POPULARITY
Das Theater Winkelwiese in Zürich wartet erneut mit brandneuen zeitgenössischen Stücken auf. Die indonesische Autorin Laksmi Pamuntjak folgt den Spuren des Schweizer Künstlers Alberto Giacometti und will sich bei ihrem literarischen Schaffen von seinem Werk inspirieren lassen. Zeitgenössische Dramatik am Theater an der Winkelwiese Das Theater Winkelwiese in Zürich hat sich seit seiner Gründung das zeitgenössische Drama aufs Programm geschrieben. Nicht Schiller, Goethe oder Shakespeare werden auf der Bühne dieses Kellertheaters präsentiert. Alle Texte sind neu, teils sogar brandneu, wie die Texte bei den Zwischenpräsentationen des Dramenprozessors – einem Förderprogramm, bei dem pro Jahrgang vier Autorinnen und Autoren einen ersten Bühnentext schreiben. Das geht von der Ehe im privaten Kreis bis zur Klimakrise: Das thematische Spektrum des zeitgenössischen Dramas ist enorm. Laksmi Pamuntjak: Das Schreiben, die Kunst und die Schweiz Fünf Monate war die indonesische Autorin Laksmi Pamuntjak als Writer in Residence zu Gast in Zürich. Wie nutzt eine Schriftstellerin einen solchen Aufenthalt? Sitzt sie schreibend im stillen Kämmerchen und geht ab und zu am See spazieren? Mitnichten! Laksmi Pamuntjak ist durch das Land gereist und vor allem der Kunst gefolgt. Besonders ein Schweizer Künstler hat es ihr angetan: Alberto Giacometti. Laksmi Pamuntjak spricht über die Bedeutung der bildenden Kunst für ihr Schreiben und wie die Schweiz ihre nächsten literarischen Werke beeinflussen wird.
O Japão invadiu todo o Sudeste Asiático entre 1942-45 alegando estar libertando a Ásia do imperialismo europeu, e usou um bocado de propaganda política e design inovador para transmitir a ideia de um império benevolente, o "irmão mais velho" dos demais povos sul-asiáticos. Discutimos o quanto de suas promessas eram verdadeiras, e o que fazer com quase 24 milhões de chineses e indonésios assassinados por japoneses até o final da Segunda Guerra Mundial. Trilha sonora: Gil Scott-Heron, Alban Berg, Orkes Melayu Puspita Música de desfecho: Clube da Esquina - Ruas da cidade (1978) Referências bibliográficas: Ethan Mark. Japan's Occupation of Java in the Second World War : A Transnational History. London: Bloomsbury Publishing, 2018. 泰へ同盟慶祝答礼使節 特派大使、広田弘毅氏 補佐に矢田部全権大使 近く出発」『大阪毎日新聞』1942年6月21日付。神戸大学経済経営研究所「新聞記事文庫」収録. (Osaka Mainichi Shimbun, 21 de junho de 1942. Instituto de Pesquisa para Economia e Administração de Empresas, Universidade de Kobe). Fred L. Borch. Military Trials of war criminals in the Netherlands East Indies, 1946-1949. Oxford University Press, 2017. ONU. Report of the Working Group for Asia and the Far East, supp. 10 (1947), p. 13-14 Pramoedya Ananta Toer. Perawan remaja dalam cengkeraman militer: catatan pulau Buru. Yogyakarta: Gramedia, 1978. Soekarno: Indonesia Merdeka (2013). Dir. Hanung Bramantyo. (filme) Roeslan Abdulgani. The Bandung Connection. Bandung: Penerbit Museum Asia-Afrika, 2020 (a referência mencionada do episódio está na p. 44). Eka Kurniawan. A beleza é uma ferida. RJ: José Olympio, 2017. Laksmi Pamuntjak. The Question of Red, 2016. Pramoedya Ananta Toer em português: Esta estranha Terra (Bumi manusia). Quetzal, 2003. A rapariga de Java (Gadis pantai). Quetzal, 2002. Fabulosa Jacarta (Cerita dari Djakarta). Quetzal, 2003. Solilóquio mudo (Nyanyi sunyi seorang bisu). Quetzal, 2001.
