bukan wakil menteri.Berulang kali publik menggugat aturan rangkap jabatan ke MK. Meski selalu kandas, tetapi berbagai gugatan yang terus mengalir, memperlihatkan keresahan publik terhadap praktik ini. Rangkap jabatan justru menjauh dari amanat reformasi yang ingin melepaskan diri dari praktik culas tersebut, karena identik dengan Orde Baru. Selain cacat hukum dan niretika, rangkap jabatan rawan konflik kepentingan, sarang korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan.Bagaimana pandangan wakil rakyat tentang praktik ini? Mengapa masih dipertahankan? Adakah jalan untuk mengurangi atau bahkan menghapus praktik rangkap jabatan?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Anggota Komisi VI DPR sekaligus Sekjen Partai Demokrat Herman Khaeron dan Direktur NEXT Indonesia Center Herry Gunawan.
Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Progresnya masih bergulir di tingkat panitia kerja (panja) DPR. Terakhir, Panja RUU Perlindungan pada Rabu (10/7/2025), rapat bersama pelaku usaha dan industri, membahas upaya perlindungan konsumen dan penguatan industri nasional di tengah arus pasar bebas.Banyak pihak mengamini UU yang berusia lebih dari seperempat abad itu perlu diubah, karena sudah tak relevan dengan perkembangan ekonomi digital. UU lama belum mengantisipasi isu-isu kekinian seperti perlindungan data pribadi, tanggung jawab platform digital, hingga mekanisme penyelesaian sengketa daring, apalagi jika bertransaksi lintas negara.Namun, kompleksitas masalah itu dinilai tak cukup direspons dengan merevisi UU Perlindungan Konsumen, tetapi mestinya melakukan amandemen. Dorongan amandemen ketimbang revisi, disuarakan Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI).Seperti apa argumentasinya? Mengapa DPR lebih condong melakukan revisi ketimbang amandemen? Akankah revisi UU Perlindungan Konsumen disahkan tahun ini? Bagaimana dengan peran dan kedudukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) ke depan?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Dr. Novriansyah, S.H, M.H, lalu Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi, dan Anggota Panja RUU Perlindungan Konsumen Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS Askweni.
Pemerintah bakal menata ulang pendidikan karakter bangsa. Rencana ini sebagai evaluasi implementasi Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), yang diteken di era Presiden Jokowi.Klaimnya, itu dalam rangka percepatan pembangunan manusia yang tercantum dalam Asta Cita Prabowo-Gibran demi menuju Generasi Emas 2045.Belum ada penjelasan gamblang tentang apa yang dimaksud dengan menata ulang pendidikan karakter.Dalam siaran pers Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) tertulis bahwa pendekatan karakter mengacu pada profil pelajar Pancasila. Disebutkan pula tentang penguatan iklim kebhinekaan, inklusivitas, moderasi beragama, hingga nasionalisme.Apa latar belakang rencana tata ulang pendidikan karakter bangsa? Bagaimana implementasi pendidikan karakter selama ini? Apa saja catatannya sehingga harus ditata ulang?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Kapus Pengembangan Kompetensi SDM Pendidikan dan Keagamaan, Kementerian Agama RI Dr. Mastuki, M. Ag, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr. Aris Adi Leksono, M.Pd, dan Ketua Program Doktor Pendidikan Bahasa Inggris Unika Widya Mandala Surabaya Prof. Anita Lie.
