Podcasts about puisi

  • 415PODCASTS
  • 1,586EPISODES
  • 6mAVG DURATION
  • 5WEEKLY NEW EPISODES
  • Apr 10, 2025LATEST

POPULARITY

20172018201920202021202220232024

Categories



Best podcasts about puisi

Show all podcasts related to puisi

Latest podcast episodes about puisi

Ardi Kamal Karima
Bergantian

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Apr 10, 2025 5:25


Puisi: BERGANTIANDitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi ini menggali ketegangan antara kebahagiaan dan kesedihan yang "bergantian" menghinggapi manusia. Pertanyaan berulang, "kenapa kau selalu bisa tersenyum dalam keadaan apapun?" menyiratkan keheranan terhadap ketenangan yang mungkin palsu atau hasil dari pergulatan batin. Alam menjadi metafora untuk dualitas ini: bayang pohon yang terbelah, angin membawa tawa lama, dan tanah yang mencatat setiap jeda. Gambaran seperti duri yang tumbuh jadi pepohonan atau buah yang lahir dari "suka dan sekelumit rela" menegaskan bahwa luka dan keindahan sering kali menyatu, menciptakan komposisi hidup yang paradoks.Ketenangan digambarkan sebagai sesuatu yang mengalir lalu sirna, "hanya bahasa yang kehilangan arah" atau "kehancuran yang tertelan Kompas." Ini menunjukkan bahwa kedamaian mungkin ilusi, atau justru lahir dari penerimaan atas kehancuran. Puisi juga menyoroti kontras antara kegembiraan yang sulit diungkapkan ("gembira terlalu asing untuk dinyanyikan") dan nestapa yang "mahir merangkai puisi." Penyair, seperti "si kepala jeruji," terkurung dalam paradoks: keterampilannya merangkai kata justru berasal dari sepi yang "mengoyaknya." Seni menjadi produk dari luka yang abadi, sekaligus upaya bertahan di zaman yang kacau.Puisi ini ditutup dengan pertanyaan yang sama seperti pembuka, menegaskan siklus abadi antara bahagia dan pilu. Gambaran akhir—"retakan yang tak pernah ditutup," "kematian kita selama ini," serta ketenangan sebagai "tanah yang tak berpihak"—menyoroti ketidakpastian hidup. Bahkan fajar yang melumat gulita hanya menghasilkan diam yang bertunas jadi ironi. Di sini, manusia diajak menerima bahwa jawaban atas pertanyaan eksistensial mungkin tak pernah datang. Yang tersisa adalah keindahan pilu, seperti puisi ini sendiri: bisu, namun bergema dalam sunyi.#ardikamal #mentalillnes #mentalhealth #depression #depresi #syair #literasi #penulis #poem #puisi #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra

Ardi Kamal Karima

Puisi: MIMPIDitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi "MIMPI" karya Ardi Kamal Karima menggali makna mimpi sebagai kekuatan yang menopang kehidupan manusia di tengah keterbatasan. Pertanyaan retoris, "apa yang membuat manusia tak ingin mati?" dijawab dengan tegas: "mimpi". Mimpi di sini bukan sekadar harapan kosong, melainkan daya hidup yang menggerakkan tokoh dalam puisi untuk bertahan dalam kemiskinan dan kepahitan. Sepeda yang meninggalkan jejak, jam dinding yang bergerak lambat, dan tangan bapak yang menghitung utang melambangkan perjuangan melawan waktu dan beban ekonomi. Namun, di balik itu, ada kreativitas yang lahir dari kesederhanaan: mainan dari pelepah pisang, layangan dari kertas lamaran usang, dan keringat yang menjadi "polusi" permainan—semuanya menunjukkan bagaimana mimpi menyulap keterbatasan menjadi ruang imajinasi yang hidup.Puisi ini juga menyoroti kontras antara kegagalan dan keteguhan harapan. Layangan dari kertas lamaran yang "tak pernah sampai ke langit" atau potongan mimpi yang "tersengat listrik" menjadi metafora untuk aspirasi yang terhambat oleh realitas keras, seperti kemiskinan dan sistem yang tak berpihak. Namun, tokoh dalam puisi tidak sepenuhnya terpuruk. Ia tetap "bertepuk tangan pada bayangan sendiri", merayakan keindahan dalam kesunyian, sekalipun ditertawakan tetangga. Senyum bapak saat layangannya tersangkut di kabel listrik mengisyaratkan penerimaan yang ikhlas, di mana kegagalan justru menjadi arsip pengalaman yang membentuk ketahanan batin. Mimpi, meski pahit, tetap mengalir seperti "debu-debu yang mengekor di belakang langkah", tak pernah padam.Di akhir puisi, mimpi dikukuhkan sebagai warisan abadi yang melampaui materi. Tokoh "aku" menyatakan diri sebagai "bahasa isyarat dari barang-barang yang dibuang", simbol dari mereka yang terpinggirkan namun tetap memancarkan makna melalui mimpi. Meski hidup di "puing-puing yang tak bisa dijual" dan langit yang "tak pernah membalas surat", cinta dan mimpi tetap mengalir dalam nadinya, didukung oleh kasih ibu dan didikan bapak. Pilu dalam mimpi yang "mencari muara" menggambarkan pergulatan batin yang tak berujung, tetapi juga keyakinan bahwa mimpi adalah napas yang menjembatani manusia dengan keabadian. Puisi ini, dengan demikian, adalah ode tentang ketangguhan manusia yang bertahan bukan karena harta, melainkan karena mimpi yang terus menyala dalam gelap.#ardikamal #mentalillnes #mentalhealth #depression #depresi #syair #literasi #penulis #poem #puisi #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra

Ardi Kamal Karima
Ekspektasi

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Apr 9, 2025 3:29


Puisi: EKSPEKTASIDitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi "Ekspektasi" menggambarkan hubungan yang terjebak dalam ketidakselarasan akibat perbedaan esensial dan ekspektasi yang tak terpenuhi. Dua individu diibaratkan sebagai "dua gelas" dalam lemari yang sama—satu berisi kopi pekat, satu teh manis—simbol kontras kepribadian atau cara menghadapi hidup. Meski berbagi ruang, mereka tak mampu menyatu. Percakapan di meja makan "retak-retak" bagai sendok yang aktif bergerak dan garpu yang pasif menunggu rusak, mencerminkan komunikasi yang dipaksakan tanpa harmoni. Perbedaan ini diperkuat metafora hujan dengan "logat kemarau" dan tarian di tengah badai, menunjukkan cara mereka merespons emosi yang berlawanan, namun tetap tak sejalan.Waktu menjadi penanda kebingungan mereka membedakan "rindu dan kesepian", seperti pedagang kehilangan kunci timbangan. Malam-malam diumpamakan kertas yang ditulis angka hitam dan puisi kapur—satu rigid, satu ekspresif—menegaskan jurang dalam memaknai hubungan. Bayang-bayang yang bersatu sebentar lalu menguap, atau ombak yang tak pernah mencintai pasir, menyiratkan kesementaraan dan ketidakmampuan untuk saling memahami. Mereka ibarat "dua musim" yang saling menunggu gugur, terperangkap dalam iklim emosional yang berbeda: dingin vs terik, namun sama-sama tak nyaman. Jam dinding yang berdetak menyimpan "bagaimana jika", simbol harapan yang tak pernah terkirim, mengkristalkan kegagalan mereka merajut masa depan bersama.Ekspektasi dalam puisi ini adalah jebakan yang justru memisahkan. Benang harapan mereka pintal menjadi jaring, tetapi laut cinta hanya genangan di atap—kecil dan tak berarti. Meski berbagi "penyedap rasa yang sama", mereka tetap terkurung dalam "toples berbeda", tak mampu mengatasi jarak nyata di antara keduanya. Pengulangan larang pembuka dan penutup, "aku bisa jadi apa saja, kecuali ekspektasimu", menjadi mantra penuh kepedihan tentang identitas yang tertolak. Puisi ini akhirnya adalah elegi atas hubungan yang terperangkap antara hasrat untuk bersatu dan realita perbedaan yang tak terdamaikan, di mana cinta tak cukup untuk mengubur ekspektasi yang menjadi tembok tak tertembus.#ardikamal #mentalillnes #mentalhealth #depression #depresi #syair #literasi #penulis #poem #puisi #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra

Ardi Kamal Karima
Distopia (Suara Pemberontakan)

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Apr 4, 2025 2:06


Puisi: DISTOPIADitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi ini menggambarkan dunia dystopia yang dilanda represi, kehancuran lingkungan, dan dehumanisasi. Langit yang "mencatat setiap langkah" mengisyaratkan pengawasan ketat penguasa, sementara "burung-burung lupa cara bernyanyi" menjadi metafora hilangnya kebebasan dan keindahan hidup. Diam menjadi bahasa yang dominan, mencerminkan masyarakat yang dibungkam oleh kekuasaan otoriter, sementara "hujan besi" dan racun di sungai menegaskan kerusakan alam akibat eksploitasi dan keserakahan. Nelayan yang berdoa di antara "mayat-mayat logam" menyimbolkan kepasrahan manusia yang terjepit antara harapan dan kehancuran ekologis.Puisi ini juga menyoroti kegagalan generasi muda dan pudarnya harapan. Anak-anak yang menanam benih di ladang tak subur melambangkan usaha sia-sia untuk menumbuhkan masa depan, sementara senyapnya benih menjawab pertanyaan mereka mencerminkan kegagalan sistem untuk memberikan solusi. Tubuh yang "dipenuhi nanah" dan dianggap sebagai "kuburan yang menjelma rumah" menegaskan normalisasi penderitaan serta hilangnya kemanusiaan. Bahkan identitas manusia kabur, sulit dibedakan dari "hewan pengerat", menandai dehumanisasi akibat tekanan hidup yang ekstrem.Namun, di balik keputusasaan, puisi ini menyisipkan benih perlawanan. "Suara yang merambat di balik tembok retak" dan "akar-akar liar yang menembus beton" menjadi simbol ketahanan manusia untuk mencari keadilan, meski sering dipatahkan sebelum berkembang. Luka yang disimpan sebagai "detak" dan benih yang menunggu tegak mengisyaratkan bahwa di tengah tanah yang "digerus para keparat", masih ada api perlawanan yang tersembunyi. Puisi ini mengakhiri dengan paradoks: kepedihan yang sekaligus menjadi pengingat untuk tetap bergerak, meski dalam kegelapan dystopia.#ardikamal #keadilan #pancasila #penyair #wijithukul #tolakruutni #tolakruupolri #keparat #indonesia #mentalillnes #mentalhealth #depression #depresi #syair #literasi #penulis #poem #puisi #jurnal #luka #perspektive #monolog #sastra