Di bab ini, Patty mengobrol dengan Laksmi Pamuntjak, penulis yang telah menerbitkan beragam jenis buku, mulai dari Jakarta Good Food Guide, Amba, Aruna dan Lidahnya, Kekasih Musim Gugur, dan, yang baru saja terbit di 2021, buku kumpulan cerita Kitab Kawin. Dalam Kitab Kawin, Laksmi Pamuntjak menceritakan kisah kaum perempuan dan pergulatannya dengan percintaan dan pernikahan, mulai dari perempuan yang menikah terlalu dini, mengalami kekerasan dalam rumah tangga, harus menghadapi kekerasan seksual di masa muda, terlibat dalam perselingkuhan, dan masih banyak lagi. Kini, Kitab Kawin enggak cuma bisa dinikmati dalam bentuk buku, tapi juga podcast bernama Podcast Kitab Kawin yang bisa kamu dengarkan di Spotify. Di Podcast Main Mata, Laksmi Pamuntjak bercerita tentang cara-caranya dalam menulis cerita, pandangannya terhadap hubungan pernikahan berdasarkan pengalaman pribadinya yang telah melewati tiga pernikahan dalam tiga fase kehidupannya, serta cerita di balik proses produksi Podcast Kitab Kawin yang begitu menantang namun juga menyenangkan. - Follow Podluck Podcast di Instagram | Subscribe channel Youtube Podluck Podcast Collective
Hello! Di bab ini Patty mengajak ngobrol-ngobrol santai terkait beberapa program yang dilakukan Podcast Main Mata di Podluck Podcast Collective tahun 2021. Ada Kompetisi Podcast Resensi Buku bersama Gramedia Pustaka Utama dan Penerbit Haru, dan, yang paling seru, adalah proyek produksi Podcast Kitab Kawin yang dibuat bekerja sama dengan penulis Laksmi Pamuntjak dan Gramedia Pustaka Utama. Di sini Patty menceritakan sedikit latar belakang pembuatan Podcast Kitab Kawin dan proses produksinya, dan alasan kenapa kamu wajib dengerin podcast ini. Oh iya, menjelang akhir tahun, akan ada program tukar buku secara online via Instagram "Tukar Tambah Virtual", jadi pantengin Instagram @podluckpodcast ya!
Special Holiday Episode! Coinciding with the release of "Happy Stories, Mostly", we talk to Norman Erikson Pasaribu and Tiffany Tsao about their work as translators of each others work and as individual writers themselves. Between Sydney, Bekasi, Bogor and New York, we discuss cultural untranslatability, creating new languages, building new memories through language, and why it's difficult for readers to appreciate Indonesian literature. Plus, K-Dramas, fanfics, sinetron, past-less and futureless characters, and whether Dia, Ia, and Nya will be extinct in the future. Whether it's turkey, sate, noodles, nastar, or roll cake, may this Two-Hour Holiday Special accompany your holiday cooking, prep and feast! Norman Erikson Pasaribu is a writer, translator, and editor. His first short story collection Hanya Kamu yang Tahu Berapa Lama Lagi Aku Harus Menunggu (Only You Know How Much Longer I Should Wait) was shortlisted for the 2014 Khatulistiwa Literary Award for Prose. His debut poetry collection Sergius Mencari Bacchus (Sergius Seeks Bacchus) won the 2015 Jakarta Arts Council Poetry Competition, was shortlisted for the 2016 Khatulistiwa Literary Award for Poetry, and was one of the best poetry collections of that year by Tempo Magazine. He was also awarded the Young Author Award from the Southeast Asia Literary Council and was chosen as Writer in Residence in Vietnam by the Indonesian National Book Committee and Ministry of Education and Culture. He draws on his experiences queer writer of Batak descent and Christian background. In his work, he plays with alternative gospel, speculative fiction, loneliness, and happiness…mostly. Tiffany Tsao is a writer and literary translator. She is the author of The Oddfits trilogy and The Majesties (originally published in Australia as Under Your Wings). Her translations from Indonesian to English include Dee Lestari's novel Paper Boats, Laksmi Pamuntjak's The Birdwoman's Palate, and