Kemendagri berencana menaikkan dana bantuan parpol pemilik kursi di DPR menjadi Rp3 ribu per suara. Usulan itu muncul dalam rapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) di Komisi II DPR, Selasa (8/7).Dana bantuan saat ini sebesar Rp1 ribu per suara, sudah naik dari sebelumnya Rp108 per suara. Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, sumber dana partai berasal dari tiga sumber yakni, iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum, dan bantuan APBN/APBD.Jika usulan Mendagri Tito Karnavian disetujui parlemen, maka dana bantuan parpol naik tiga kali lipat. Sebagai contoh, PDIP, yang meraih 25 juta suara sah di Pemilu 2024, saat ini mendapat bantuan Rp25 miliar per tahun. Tiga kali lipat jumlah itu berarti PDIP bisa meraup Rp76 miliar per tahun. Sedangkan, Demokrat yang mengantongi Rp11 miliar dari 11 juta suara sah, nantinya bisa melonjak jadi sekitar Rp33 miliar.Angka ideal untuk dana bantuan parpol memang sejak lama jadi perdebatan. Bahkan, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani sempat menyebut, semestinya dana bantuan parpol Rp10 ribu per suara agar partai bisa maksimal menjalankan fungsinya. Bagaimana mencari angka ideal yang harus digelontorkan negara untuk bantuan dana parpol? Adakah rumusannya? Bagaimana evaluasi terhadap dana bantuan parpol selama ini? Apakah sudah transparan dan akuntabel?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Juru Bicara DPP PDI Perjuangan Aryo Seno Bagaskoro dan Peneliti Divisi Hukum, Demokrasi, dan HAM Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Siska Barimbing.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenakan tarif impor 32% untuk Indonesia per 1 Agustus 2025. Besaran tarif resiprokal atau tarif Trump itu tak berubah, meski pemerintahan Prabowo sudah melakukan lobi-lobi.Merespons pengumuman Trump ini, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan tim negosiasi bertolak ke Washington DC. Mereka bakal memanfaatkan sisa waktu untuk melobi penurunan tarif. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi optimistis negosiasi akan memberi hasil positif karena relasi Indonesia-Amerika Serikat yang selama ini terjalin baik.Mengapa pemerintah Indonesia gagal melobi Trump? Bagaimana peluangnya di negosiasi selanjutnya? Bagaimana tanggapan dari pelaku usaha terdampak? Apa langkah mitigasinya jika Trump tetap berkukuh dengan tarif 32%? Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono, dan Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ratih Herningtyas.
Perdebatan soal rencana kenaikan tarif ojek online (ojol) sebesar 8-15 persen masih berlanjut. Kementerian Perhubungan selaku regulator mengklaim rencana itu sudah dikaji panjang, melibatkan asosiasi pengemudi (driver) dan perusahaan aplikator. Namun, realitanya, muncul keberatan dari dua pihak tersebut, mempertanyakan siapa yang bakal diuntungkan dari kebijakan ini. Saat tarif naik, pendapatan aplikator juga naik. Apakah lantas mitra pengemudi serta-merta bakal lebih sejahtera?Penumpang ojol juga ketar-ketir karena kenaikan tarif berarti bakal membebani keuangan. Bagaimana dengan potensi anjloknya jumlah penumpang jika kenaikan diberlakukan?Bagaimana perbandingan ekosistem bisnis transportasi online di Indonesia dengan negara lain? Kebijakan seperti apa yang mestinya diambil pemerintah untuk memastikan keadilan bagi semua pihak terkait? Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati, Public Relation Specialist Maxim Indonesia Yuan Ifdal Khoir, dan Direktur Program dan Kebijakan Prasasti Center for Policy Studies Piter Abdullah.
Penanganan kasus pembubaran kegiatan retret remaja Kristen di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, mencerminkan situasi keberagaman di Indonesia.Delapan tersangka ditahan di Polres Sukabumi. Mereka dijerat Pasal 170 KUHP tentang perusakan bersama-sama, serta Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang.Namun, sikap pemerintah malah mengecewakan. Staf khusus di Kementerian HAM sempat mengusulkan jaminan bagi para tersangka untuk dibebaskan. Setelah banjir kritik, Wakil Menteri HAM Mugiyanto, buru-buru menegaskan bahwa inisiatif itu ditolak Menteri Natalius Pigai.Bagaimana semestinya pemerintah daerah dan pusat berperan dalam penuntasan kasus pembubaran retret di Sukabumi? Bagaimana memastikan keadilan ditegakkan?Topik ini bakal dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Wahid dan Peneliti Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) SETARA Institute Achmad Fanani Rosyidi.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan daerah memicu polemik.Putusan ini ditanggapi beragam oleh sejumlah parpol. PKS merespons positif, tetapi beberapa parpol lain keberatan, dengan mengemukakan alasan masing-masing.Demokrat menyoroti peluang perpanjangan masa jabatan anggota DPRD yang bakal berpengaruh pada kepengurusan partai. Nasdem menyinggung putusan MK yang kerap berubah-ubah. Sementara, PKB menganggap putusan MK, melampaui ketentuan undang-undang.Padahal, putusan MK diharapkan mampu menyederhanakan proses pemilihan, mengurangi beban kerja penyelenggara, hingga memberikan waktu bagi partai politik agar tak asal-asalan merekrut dan mempersiapkan calegnya.Sementara pemerintah menindaklanjutinya dengan membuat tim kajian lintas kementerian untuk merumuskan kembali Undang-Undang Pemilu. Alasannya, putusan MK bersifat final dan mengikat.Bagaimana membaca polemik ini? apa saja plus-minus pemisahan pemilu dan pilkada? Apakah putusan MK ini bisa menjadi momentum pembenahan sistem pemilu? Bagaimana dampaknya?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Haykal, dan Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi dan HAM (PANDEKHA) Fakultas Hukum UGM Yance Arizona.