Ardi Kamal Karima
Antimu (Obat Pereda Depresi)

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Mar 31, 2025 2:19


Puisi: ANTIMUDitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi "Anti Mu!" menggambarkan kegelisahan atas kehidupan modern yang dipenuhi kontradiksi dan ketidakseimbangan. Metafora "menelan tablet seperti menelan kota terbalik" menyiratkan konsumsi hal-hal artifisial (obat, teknologi, atau sistem kota) yang justru memicu kekacauan internal. Tubuh dan pikiran digambarkan menderita: usus menjerit dalam "bahasa logam" (industrialisasi yang merusak), kepala menjadi "pasar" kacau di mana ide ("kembang") tak bisa tumbuh, dan mual yang terpendam di "kerongkongan zaman" melambangkan kegagalan manusia mengatasi beban masa lalu atau tekanan zaman. Puisi ini mengekspos bagaimana modernitas tidak menyelesaikan masalah, malah memperparah disorientasi.Percakapan yang retak ("lidahku sudah mati rasa") dan upaya mengatasi kegelisahan dengan hal-hal artifisial ("menggambar gempa dalam botol sirup") menjadi simbol kegagalan komunikasi dan solusi instan. Waktu yang meleleh ("jam dinding meneteskan jarum"), ritual minum kata-kata kosong di tengah malam, serta "kuburan ponsel" yang ditumbuhi lumut menggambarkan kehampaan interaksi manusia di era digital. Vertigo semiotika—kebingungan makna—diperparah oleh upaya memaksakan bahasa ("menyuntik alfabet ke urat rasa") yang berujung pada ekspresi yang mandul: puisi dianggap seperti "kapsul kedaluwarsa" yang tak lagi menyembuhkan, hanya memuntahkan kepalsuan.Puisi ini ditutup dengan ironi tentang ketidakberdayaan manusia. "Antimo" (obat anti-mual) hanya tamu palsu yang mencuri kedamaian, meninggalkan manusia "menggigil" dan mencari pelarian melalui pil tidur. Muntah yang hanya mengeluarkan "sumpah serapah" menegaskan betapa segala upaya penyembuhan berakhir pada frustrasi. Namun, di balik keputusasaan, ada penerimaan absurd: manusia tertawa di tengah "langit-langit rumah sakit yang meleleh menjadi sajak", merangkul prasangka, dan membiarkan "pusing" pulang ke asalnya. Ini adalah pengakuan tragis bahwa dalam kekacauan zaman, yang tersisa hanyalah senyum getir dan puisi yang lahir dari luka.#ardikamal #mentalillnes #mentalhealth #depression #depresi #syair #literasi #penulis #poem #puisi #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra

Ardi Kamal Karima
Kabur Dari Rumah Sakit Jiwa

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Mar 30, 2025 2:42


Sebuah Puisi: KABUR DARI RUMAH SAKIT JIWADitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi ini menggambarkan pergulatan batin penyair yang berusaha melarikan diri dari belenggu pengobatan mental yang kaku dan tidak manusiawi. Dalam tiga bait pertama, penyair menggambarkan rumah sakit jiwa sebagai tempat yang mereduksi penderitaan menjadi sekadar resep obat, diagnosa dangkal, dan rutinitas medis yang menusuk jiwa. Metafora seperti "dokter-dokter menulis resep di atas nafasku yang retak" dan "suster-suster menari di atas kabel infus" mencerminkan ketidaknyamanan terhadap sistem yang mengabaikan esensi manusiawi pasien. Langit-langit kamar yang "meneteskan bau surga" menjadi simbol harap akan kebebasan, meski jalan menuju kesembuhan terasa seperti "peta buta" yang tak jelas.Pelarian dari rumah sakit jiwa bukan sekadar upaya fisik, melainkan pemberontakan terhadap stigma dan keterasingan. Bait berikutnya menegaskan ketakutan penyair menjadi "daftar pasien puisi"—metafora untuk identitas yang hilang di bawah label gangguan mental. Meski rumah sakit berteriak bahwa ia akan kembali, penyair memilih kabur sambil menyadari bahwa luka dan kegagalan mungkin diperlukan untuk menemukan "jalan pulang" yang lebih autentik. "Tangga darurat" yang tak ada merepresentasikan ketiadaan solusi instan, sekaligus keberanian untuk menciptakan kemungkinan baru di luar batasan sistem.Di luar rumah sakit, penyair menemukan pembebasan melalui interaksi dengan alam dan proses merangkai identitas yang hilang. "Udara mengulurkan tangan sebagai terapis baru" dan "angin menenun selimut" melambangkan penyembuhan yang organik, jauh dari klinis. Saat mengeja namanya di "aspal basah", hilangnya suku kata dan tawa yang terpecah mencerminkan perjalanan rekonstruksi diri yang belum utuh, tetapi penuh kelegaan. Puisi ini menutup dengan pesan bahwa kesembuhan jiwa tidak selalu linear, tetapi bisa ditemukan dalam keberanian menghadapi luka dan merayakan fragmen-fragmen kebebasan.#ardikamal #mentalillnes #mentalhealth #depression #depresi #syair #literasi #penulis #poem #puisi #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra

Ardi Kamal Karima
Masuk Rumah Hantu

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Mar 30, 2025 2:03


Sebuah Puisi: MASUK RUMAH HANTUDitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi "Masuk Rumah Hantu" menggambarkan perjalanan psikologis melalui ruang-ruang kegelapan yang metaforis, merepresentasikan pikiran dan emosi yang terpecah. Rumah hantu itu sendiri bisa dimaknai sebagai jiwa atau ingatan yang terluka, di mana sang aku lirik berhadapan dengan kebimbangan ("dinding bimbang"), ketakutan ("suara tulang retak"), serta identitas yang retak ("cermin yang bolong"). Imaji seperti "langkah pertama berjubah sumpah" dan "debu yang menolak tumpah" mengisyaratkan upaya mempertahankan kendali atas ingatan atau trauma yang terus mengancam, sementara bayang-bayang dan lorong bisu mencerminkan kesepian dan kegagalan komunikasi. Ruang pertama ini menjadi simbol konflik internal antara keberanian menghadapi masa lalu dan keinginan untuk melarikan diri.Di kamar kedua, waktu menjadi penjara yang menggerogoti ("jam dinding menggigit nadiku"). Detik-detik yang "menjalar" dan "jari-jari tumbuh menjadi basah" menyiratkan kecemasan yang tak terelakkan, seolah waktu justru memperparah luka psikis. Tangga menuju "rongga di dada" dan "ular kabut" yang menggulung kata-kata tak terucap menguatkan tema represi emosi. Ular, sering kali simbol pengetahuan atau bahaya tersembunyi, di sini justru membungkam suara, menunjukkan betapa pengalaman atau perasaan yang tak pernah diekspresikan akhirnya mengkristal menjadi beban. Pertanyaan "mimpi atau simulasi?" serta bayi yang hilang di ruang bawah tanah menambah lapisan eksistensial: apakah penderitaan ini nyata atau ilusi, dan bagaimana cara merawat "bayi" (mungkin harapan atau masa kecil) yang terabaikan?Di ruang terakhir, klimaks puisi ini mengungkap keputusasaan yang paradoks. Sang aku lirik menemukan dirinya sendiri yang statis, "duduk di kursi berlumur lumut," memeluk kontradiksi antara cinta dan kebencian. Pintu yang "mengetuk seperti kupu-kupu ingin menjadi larva" adalah ironi: keinginan untuk regresi atau mengulang masa lalu justru tak mungkin, sebagaimana kupu-kupu tak bisa kembali jadi larva. Pencarian "kunci yang mungkin tak pernah ada" menjadi simbol absurditas usaha manusia mencari jawaban atau penebusan dalam hidup, sementara trauma dan pertanyaan terus menghantui. Puisi ini menutup dengan kesadaran bahwa terkadang, yang tersisa hanyalah keberanian untuk tetap berada dalam ketidakpastian, merangkul kehancuran diri sebagai bagian dari proses menjadi.#ardikamal #mentalillnes #mentalhealth #depression #depresi #syair #literasi #penulis #poem #puisi #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra

Ardi Kamal Karima
Tolak Ingin

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Mar 29, 2025 2:16


Sebuah Puisi: TOLAK INGINDitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi "Tolak Ingin" karya Ardi Kamal Karima menggambarkan kegelisahan yang mendalam melalui metafora tubuh dan elemen alam. Angin yang "berkeliaran di rongga dada" dan "menggulung paru-paru" melambangkan kecemasan yang menggerogoti ketenangan batin. Citra termometer dari "air mata kaca" dan "skala hari-hari yang tak terbaca" menegaskan ketidakstabilan emosi, seolah pengarang terjebak dalam waktu yang kacau dan tak terukur. Upaya untuk "berkeringat" yang berubah menjadi "alfabet tercecer" merepresentasikan kegagalan mengekspresikan diri secara utuh—setiap huruf (a: aku, b: basi, c: cemas) menjadi fragmen perasaan yang tak tersampaikan, berubah menjadi "awan asam lambung" yang menyakitkan.Puisi ini juga mengeksplorasi hubungan dengan waktu yang terasa mengancam. Jam dinding yang "menjilat jarum detik" dan "gigi-gigi waktu bersuara setengah gila" mencitrakan waktu sebagai entitas yang menggerogoti, sementara sang aku hanya menjadi "saksi bisu". Keterasingan semakin kuat saat malam (3.00 pagi) "menggigit bantal", mengisyaratkan insomnia dan kesendirian. Bahkan organ tubuh seperti hati dan empedu digambarkan tak saling memahami, menandakan disintegrasi diri. "Jamu dan rempah" yang disebut sebagai "iklan menipu" menyiratkan kekecewaan pada solusi instan, baik fisik maupun psikis, yang gagal menyembuhkan luka batin.Di akhir puisi, keputusasaan mengeras saat "angin bersarang di tulang busuk", simbol kehancuran diri yang tak terelakkan. Burung-burung yang terbang "ke utara, atau ke mana saja, selain menuju diriku" mencerminkan keinginan untuk kabur dari realitas, namun sang aku justru terperangkap dalam tubuhnya sendiri. Demam yang tak kunjung pecah meski "seluruh apotek menjual parasetamol" menunjukkan kegagalan obat-obatan atau motivasi untuk menyembuhkan. "Botol-botol kepercayaan kadaluarsa" menjadi klimaks dari kehancuran: kepercayaan pada diri, harapan, atau sistem pendukung telah runtuh, meninggalkan sang aku dalam ruang hampa yang gelap dan tanpa jalan pulang.#ardikamal #literasi #penulis #dialogue #dialog #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyairindonesia #syaircinta #cinta #manusia #tolakingin #keinginan #ingin #nafsu #monologue