Norman Erikson Pasaribu's poetry collections Sergius Seeks Bacchus and Happy Stories Mostly. Her translations of Norman's poetry have won the English PEN Presents and English PEN Translates awards. Born in the United States and of Chinese-Indonesian descent, she spent her formative years in Singapore (8 years) and Indonesia (6 years). She has a B.A. in English literature from Wellesley College and a Ph.D. in English literature from UC-Berkeley. She now lives in Sydney, Australia with her spouse and two children. www.tiltedaxispress.com/happy-stories-mostly www.tiffanytsao.com --- This episode is sponsored by · Anchor: The easiest way to make a podcast. https://anchor.fm/app Support this podcast: https://anchor.fm/sugar-nutmeg/support
Resensi Buku Kitab Kawin karya Laksmi Pamuntjak. Diulas oleh Astari Indahingtyas (@astarindah). Kompetisi Podcast Resensi Buku GPU x PODLUCK merupakan kolaborasi antara Podcast Main Mata, Gramedia Pustaka Utama, Gramedia Digital, dan Goshen Swara Indonesia, dengan didukung oleh Jaringan Podluck. Jika kamu tertarik untuk berpartisipasi di kompetisi ini, daftarkan dirimu dan audio resensimu melalui tautan: https://bit.ly/resensibkgpu. Instagram: @podluckpodcast, @bukugpu, @goshen_swara_indonesia Twitter: @podcastpodluck Cek tagar #kompetisiresensibukugpuxpodluck di Instagram untuk informasi lebih lanjut
Resensi Buku Kekasih Musim Gugur karya Laksmi Pamuntjak. Diulas oleh Chanassa Novria Putri (@bumitarung_). Kompetisi Podcast Resensi Buku GPU x PODLUCK merupakan kolaborasi antara Podcast Main Mata, Gramedia Pustaka Utama, Gramedia Digital, dan Goshen Swara Indonesia, dengan didukung oleh Jaringan Podluck. Jika kamu tertarik untuk berpartisipasi di kompetisi ini, daftarkan dirimu dan audio resensimu melalui tautan: https://bit.ly/resensibkgpu. Instagram: @podluckpodcast, @bukugpu, @goshen_swara_indonesia Twitter: @podcastpodluck Cek tagar #kompetisiresensibukugpuxpodluck di Instagram untuk informasi lebih lanjut
KUMPULAN CERITA “KITAB KAWIN” “Hari itu sanggulmu berlebihan tapi membuatmu tampak anggun. Kemben kuning dan kain tapih pinjung gading membalut pinggangmu dengan sempurna, seolah kau dilahirkan untuk memendarkan kuning yang diidap setiap insan manusia semenjak lahir. Aku sendiri tak sudi berkebaya atau berbatik, tak sudi membawa serah-serahan yang sekadar simbolis tapi tak berguna….” (“Celine & Isabel”, Kitab Kawin, Laksmi Pamuntjak) Kali ini @laksmiwrites (“Kekasih Musim Gugur”, GPU, 2020) bercerita tentang 11 perempuan dengan berbagai persoalan, kepedihan, kebahagiaan, kegagalan sekaligus pencapaian mereka. Setiap kitab yang diberi judul nama para perempuan itu Rosa, Maya, Sarah, Celine & Isabel, Noura dan Arini, Lila, Amira, Hesti, Mukaburung dan seterusnya adalah kisah si perupa, si pekerja toserba, si karyawan, si instruktur yoga, hingga para ibu paruh baya dan juga gadis-gadis di resto Korea itu. Ada yang diduakan suami; ada yang dieksploitasi; ada pula yang jatuh hati pada isteri abangnya sendiri; ada yang dipaksa menikah pada usia yang sangat dini dan ada perempuan nun di Pulau Buru yang memiliki problematika sendiri.Laksmi menceritakan dengan bahasa yang renyah, sesekali terselip humor meski sesungguhnya kisah-kisah ini mengandung luka besar.
Episode ini mengulas Kekasih Musim Gugur, buku karya Laksmi Pamuntjak yang merupakan sekuel dari novel Amba. Ulasan menyoroti perang batin dua tokoh sentralnya, Siri dan Dara. Keduanya adalah feminis, yang alirannya berlawanan namun berkaitan.
Jadi penulis novel pastinya jauh dari kata gampang. Apalagi kalau harus jadi penulis novel dalam dua bahasa, pusingnya kayak apa, ya? Di episode kali ini, Mbak Laksmi menceritakan berbagai tantangan yang harus dihadapi dalam proses menulis, menerjemahkan dan mengalihbahasakan karya-karyanya seorang diri.