Kebijakan zero Over Dimension dan Over Loading (ODOL) atau bebas truk dengan muatan berlebih di jalan raya terus menuai kritik. Rabu kemarin, ratusan sopir dari berbagai asosiasi menggelar aksi di Jakarta menuntut kebijakan zero ODOL ditunda. Namun, hingga kini mediasi dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih buntu.Kemenhub berkukuh zero ODOL kudu tercapai tahun depan karena kendaraan muatan berlebih jadi biang keladi kecelakaan lalu lintas dan kerusakan infrastruktur jalan raya. Data Korlantas Polri pada 2024 mencatat ada 27.337 kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan barang.Sementara Jasa Raharja mencatat, kendaraan ODOL jadi penyebab kecelakaan nomor dua dengan 6.390 korban meninggal dunia yang diberikan santunan. Diperkirakan butuh anggaran sekitar Rp43,4 triliun per tahun untuk memperbaiki jalan rusak yang salah satunya disebabkan oleh kendaraan ODOL.Adakah win-win solution dari polemik ini? Apa dampak penerapan kebijakan zero ODOL?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Ketua Umum Asosiasi Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI) Ika Rostianti dan Peneliti Senior Inisiasi Strategis Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang.
Kemarin, Polri berulang tahun yang ke-79 dengan mengangkat tema "Polri untuk Masyarakat". Tema ini mengesankan Korps Bhayangkara memihak kepentingan rakyat. Namun, di realita, banyak yang tak sejalan.Tengok saja laporan-laporan dari Komnas HAM dan koalisi masyarakat sipil, polisi selalu menduduki peringkat teratas pelaku kekerasan. Mereka kerap dilibatkan saat penggusuran lahan, pembubaran aksi damai, bahkan melakukan penganiayaan. Jangan lupakan pula, tragedi Kanjuruhan.Selain kental dengan wajah represif, polisi juga masih dibelit berbagai kasus seperti korupsi, pungli, hingga cawe-cawe politik.Lantas, bagaimana membaca tagline "Polri untuk Masyarakat" di usianya yang hampir delapan dasawarsa? Apakah Korps Bhayangkara sudah layak punya slogan humanis dan berkeadilan? Apakah masih ada harapan terwujudnya reformasi Polri? Bagaimana upaya menuju ke sana?Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Supardi Hamid, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI; Muhammad Nasir Djamil, Anggota Komisi III DPR RI; dan Hans Giovanny Yosua, Kepala Divisi Riset dan Dokumentasi dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal punya kewenangan menyadap nomor telepon Telkomsel, Indosat, dan XL. Pekan lalu, Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Reda Manthovani sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan empat operator layanan telekomunikasi, yakni PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat, dan PT Xl Smart Telecom Sejahtera.Kejaksaan nanti bisa mengakses data dan informasi pengguna nomor ponsel tersebut untuk kepentingan penegakan hukum. Langkah ini dinilai problematis karena berisiko disalahgunakan. Koalisi masyarakat sipil menyoroti potensi ancaman terhadap perlindungan hak atas privasi warga negara.Apa saja yang harus diketahui masyarakat tentang kebijakan ini? Sejauh apa wewenang Kejaksaan dalam penyadapan? Siapa yang bakal mengawasi? Bagaimana dengan kewenangan penyadapan di aparat penegak hukum lain, seperti KPK?Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Pujiyono Suwadi, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) dan Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)