Candu Puisi
Ngobras Santuy 2025 : Episode Terbaru

Candu Puisi

Play Episode Listen Later Mar 28, 2025 4:20


Hai sobat candu.. hampir 2 Tahun Vacum dari podcast ini karena kesibukan. hari ini kita akan membahas Konteks Rasa syukur yang random. terima kasih masih setia mendengarkan podcast Candu.Puisi ya sob. mari kita ulik ulik lagi.

Ardi Kamal Karima

Sebuah Puisi: OREODitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi ini mengeksplorasi dikotomi antara penampilan dan realitas internal. Kulit Oreo yang "hitam legam" dengan krim putih di dalamnya menjadi simbol kontras antara identitas yang terpaksa dibungkus oleh ekspektasi masyarakat ("plastik menarik") dan jiwa yang rapuh ("lumer di dalam"). Proses "diputar, dijilat, dicelup" mencerminkan cara individu dimanipulasi, dikonsumsi, dan dihancurkan oleh sistem sosial yang menuntut kesesuaian. Namun, perlawanan tersirat dalam larik "tak mau aku tenggelam dan redup!", menyuarakan resistensi terhadap objektifikasi dan keinginan untuk mempertahankan esensi diri di tengah tekanan.Puisi ini mengkritik kapitalisme dan dehumanisasi melalui metafora pabrik dan iklan. "Mesin rusak yang bengis" menggambarkan kehidupan yang teralienasi di bawah sistem industri, sementara "tagar selfcare" yang kosong dan "senyuman palsu pejabat" menyindir paradoks masyarakat modern: obsesi pada penampilan kebahagiaan dan kepedulian diri yang justru menutupi luka kolektif. Pertanyaan retoris seperti "mental siapa yang lebih retak?" atau "apa kau bisu?" menantang pembaca untuk merefleksikan komplisitas mereka dalam memelihara sistem yang merusak mental dan moral.Puisi ini menggambarkan siklus absurd kehidupan di bawah hegemoni konsumerisme. Oreo yang "lahir lagi di rak supermarket" menjadi simbol manusia yang terjebak dalam repetisi tanpa makna, dikemas ulang sebagai "metafora" yang dijual dalam "pesta karnaval berisik". Harapan untuk menjadi "rengginang" atau "chitato" alih-alih Oreo menyiratkan kerinduan akan keaslian di tengah dunia yang menuntut performa. Namun, akhir yang sinis—"kapan rotasi ini akan berhenti?"—menegaskan pesimisme tentang kemungkinan pembebasan, sekaligus menuntut kesadaran akan mekanisme kekuasaan yang menggerus kemanusiaan.#ardikamal #literasi #penulis #dialogue #dialog #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyairindonesia #syaircinta #cinta #manusia

Ardi Kamal Karima

Sebuah Puisi: 4x4Ditulis & DisuarakanPuisi "4X4" karya Ardi Kamal Karima mengusung tema eksistensialisme yang gelap, di mana struktur matematis (4x4) menjadi metafora kekakuan yang justru berujung pada "sekarat" atau kematian. Angka dan hitungan di sini merepresentasikan upaya manusia untuk mengikat makna melalui logika, namun berakhir pada kehampaan dan penderitaan. Imaji seperti "tembok yang mengulang" dan "kuburan kosong tanpa nisan" menggambarkan siklus stagnasi, di mana kreativitas atau emosi terperangkap dalam repetisi tanpa hasil, layaknya rahang yang mengunyah kata-kata hingga menjadi puisi yang tercekat.Puisi ini juga menyoroti kegagalan komunikasi dan keterasingan. "Debu adalah kata-kata yang tak sempat diucapkan" dan "alfabet yang kehilangan bibir" menjadi simbol ketidakmampuan mengekspresikan perasaan, sementara "lampu redup" dan "asap rokok" mencerminkan harapan yang pudar. Alam—seperti hujan tanpa pelangi, matahari, dan bulan—digambarkan sebagai entitas yang acuh, meninggalkan manusia dalam ilusi dan kesendirian. Bahkan waktu ("jarum jam merangkak seperti lipan") menjadi penjara yang menggerogoti, mengisyaratkan betapa hidup terjebak dalam siklus penderitaan abadi.Di balik kesuraman, puisi ini adalah kritik terhadap performativitas seni. Proses kreatif di sini bukanlah pembebasan, melainkan "pementasan manusia yang dihukum abadi." Puisi akhirnya menjadi "arsip paling gelap," rekaman melankolis yang lahir dari pertarungan antara kebencian dan cinta, ilusi dan realitas. Namun, justru dalam kegagalan inilah puisi menemukan kekhidmatannya: ia adalah cermin dari luka yang tak terucap, tetapi tetap dipentaskan dengan tegak—sebuah keberanian untuk mengarsipkan kegelapan sebagai bentuk perlawanan terhadap kepalsuan.#ardikamal #literasi #penulis #syair #monologue #dialog #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyairindonesia #poetry #depresi #depression