Catalyst Talks kali ini bisa jadi salah satu episode yang paling bikin baper. Kenapa? Soalnya cuma di Catalyst Talks, Laksmi Pamuntjak buka-bukaan tentang hubungannya dengan sang ibu dan trauma keluarga, yang jadi salah satu alasan terlahirnya buku ‘Kekasih Musim Gugur' yang terbit dalam tiga bahasa. Wow, kepoin lebih lanjut, yuk.
Sapardi Djoko Damono (1940-2020) adalah seorang penyihir. Seluruh negeri terpukau oleh ruh yang ditiupkan dalam puisi-puisinya “Duka-Mu Abadi”, “Aku Ingin” hingga “Hujan Bulan Juni” yang tertera abadi di hati dan bibir para pembacanya. Selama 80 tahun hidupnya, Sapardi bukan hanya seorang penyair yang produktif, tetapi ia juga melahirkan sejumlah penerjemahan karya asing, esei sastra, kumpulan cerita pendek dan novel. Kepergiannya bulan Juli lalu seketika membuat keluarga, kawan, para pembacanya dirundung duka. Ini memperlihatkan Sapardi bukan saja salah seorang sastrawan terkemuka,tapi dia juga adalah seseorang yang lembut hati, yang disayangi dan dikenang selamanya. Puisinya dirapal setiap bibir seperti “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana..” dan puisinya yang tak terlalu dikenalpun seperti “Air Selokan”: “Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir” adalah karya yang mengejutkan dan bersinar. Episode “In Memoriam Sapardi Djoko Damono” adalah sebuah episode perayaan kehidupannya, karena sesungguhnya Sapardi tak pernah pergi. Puisinya adalah puisi kehidupan kita. Mereka yang ikut merayakan adalah kawan-kawan dari berbagai generasi: Reza Rahadian @officialpilarez; Dewi Lestari @deelestari; Joko Pinurbo @jokpin.jogja ; Raka Ibrahim @coldrebellion; Laksmi Pamuntjak @laksmiwrites; Reda Gaudiamo @reda.gaudiamo; Rain Chudori @rainchudori dan Dian Sastrowardoyo @therealdisastr. Mereka akan membacakan dan menyanyikan puisi-puisi karya Sapardi yang akan diawali oleh suara Sapardi dan Sonya Sondakh yang membacakan “Tentang Gendis” (terima kasih Agus Noor @agusnoor_ yang membuat rekaman Sapardi-Sonya). Dalam episode ini kami juga memperkenalkan satu puisi Sapardi dari kumpulan puisinya yang belum pernah dipublikasikan “Mboel” (Gramedia Pustaka Utama, 2020): “air putih yang kita minum/ menawarkan hutan belantara. Selamat mendengarkan Sihir Sapardi Djoko Damono Rabu 19 Agustus di Spotify.
Around 9 million Indonesians live and work overseas, along with countless descendants of Indonesian migrants. Our panel of orang Indonesia living in diaspora recounted their personal experiences of what it means to be Indonesian elsewhere. Featuring Ketut Yuliarsa, Cynthia Dewi Oka, Michelle Tanmizi, Innosanto Nagara, and Laksmi Pamuntjak.