Sejak pekan lalu, akun Instagram Menteri Keuangan Sri Mulyani diserbu komentar para warganet. Mereka memprotes pengenaan pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,5% kepada pedagang toko online yang omzet tahunannya antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. Kebijakan ini dinilai memberatkan UMKM di tengah ekonomi sulit dan daya beli masyarakat yang tergerus. Lihat saja data Badan Pusat Statistik yang menunjukkan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK), dari 108,47 pada April 2025, menjadi 108,07 pada Mei 2025. Bank Indonesia juga mencatat kredit UMKM melambat. Di Mei 2025 kredit hanya tumbuh 1,9 persen secara tahunan, lebih rendah dibanding sebulan sebelumnya yang mencapai 2,3 persen.Upaya klarifikasi dilakukan pemerintah dengan menekankan bahwa pajak itu bukanlah pajak baru. Yang sedang disusun pemerintah adalah skema baru pemungutan pajak pedagang toko online. Selain itu, pemerintah menegaskan bahwa pedagang online beromset di bawah Rp500 juta tetap tidak dikenai PPh.Apakah penjelasan itu cukup melegakan pelaku UMKM? Apa saja yang menjadi keberatan mereka? Bagaimana pandangan ekonom soal skema pajak pedagang toko online? Apa dampaknya terhadap harga barang dan jasa? Seperti apa catatan terkait praktik pemungutan pajak toko online selama ini?Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Rosmauli, Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny, dan Peneliti Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Rani Septya.
Pada tahun 2024, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia mencapai 3,3 juta orang, yang didominasi oleh generasi muda, khususnya remaja berusia 15 hingga 24 tahun. Data ini merujuk dari laporan Badan Narkotika Nasional (BNN).Tahun 2024, BNN dan instansi terkait telah merehabilitasi sekitar 40 ribu pecandu narkotika. BNN juga telah membentuk lebih dari 400 unit layanan Intervensi Berbasis Masyarakat (IBM) dengan 2 ribu lebih petugas agen pemulihan. Namun, di tengah penyalahguna narkoba di Indonesia sangat besar, jumlah konselor adiksi masih terbatas.Badan Narkotika Nasional (BNN) dan lembaga terkait terus berupaya meningkatkan jumlah konselor melalui pelatihan dan sertifikasi, Seperti apa perkembangannya saat ini?Konselor adiksi memiliki peran penting dalam membantu individu yang mengalami penyalahgunaan narkoba, baik dalam pemulihan maupun pencegahan. Namun, keterbatasan jumlah konselor yang tersertifikasi menjadi salah satu tantangan. Bagaimana solusinya? Dan apa langkah untuk bisa menggenjot jumlah konselor tersertifikasi yang bisa memenuhi kualifikasi?Bertepatan dengan peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) yang jatuh pada 26 Juni kemarin, topik ini kita bahas di Ruang Publik KBR, bersama Administrator Kesehatan Direktorat Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah di Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Rahmi Meutia, Konselor Adiksi Balai Besar Rehabilitasi BNN Heri Akhmad, dan Psikolog Klinis Aldo Rayendra Rachmat.
Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 masih sarat kecurangan. Padahal, ini sudah masuk era kepemimpinan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti, yang merilis sejumlah kebijakan yang berbeda dari pendahulunya, Nadiem Makarim. Misalnya, sistem zonasi yang diganti dengan domisili. Ada juga strategi mengunci sistem data pokok pendidikan (dapodik) secara daring. Namun, ternyata inisiatif-inisiatif baru tersebut belum mampu menutup celah kecurangan.Sejak SPMB dimulai 16 Juni lalu, ada berbagai aduan masuk ke Ombudsman RI, mulai dari indikasi pungutan liar di Aceh hingga dugaan manipulasi data serta jual-beli kursi di Kota Bandung, Jawa Barat. Kemendikdasmen juga membuka posko pengaduan daring dan luring untuk mengantisipasi kecurangan.Sungguh miris mendapati praktik kecurangan SPMB, ibaratnya selalu menjadi problem rutin tahunan. Adakah harapan mengakhiri masalah klasik ini? Mengapa kebijakan era Menteri Abdul Mu'ti belum ampuh menutup celah kecurangan SPMB? Apa yang bisa dilakukan?Di Ruang Publik KBR, kita akan bahas topik ini bersama Anggota Ombudsman RI Periode 2021-2026 Indraza Marzuki Rais dan Pengamat Pendidikan UIN Jakarta sekaligus Ketua Pengurus Besar PGRI, Jejen Musfah.