Ardi Kamal Karima
Cinta (Bagian Keempat)

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Mar 19, 2025 3:48


Sebuah Puisi: Cinta (Bagian Ke-empat)Ditulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi ini menggambarkan cinta yang terjalin dengan tekanan ekonomi dan ketidakpastian hidup. Receh yang "bergemerisik" dan "tabungan menguap dalam logam bisu" menjadi simbol keterbatasan materi yang menghantui hubungan. Pertanyaan seperti "Seberapa jauh rindu bisa ditimbang?" mengungkap kebingungan antara mengukur rasa dengan realitas pragmatis, di mana cinta harus berhadapan dengan kebutuhan hidup—seperti cicilan, biaya pernikahan, atau tuntutan keluarga. Bahkan harapan akan "selamanya" digambarkan seperti mie instan yang mengembang di air mendidih, metafora akan janji yang rapuh dan tak kunjung matang di tengah kesulitan finansial.Hubungan dalam puisi ini diwarnai oleh kesenjangan komunikasi dan keterasingan. Sang gadis yang "sibuk mengunyah kata-katanya tanpa menoleh" mencerminkan jarak emosional, sementara "Bahasa Ibu" yang hanya terdengar dalam gemerisik receh menandakan hilangnya identitas kultural di bawah desakan ekonomi. Gambaran "nasi bungkus setengah keras" versus "kamu" yang mungkin hidup lebih mapan, menegaskan perbedaan kelas sosial. Bioskop dan "ciuman berisik" dalam gelap hanyalah pelarian sementara dari kenyataan, sementara dialog yang "rontok di saku bolong" menjadi simbol janji-janji yang tak tersampaikan atau gagal diwujudkan.Puisi ini juga menyoroti tekanan sosial, terutama dari keluarga, untuk segera menikah dan "membebaskan" sang gadis melalui ikatan formal. Namun, sang aku lirik terbelenggu oleh "cicilan cinta yang menggunung", metafora tanggung jawab yang tak tertanggungkan. Buku usang yang "berderai seperti biji mangga tua" dan "damba yang dijual ke pasar loak" melambangkan impian yang terkikis, diulang-ulang tanpa hasil. Meski demikian, ia terus memungut harapan yang "tercecer" untuk dijadikan puisi atau kenangan—sebuah upaya menyulap keputusasaan menjadi seni, meski ia sadar ini hanya ilusi sementara sebelum kembali jatuh ke jalanan kehidupan yang keras.#ardikamal #literasi #penulis #dialog #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyairindonesia #syaircinta #cinta #patahhati #manusia #cinta #monologue

Ardi Kamal Karima
Cinta (Bagian Ketiga)

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Mar 18, 2025 6:42


Sebuah Puisi: Cinta (Bagian Ke-tiga)Ditulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi ini menggambarkan ketabahan seorang ibu yang menjalani hidup sederhana dengan pengorbanan tak terucap. Ibu digambarkan melakukan pekerjaan domestik yang melelahkan—seperti mencuci gelas di lantai kamar mandi, menggunakan ember dan sikat usang—tanpa mengeluh, sementara kemewahan atau kemajuan teknologi hanya menjadi angan. Ritual hariannya, seperti menonton sinetron untuk sekadar menangis diam-diam atau menikmati momen langka ke mall sebelum Lebaran, menjadi simbol pelarian dari beban hidup. Kehidupannya diabdikan untuk memastikan anak-anaknya tumbuh tanpa terbebani oleh nestapa yang ia rasakan, meski ia sendiri tak pernah merasakan "keindahan hidup" yang diidamkan.Puisi ini juga menyuarakan kegelisahan anak yang takut kehilangan sang ibu, sosok yang menjadi tumpuan harapan sekaligus pelindung dari kerasnya dunia. Ketakutan terbesar bukanlah kegelapan atau nasib buruk, melainkan saat ibu "tiba-tiba berhenti" setelah lelah berdoa dan bekerja. Momen-momen kecil, seperti es krim meleleh di mal atau senyum ibu yang tertahan, menjadi saksi betapa kebahagiaan mereka rapuh dan sementara. Namun, di balik itu, ada upaya untuk mengabadikan luka dan perjuangan ibu melalui puisi—sebagai cara melawan lupa, mengubah air seni dan air mata menjadi kata-kata yang dijual ke "pasar tak kasat mata", sekaligus mengukir warisan cinta yang tak lekang waktu.Puisi ini menegaskan bahwa cinta sejati tak memerlukan kata-kata indah, melainkan kehadiran tulus dalam kesederhanaan. Cinta ibu terlihat dari tangannya yang tak pernah berhenti bekerja, dari kesediaannya menahan air mata agar anak-anaknya tumbuh tanpa beban, dan dari doa-doa yang dipintal di sajadah usang. Penulis menolak meromantisasi penderitaan, tetapi justru mengangkatnya sebagai bukti ketangguhan dan kesetiaan. Puisi ini adalah penghormatan pada ibu yang "berpulang dengan lega", yakin bahwa anak-anaknya akan melanjutkan perjuangan dan cintanya—meski tanpa kehadirannya. Di sini, cinta bukanlah kisah sinetron bahagia, tetapi jejak langkah ibu di keramik mall yang menyilaukan, atau sikat cuci yang tetap setia di sudut kamar mandi.#ardikamal #literasi #penulis #dialog #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyairindonesia #syaircinta #cinta #patahhati #manusia #cinta #monologue