Laksmi Pamuntjak spoke to Dr Natali Pearson about her career, the storytelling process, the challenges of translation, publishing, identity, women's rights and food, among others. About Laksmi Pamuntjak: Laksmi Pamuntjak is a bilingual Indonesian novelist, poet, journalist, essayist, and food critic. She writes opinion and features articles for numerous Indonesian publications as Tempo, the Jakarta Post and the Jakarta Globe, as well as international publications such as South China Morning Post, Frankfurter Allgemeine Zeitung, Kulturaustausch, and Die Welt. She also writes op-eds on culture and politics for the Guardian. Laksmi's first bestselling novel, Amba/The Question of Red tells the modern story of two ill-starred lovers, Amba and Bhisma of the great Hindu epic Mahabharata, who were driven apart by one the bloodiest purges in the 20th century—the massacre of up to one million accused communists in Indonesia between 1965 and 1968. The novel won Germany's LiBeraturpreis 2016 and was named #1 on Germany's Weltempfaenger list of the best works of fiction from Asia, Africa, Latin America and the Arab World translated into German. The novel has been translated into several languages. Laksmi's second novel, Aruna dan Lidahnya, was a bestseller in Indonesia and published in the US in February 2018 under the title The Birdwoman's Palate. The movie adaptation of the novel won two Piala Citra (Festival Film Indonesia) awards for Best Adapted Screenplay and Best Supporting Actor. Laksmi is also the author of three collections of poetry: Ellipsis, The Anagram and There Are Tears in Things: Selected Prose and Poems by Laksmi Pamuntjak (2001-2015); a collection of short stories on paintings, The Diary of R.S.: Musings on Art, a treatise on man, violence and mythology, Perang, Langit dan Dua Perempuan, and four volumes of the award-winning The Jakarta Good Food Guide, Indonesia's first independent and literary good food guide series. In 2012, Laksmi was selected by an international panel headed by Sir Simon Armitage as the Indonesian representative for Poetry Parnassus at the Cultural Olympiad (in conjunction with the London Olympics). Between 2009 and 2011, she was a member of the international jury of the Prince Claus Award, an Amsterdam-based international art philanthropy organization. Laksmi's third novel, Herbstkind, was published in Germany in August 2018. The original English version of the novel, The Fall Baby, was published by Penguin Random House in October 2019. This makes Laksmi a rare few among Indonesian contemporary authors whose work in English has been published by Penguin Random House. The Indonesian version of the novel, Srikandi, is slated for publication by Gramedia Pustaka Utama early next year. Laksmi is currently at work on Kitab Kawin (A Book of Marriage), a new collection of short stories on women in relationships. Find out more on her website: http://laksmipamuntjak.com/ View the transcript here: https://bit.ly/2QLv08h
Laksmi Pamuntjak spoke to Dr Natali Pearson about her third novel, Fall Baby, and about the intricacies of art, religion, politics and history in a troubled Indonesia, but also about family, identity, motherhood, and the sisterhood of women. Fall Baby tells the story of two women—Srikandi (Siri) and Dara, one a globetrotting visual artist, the other a political activist. Siri is the illegitimate daughter of Amba and Bhisma, the protagonists of Laksmi Pamuntjak's award-winning first novel, Amba/The Question of Red. Dara is Siri's best friend-turned foe. After almost a lifetime of soul-searching in different cities of the world, Siri—brave, brilliant, broken—seeks to escape the difficult realities of her family history by making a new life in Berlin. Just as she is starting to find her footing in her new home, both in art and in life, unexpected family circumstances and a changing political landscape compel her to return to Jakarta—and to confront not only the wounds of her past, but also the complex realities of faith, art and politics in Indonesia: from the daily frustrations of navigating between two cultures and her multiple selves to dealing with religious fanatics who deem her art blasphemous. About Laksmi Pamuntjak: Laksmi Pamuntjak is a bilingual Indonesian novelist, poet, journalist, essayist, and food critic. She writes opinion and features articles for numerous Indonesian publications as Tempo, the Jakarta Post and the Jakarta Globe, as well as international publications such as South China Morning Post, Frankfurter Allgemeine Zeitung, Kulturaustausch, and Die Welt. She also writes op-eds on culture and politics for the Guardian. Laksmi's first bestselling novel, Amba/The Question of Red tells the modern story of two ill-starred lovers, Amba and Bhisma of the great Hindu epic Mahabharata, who were driven apart by one the bloodiest purges in the 20th century—the massacre of up to one million accused communists in Indonesia between 1965 and 1968. The novel won Germany's LiBeraturpreis 2016 and was named #1 on Germany's