Ukuran rumah subsidi bakal makin ciut. Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) berencana merilis rumah subsidi tipe 18/25. Luas bangunannya 18 meter persegi dan luas tanahnya 25 meter persegi. Sebelumnya, rumah subsidi paling mungil adalah tipe 21/60. Rencana ini tertuang dalam draf Peraturan Menteri PKP tentang batasan luas lahan dan luas lantai rumah umum tapak.Apa tujuannya? Untuk mengakali harga tanah di perkotaan yang kian melejit, kata Menteri PKP Maruarar Sirait alias Ara.Pekan lalu, Menteri Ara memperkenalkan mock-up rumah mungil itu saat pameran di Lippo Mall Nusantara. Rumah subsidi tipe 18/25 dilengkapi fasilitas kamar tidur, kamar mandi, dapur mini, dan ruang tamu. Hunian tersebut nantinya dibangun di dekat perkotaan dengan harga Rp100 juta-an, dengan target konsumen dari kalangan milenial dan Gen Z yang baru bekerja, serta keluarga muda.Benarkah rencana ini sesuai kebutuhan mereka? Apakah rumah subsidi dengan ukuran tersebut layak huni? Apakah memperkecil rumah subsidi bakal menjawab kebutuhan masyarakat yang terus meningkat akan perumahan layak sekaligus terjangkau?Topik ini akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Kepala Komite Tetap Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Komtap Bidang Perumahan MBR) Endang Kawidjaja, Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKB Sudjatmiko, dan Pengamat Properti Aleviery Akbar.
Ada lembaga baru bentukan Polri, namanya, Satuan Tugas Khusus Optimalisasi Penerimaan Negara (Satgassus OPN). Di lembaga ini, kita bisa menjumpai beberapa tokoh yang sudah dikenal publik, seperti eks penyidik KPK Novel Baswedan dan Yudi Purnomo. Ada juga pakar IT, kriminolog, hingga ahli tata kelola pemerintahan.Satgassus melakukan koordinasi lintas kementerian maupun instansi untuk meningkatkan penerimaan negara dari berbagai sektor. Mereka menyisir aktivitas-aktivitas ekonomi tersembunyi (shadow economy) yang selama ini sulit dijangkau otoritas pajak. Misalnya, penangkapan ikan tanpa izin. Ketiadaan izin ini membuat pemerintah tak bisa memungut penerimaan negara bukan pajak (PNBP).Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan shadow economy di Indonesia mencapai 8,3 hingga 10 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dengan PDB nominal sebesar Rp 22.139 triliun pada tahun lalu, potensi yang belum tergarap itu setara Rp 1.838 triliun hingga Rp 2.214 triliun.Meski tak sedikit yang memberi apresiasi, sebagian kalangan mempertanyakan pembentukan Satgassus OPN. Apa urgensi lembaga ini dibentuk?Ada pula kekhawatiran bakal tumpang tindih dengan lembaga lain seperti Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) yang juga bentukan Polri. Bagaimana strategi Satgassus mencegah kebocoran anggaran?Apa dampaknya jika Polri ikut cawe-cawe mengurusi penerimaan negara?Topik ini akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Anggota Satgassus Penerimaan Negara Polri Yudi Purnomo, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dan Dosen Hukum Administrasi dan Keuangan Negara sekaligus Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Beni Kurnia Illahi.