Weltempfaenger list of the best works of fiction from Asia, Africa, Latin America and the Arab World translated into German. The novel has been translated into several languages. Laksmi's second novel, Aruna dan Lidahnya, was a bestseller in Indonesia and published in the US in February 2018 under the title The Birdwoman's Palate. The movie adaptation of the novel won two Piala Citra (Festival Film Indonesia) awards for Best Adapted Screenplay and Best Supporting Actor. Laksmi is also the author of three collections of poetry: Ellipsis, The Anagram and There Are Tears in Things: Selected Prose and Poems by Laksmi Pamuntjak (2001-2015); a collection of short stories on paintings, The Diary of R.S.: Musings on Art, a treatise on man, violence and mythology, Perang, Langit dan Dua Perempuan, and four volumes of the award-winning The Jakarta Good Food Guide, Indonesia's first independent and literary good food guide series. In 2012, Laksmi was selected by an international panel headed by Sir Simon Armitage as the Indonesian representative for Poetry Parnassus at the Cultural Olympiad (in conjunction with the London Olympics). Between 2009 and 2011, she was a member of the international jury of the Prince Claus Award. Laksmi's third novel, Herbstkind, was published in Germany in August 2018. The original English version of the novel, The Fall Baby, was published by Penguin Random House in October 2019. This makes Laksmi a rare few among Indonesian contemporary authors whose work in English has been published by Penguin Random House. The Indonesian version of the novel, Srikandi, is slated for publication by Gramedia Pustaka Utama early next year. Laksmi is currently at work on a new collection of short stories on women in relationships. Find out more on her website: http://laksmipamuntjak.com/ View the transcript here: https://bit.ly/2tmd9vK
Pada episode berikut musim tayang ke 2 episode ke-2, podcast “Coming Home with Leila Chudori” menampilkan “In Conversation with Laksmi Pamuntjak”. Novelnya yang terbaru “Fall Baby” (Penguin Random House SEA, 2019) sudah meluncur di Ubud Writers and Readers Festival Oktober 2019. Kali ini kita diajak mengikuti tokoh-tokoh baru: Srikandi, atau Siri, seorang perupa yang menyusuri identitasnya; yang mencoba memahami ayahandanya yang tak pernah dikenalnya; mencoba memetakan kembali hubungannya yang buruk dengan ibunya, Amba dan puterinya, dan juga dengan sahabatnya, Dara. Terjemahan “Fall Baby” berjudul “Srikandi” segera diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dalam waktu dekat. Tim Podcast “Coming Home” menemui dan berbincang dengan Laksmi di Ubud dan Jakarta tentang proses kreatif penulisan “Fall Baby” yang merupakan sekuel dari novel “Amba”. Ikuti podcast ini di Spotify, Anchor, dan berbagai platform lainnya. Program ini diselenggarakan oleh Kepustakaan Populer Gramedia, Gramedia Pustaka Utama, Gentle Media Network, dan Leila Chudori. (Description by @cominghomepodcast) Podcast ini juga didukung oleh anchor.fm. Kalau kamu tertarik membuat podcast sendiri, silakan download Anchor melalui PC atau ponsel pintarmu. Anchor tersedia di App Store dan Google Play. Selamat bikin podcast!
Sesuai janji di episode sebelumnya, kali ini Laila dan Dara ngobrol bareng M. Zaidy a.k.a. Edy, produser dari Palari Films yang akan memproduksi film adaptasi buku Aruna & Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibalas Tuntas. Gimana proses pembuatan naskahnya? Gimana proses casting-nya? Bagaimana menerjemahkan buku Aruna yang penuh deskripsi menjadi adegan film? Bagaimana cara membawakan kisah Seperti Dendam... yang vulgar ke masyarakat kita yang sekarang cenderung makin konservatif? ---Intro & outro song: "Talk" / Written by Arulpragasam, Plaate, Leembruggen, Fernhout / Performed by M.I.A. / Periscope, 2016
Sesuai janji di episode sebelumnya, kali ini Laila dan Dara ngobrol bareng M. Zaidy a.k.a. Edy, produser dari Palari Films yang akan memproduksi film adaptasi buku "Aruna & Lidahnya" karya Laksmi Pamuntjak dan "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibalas Tuntas." Gimana proses pembuatan naskahnya? Gimana proses casting-nya? Bagaimana menerjemahkan buku Aruna yang penuh deskripsi menjadi adegan film? Bagaimana cara membawakan kisah "Seperti Dendam..." yang vulgar ke masyarakat kita yang sekarang cenderung makin konservatif? Intro & outro song: M.I.A - Talk / 2016
Laila dan Dara membahas dua novel lokal, "Aruna dan Lidahnya" karya Laksmi Pamuntjak dan "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas", karya Eka Kurniawan. Kenapa dua buku ini? Karena di episode berikutnya (will be released very soon!), Laila dan Dara akan ngobrol bareng produser Palari Films, production house yang akan memproduksi kedua film ini, untuk rilis tahun 2018 dan 2019. It's gonna be a back to back episode! PS. This is a super late upload (direkam kapaaan... di-upload kapan...), monmap atas segala ketidak update-an info soal produksi "Aruna".
Laksmi Pamuntjak gives a keynote lecture at the EuroSEAS 2017 conference in Oxford