Kebijakan ASN boleh kerja dari mana saja alias Work From Anywhere (WFA) memicu berbagai komentar. Masyarakat bereaksi dengan pertanyaan, bagaimana kualitas layanan publik, jika ASN-nya kerja di luar kantor, dua hari dalam seminggu, plus bebas pula memilih jam kerja. Skema ini merujuk Peraturan Menteri PANRB (PermenPANRB) No.4 Tahun 2025.Kriteria tugas yang memungkinkan WFA antara lain dapat dikerjakan di luar kantor, tidak butuh ruang atau alat khusus, memanfaatkan teknologi informasi, minim interaksi tatap muka, dan tidak butuh supervisi terus menerus.Sistem baru ini, kata Kementerian PANRB, bertujuan menghadirkan budaya kerja adaptif dan modern di lingkungan birokrasi, sehingga mendongrak profesionalitas ASN. Benarkah bakal demikian?Sebelumnya, saat mudik Lebaran lalu, skema WFA ASN juga diterapkan dengan alasan demi mengurai kemacetan. Bagaimana evaluasinya? Apakah pelayanan publik kala itu tetap prima?Jika tetap diberlakukan, bagaimana sistem pengawasannya? Apalagi banyak daerah dengan keterbatasan akses listrik dan internet. Apa saja yang harus diantisipasi agar skema WFA tak mengganggu layanan publik?Topik ini akan dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Sistem Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Deny Isworo dan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf.
Jemaat Ahmadiyah terus didera diskriminasi. Belum reda derita akibat kasus pembubaran Jalsah Salanah di Manislor, Kuningan, Jawa Barat, Desember lalu, jemaat Ahmadiyah kembali mengalami represi.Lagi-lagi di Jawa Barat. Masjid Istiqamah milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Kota Banjar, digeruduk 10 Juni lalu. Pelakunya justru pemerintah setempat, yang menyegel dan membekukan kegiatan Ahmadiyah melalui surat keputusan walikota.Sebelumnya di Manado, pada awal Juni, acara bedah buku "Menyingkap Tabir Kebenaran Ahmadiyah" dibatalkan Rektor IAIN Manado.Rentetan kekerasan terhadap Ahmadiyah ini memperpanjang jejak pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia. Kelompok minoritas selalu menjadi sasaran diskriminasi.Data SETARA Institute mencatat, sepanjang 2024, ada 260 peristiwa dan 402 tindakan pelanggaran KBB, dengan Jawa Barat di peringkat teratas. Jumlah ini naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 217 peristiwa dan 329 tindakan pelanggaran KBB.Adakah harapan untuk mengakhiri intoleransi? Apalagi yang bisa diupayakan? Seperti apa pola pelanggaran KBB di Indonesia?Topik ini bakal dibahas di Ruang Publik KBR, bersama Perwakilan Ahmadiyah Banjar Abdussalam Rachman dan Peneliti SETARA Institute Achmad Fanani Rosyidi.
Pembangunan mega proyek Giant Sea Wall (GSW) alias Tanggul Laut Raksasa dikebut Presiden Prabowo Subianto. Alasannya, bikin tanggul laut di pantai utara Jawa (Pantura) termasuk Jakarta, Banten, dan Jawa Tengah bakal ampuh mencegah banjir rob dan erosi. Wilayah pesisir yang menjadi fokus pembangunan berada sepanjang 500 kilometer dari Banten hingga Gresik, Jatim.Prabowo bilang rencana pembangunan tanggul laut raksasa terus tertunda sejak masuk perencanaan Bappenas di era Soeharto. Hingga pembangunan tanggul laut utara Jakarta kembali dimulai pada tahun 2014.Ambisi Presiden Prabowo ini menuai dari kalangan pakar dan masyarakat. April lalu, data Destructive Fishing Watch (DFW) menunjukkan 56,2% masyarakat tidak setuju pembangunan GSW di sepanjang pesisir utara Jawa karena kekhawatiran hilangnya mata pencaharian dan kerusakan lingkungan.Di Ruang publik KBR pagi ini kita bahas dampak pembangunan tanggul laut raksasa bersama Dosen Ekologi Politik Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB Soeryo Adiwibowo dan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati.
Proyek penulisan ulang sejarah nasional Indonesia terus menjadi sorotan publik. Terlebih usai Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menyebut tragedi pemerkosaan massal Mei 1998 sebagai rumor.Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mendesak Fadli Zon mencabut ucapannya dan meminta maaf kepada korban dan keluarga korban. Menurut koalisi, apa yang disebut sebagai rumor bertolak belakang dengan hasil laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kerusuhan Mei 1998. TGPF mengungkap 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 kasus perkosaan. Temuan itu telah disampaikan kepada Presiden BJ Habibie kala itu dan menjadi dasar pengakuan resmi negara, hingga melahirkan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).Apa dampak pengabaian temuan ini dalam proyek penulisan sejarah yang tengah dikebut pemerintah? Kita bahas di Ruang publik KBR bersama Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang juga Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Perempuan Bangsa Nihayatul Wafiroh, dan Komisioner Komnas Perempuan Daden Sukendar.
Dua dekade terlampaui, negara tak kunjung memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak dasar pekerja rumah tangga. Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) mandeg di parlemen meski telah berstatus RUU inisiatif DPR.Tak hanya memastikan hak atas upah layak dan jaminan sosial, keberadaan UU PPRT menjadi penting untuk memberikan perlindungan bagi PRT dari kekerasan dan eksploitasi. Data JALA PRT menunjukkan kurun 2021 hingga 2024 terdapat lebih dari 3 ribu kasus kekerasan yang dialami PRT. Mereka mengalami multi kekerasan psikis, fisik, ekonomi bahkan jadi korban perdagangan manusia.Meski begitu, kita tentu tak lupa pada janji yang dilontarkan Presiden Prabowo Subianto yang akan mendorong penuntasan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT dalam waktu tiga bulan. Ini disampaikan presiden ketika memperingati Hari Buruh, Mei lalu.Hari ini, bertepatan dengan peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga internasional, Ruang Publik KBR menghadirkan Perwakilan JALA PRT Anita Jelita, Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, dan Dosen Hukum Ketenagakerjaan FH UGM Nabiyla Risfa Izzati untuk membahas sejauh mana pembahasan berlangsung di parlemen dan hal-hal apa yang harus menjadi perhatian kita bersama.
Kementerian Dalam Negeri baru-baru ini menetapkan Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, Pulau Panjang sebagai bagian Provinsi Sumatera Utara. Keempat pulau tersebut sebelumnya masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.Keputusan Kemendagri berbuah protes dari kalangan masyarakat Aceh. Mereka menilai ini bukan hanya perkara perubahan batas administratif, namun berdampak pula pada identitas, ekonomi, dan budaya masyarakat pesisir Aceh yang menggantungkan hidupnya pada laut dan keempat pulau itu.Selain itu, keputusan tersebut juga dinilai mengabaikan surat kesepakatan bersama (SKB) tahun 1992, yang menyatakan keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Tanah Rencong.Hari ini Pemerintah Provinsi Aceh dan DPR Aceh bertemu untuk membahas langkah lanjutan menyikapi keputusan Kemendagri.Lebih jauh soal dampak putusan Kemendagri bagi masyarakat Aceh Singkil, kita bahas di Ruang Publik KBR, bersama Mantan Dirjen Otda Kemendagri/Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIPAN) Jakarta Soni Sumarsono, lalu Koordinator Aliansi Gerakan Aceh Menggugat Mendagri (AGAMM)/ Advokat Aceh Singkil Muhammad Ishak, S.H, Anggota DPR RI dari dapil Aceh II M. Nasir Djamil, dan Guru Besar Sosiologi Universitas Syiah Kuala, Prof. Dr. Ahmad Humam Hamid.
TNI AD bakal merekrut 24 ribu calon tamtama untuk mengisi Batalyon Teritorial Pembangunan yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, alih-alih tugas militer, mereka akan ditempatkan di bidang pertanian, peternakan, perkebunan, dan kesehatan. Juru Bicara TNI AD Wahyu Yudhayana bilang, rekrutmen besar-besaran ini didorong oleh tingginya minat generasi muda menjadi prajurit, bahkan jumlah pendaftar melebihi kuota 114,4% pada 2023.Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyebut kebijakan ini melenceng jauh dari tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara seperti diamanatkan konstitusi dan UU TNI. Sementara DPR meminta TNI untuk mengkaji ulang rencana tersebut, terutama di tengah efisiensi anggaran negara.Di Ruang Publik KBR, kita bahas lebih dalam tema ini bersama Direktur Eksekutif De Jure dan Dosen FH Universitas Trisakti, Bhatara Ibnu Reza, lalu Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) 2011-2013, Soleman B. Ponto, dan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono.
Kesehatan menstruasi adalah aspek mendasar dari hak asasi manusia, martabat, dan kesehatan masyarakat. Hari Kebersihan Menstruasi, yang diperingati setiap tanggal 28 Mei, didedikasikan untuk menghilangkan tabu dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya manajemen kebersihan menstruasi yang baik. Perilaku personal hygiene yang kurang pada saat menstruasi, serta penggunaan pembalut yang tidak sehat merupakan penyebab utama dari penyakit Infeksi Saluran reproduksi (ISR). Angka kejadian Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) tertinggi di dunia terjadi pada usia remaja (35%-42%). Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menyatakan bila perilaku remaja putri dalam menjaga kebersihan pada saat menstruasi masih buruk, yaitu 63,9%. Perilaku personal hygiene pada saat menstruasi antara lain adalah malas mengganti pembalut sehingga menyebabkan bakteri berkembang pada pembalut. Perawatan diri yang baik dan tepat adalah pembalut tidak boleh dipakai lebih dari enam jam dan harus diganti sesering mungkin apabila sudah terlalu basah. Tantangan dalam pemenuhan sanitasi yang memadai tetap ada, yang secara langsung berdampak pada kemampuan perempuan menjaga kebersihan diri selama menstruasi. Kita akan membahas bersama narasumber:1. Nana Widiestu - Advocacy & Marketing Officer, AHF 2. Ni Putu Sri Archindya Trishna - Girls Act Indonesia3. dr. Sumarjati Arjoso, SKM. - Ketua Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
Belum surut kehebohan hadiah jam tangan mewah untuk para pemain timnas pasca menang dari China di laga Kamis pekan lalu, giliran anggaran untuk timnas jadi sorotan.Di tengah pelaksanaan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dimandatkan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah merogoh 277 miliar dari APBN 2025 untuk sepak bola nasional. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui unggahan di akun Instagram @ditjenpajakri menyebut, anggaran itu untuk pengembangan sepak bola nasional, salah satunya mempersiapkan Timnas Indonesia menuju Kualifikasi Piala Dunia 2026.Berkaca pada sederet kasus korupsi yang menyeret sejumlah nama dalam induk pengurus sepak bola tanah air, upaya memastikan pengelolaan anggaran bernilai fantastis itu agar tepat sasaran menjadi penting. Terlebih cita-cita yang diletakan pada pundak Tim Garuda tak kecil; menembus Piala Dunia 2026.Lebih jauh kita bahas di Ruang Publik KBR bersama Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah dan Pengamat Olahraga Anton Sanjaya.
Diskriminasi terhadap kelompok ragam gender masih terjadi di Indonesia, salah satunya diskriminasi pekerjaan. Bulan Mei lalu, kelompok transpuan di Gorontalo merasa terancam dengan terbitnya kebijakan diskriminatif oleh Bupati Gorontalo, Sofyan Puhi.Kebijakan yang dituangkan dalam Surat Edaran pada akhir April 2025 lalu itu melarang kegiatan keramaian hiburan rakyat dan hajatan pesta yang melibatkan biduan, alkohol, narkoba, judi, termasuk pula waria. Larangan ini sebagai buntut insiden seorang transpuan yang dinilai berpakaian tidak pantas saat mengisi sebuah acara.Kebijakan ini diprotes kelompok transpuan Gorontalo sebab membuat para transpuan kehilangan mata pencaharian dimana sebagian besar transpuan di Gorontalo mencari penghasilan dari hajatan.Kebijakan seperti ini semakin melemahkan kelompok ragam gender sebagai warga negara. Apalagi, stigma dan diskriminasi masih kerap membayangi kelompok ragam gender sebagai minoritas, kelompok ragam gender kerap mendapat stigma dan diskriminasi di ruang kerja.Bulan Juni diperingati sebagai Pride Month, yang menjadi momentum perayaan sekaligus pengingat akan hak-hak asasi kelompok ragam gender dan seksualitas.Seperti apa tantangan kelompok ragam gender dalam mengakses lapangan kerja yang kian sempit? Bagaimana pula kabar pelindungan negara terhadap hak-hak asasi kelompok ragam gender?Di Ruang Publik KBR, kita bahas lebih dalam tema ini bersama Key Ahmad, Transpuan dari Komunitas Ikatan Waria Indo Gorontalo (IWIG) dan Aeini Nasution dari Perkumpulan Suara Kita.