Ardi Kamal Karima
Tentang Nama Yang Dipatok Di Kuburan Kota

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Mar 17, 2025 0:58


Sebuah Puisi: Tentang Nama Yang Dipatok Di Kuburan KotaDitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi Ardi Kamal Karima mengkritik materialisme dan ketimpangan sosial dalam kehidupan perkotaan melalui metafora tajam, menggambarkan kehidupan sebagai "pasar" transaksional di mana kepedulian direduksi menjadi "gemerisik lembaran di dompet". Narator sebagai "kuli" yang miskin diejek oleh elit—disimbolkan seperti "anjing menggonggong bayangannya sendiri"—menyingkap absurditas hierarki sosial: elit mengejar hal semu, sementara kelas pekerja terjebak dalam kemiskinan. Puisi ini juga menyoroti tergerusnya nilai keluarga oleh kapitalisme, lewat ironi nasihat ayah, "Jangan menangis di depan emas", yang berubah muram saat "emas" menjadi pagar nisan ibu—simbol materi yang mengubur humanisme. Spiritualitas yang tergerus industrialisasi tercermin dari doa yang "menguap jadi asap cerobong pabrik", sementara langit "berdasi" menegaskan alam yang tunduk pada struktur kota artifisial. Melalui simbol karung berlubang, debu di kuku, dan kemewahan di kuburan, puisi ini memprotes dehumanisasi yang mereduksi manusia menjadi sekadar nama di tengah kepalsuan sistem bermaterial. Dengan diksi puitis nan pedih, Karima mengajak pembaca merenungi makna hidup autentik di tengah dunia yang kian mekanistik.#ardikamal #literasi #penulis #dialogue #dialog #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyairindonesia

Ardi Kamal Karima
Tentang Luka Yang Dibungkus Kertas Notaris

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Mar 17, 2025 0:53


Sebuah Puisi: Tentang Luka Yang Dibungkus Kertas NotarisDitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi ini mengkritik birokrasi dan sistem sosial yang mereduksi penderitaan manusia menjadi sekadar formalitas, diwakili oleh narator yang "mengetuk pintu-pintu, membawa puisi sebagai salam" sebagai upaya menyuarakan luka melalui seni yang justru ditolak penguasa. Sindiran terhadap elit yang mengabsahkan kesedihan lewat "sertifikat" metaforis dari "figur berkepala babi" mengejek legalisasi emosi oleh otoritas, sementara imaji "gigi emas" dan saham yang dikunyah mencitrakan keserakahan kelas berkuasa yang abai terhadap penderitaan tak terdokumentasi.Ketimpangan sosial dan ironi religius terasa dalam interaksi dengan ibu di stasiun yang memberi nasi bungkus sambil menyindir, "Tuhan sedang sibuk mengurus orang kaya"—sebuah kekecewaan terhadap ketidakadilan ilahiah dan sistemik yang mengabaikan kaum marginal. Kebaikan sederhana seperti nasi dalam plastik bekas yang "tak menagih utang" menjadi simbol harapan tulus yang bertolak belakang dengan dunia transaksional yang mengkomodifikasi segalanya, termasuk rasa sakit.Puisi menegaskan bahwa empati sejati lahir dari kesederhanaan, seperti tokoh ibu yang berbagi dalam keterbatasan, bukan dari formalitas kosong "kertas notaris" atau materialisme para pemilik "gigi emas". Pesannya adalah kritik pedas terhadap dehumanisasi penderitaan oleh birokrasi sekaligus penghormatan bagi kemanusiaan yang bertahan lewat kasih tulus, meski Tuhan "sibuk" dan dunia sibuk mengejar kekayaan.#ardikamal #literasi #penulis #dialogue #dialog #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyairindonesia

Ardi Kamal Karima
Kesepian Adalah Satu-Satunya Yang Tidak Pernah Pergi

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Mar 15, 2025 4:42


Sebuah Puisi: Kesepian adalah satu-satunya yang tidak pernah pergiDitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi Ardi Kamal Karima menggali kedalaman kesepian sebagai pengalaman yang abadi, melampaui siklus hubungan yang sementara. Narator menggambarkan dirinya melepaskan tangan dan wajah yang tak terhitung, melukiskan betapa relasi manusia hanya datang dengan janji palsu dan pergi dengan alasan yang diciptakan sendiri. Kesepian menjadi satu-satunya kepastian dalam hidupnya, seperti "bangsal kosong" yang pernah ramai oleh kehadiran semu. Metafora rumah sakit dan pasien yang tak lagi ditengok mengisyaratkan luka emosional yang tak kunjung sembuh, di mana setiap perpisahan hanya meninggalkan kekosongan. Narator terjebak dalam lingkaran jatuh cinta dan patah hati, menyadari bahwa cinta selalu menemukan jalan untuk pergi—tanpa perlu diajari—sehingga kesepian menjadi benteng pelarian dari rasa sakit yang berulang.Puisi ini juga mengkritik cara realitas material merasuk ke dalam hubungan intim, bahkan ketika narator berusaha menghindarinya. Uang, yang tak pernah ditulisnya dalam puisi, justru menyusup dalam percakapan paling personal, mengganggu kemurnian cinta. Narator merasa "miskin" secara emosional, tak mampu mencintai sepenuhnya, sementara orang lain memilih pergi ke pelaminan dengan sosok lain. Kontras antara idealisme cinta dan kenyataan hidup—seperti pengangguran di pesta pernikahan—menunjukkan betapa cinta sering dikalahkan oleh tuntutan duniawi. Kebodohan dan ketidakmampuan menawar nasib palsu mencerminkan kepasrahan narator terhadap ketidakberdayaannya dalam menghadapi realitas yang keras.Meski cinta gagal diwujudkan, puisi menjadi medium keabadian bagi narator. Awalnya, ia percaya cinta bisa diabadikan dalam sajak, tetapi pengalaman pahit membuatnya menyadari bahwa puisi tak lagi menciptakan cinta—ia justru melampaui diksi dan mimpi. Puisi hidup "untuk seribu tahun," menjadi saksi bisu kesepian yang tak tertulis. Di tengah keputusasaan, narator memilih kesepian sebagai jalan aman, menghindari menjadi penyebab kesengsaraan orang lain. Di sini, puisi bukan lagi alat romantisasi, melainkan ekspresi jujur dari luka yang tak terelakkan. Kesepian, meski pahit, menjadi kebenaran terakhir yang bertahan, sementara cinta dan kata-kata hanya tinggal sebagai jejak yang terus mengambang dalam ruang hampa.#ardikamal #literasi #penulis #dialogue #dialog #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyairindonesia #syaircinta #cinta #patahhati #manusia

Ardi Kamal Karima
Surat-Surat Yang Tak Pernah Sampai Ke Langit

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Mar 14, 2025 3:22


Sebuah Puisi: Surat-Surat Yang Tak pernah Sampai Ke LangitDitulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi ini menyoroti ketimpangan sosial dan kekuasaan yang korup melalui metafora yang tajam. Bagian I dan II menggambarkan tubuh penyair sebagai "kambing hitam" yang dijual di "pasar kata-kata," simbol marginalisasi kaum lemah oleh sistem yang didominasi "kasta kekayaan." Doa-doa yang tercecer seperti receh di selokan dan kata "peduli" yang mati dalam kamus penguasa mencerminkan hilangnya empati di tengah hegemoni materialisme. Penguasa digambarkan sebagai "berhala berdasi" yang menimbang hati dengan "karat emas," menegaskan kritik terhadap oligarki yang mengubah nilai kemanusiaan menjadi transaksi ekonomi. Puisi ini mengecam dunia di mana luka dan jeritan rakyat kecil dianggap tak layak jadi jaminan, sementara kekuasaan menari di atas meja tulis Tuhan.Puisi ini juga menyuarakan kegagalan komunikasi dengan yang transenden, di mana surat-surat penyair tak sampai ke langit. Bagian IV dan VI mengilustrasikan kesendirian sebagai "kamar tanpa jendela," di mana Tuhan diam menghitung "tiket kehancuran" penyair, seolah-Ilahi tak peduli atau sibuk mengatur pesta oligarki di "pusat neraka." Doa dan keluh yang ditulis di "kertas basah hujan asam" hanya dirobek angin menjadi kembang api gagal, simbol harapan yang pudar. Bahkan kematian orang tua (Bagian III) hanya meninggalkan surat yang "termakan cahaya dan bayang" orang lalu-lalang, menegaskan betapa jeritan manusia tersapu dalam kesibukan dunia yang apatis. Tuhan di sini bukan figur penolong, melainkan hakim yang membagi surga dengan "golok tajam," mencerminkan krisis spiritual dan hilangnya kepercayaan pada keadilan ilahi.Di tengah kepedihan, puisi ini merangkul paradoks sebagai bentuk resistensi. Bagian VII mengungkap keinginan penyair menjadi "pohon tumbuh terbalik"—akar menjulang ke langit, daun menyentuh bumi—simbol pembalikan tatanan yang timpang. Ini adalah upaya menemukan makna di dunia di mana "surga sudah dibagi-bagi" dengan kekerasan, dan hidup-mati saling bertaut dalam ironi: "hidup yang mematikan" versus "mati yang menghidupkan." Bahkan ketulusan (Bagian V) yang membusuk di sampah menjadi renungan tentang kemanusiaan yang terperangkap antara sifat binatang dan manusia. Puisi ini menutup dengan pertanyaan eksistensial: apakah kehancuran hanyalah ritual rutin akhir pekan? Di balik kepahitan, tersirat upaya untuk tetap bernyawa melalui kata-kata, meski surat-surat itu tak pernah sampai.#ardikamal #literasi #penulis #dialogue #dialog #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyairindonesia

Kencan Dengan Tuhan
Edisi Hari Rabu, 12 Maret 2025 - Harta paling berharga adalah keluarga

Kencan Dengan Tuhan

Play Episode Listen Later Mar 11, 2025 6:31


Kencan Dengan Tuhan - Rabu, 12 Maret 2025Bacaan: "Kalau suatu kerajaan terpecah-pecah, kerajaan itu tidak dapat bertahan, dan jika suatu rumah tangga terpecah-pecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan." (Markus 3:24-25) Renungan: Di dalam sinetron "Kekuarga Cemara" dikisahkan sebuah keluarga yang awalnya berkecukupan, tetapi karena sesuatu hal akhirnya mereka jatuh miskin. Mereka harus tinggal di pedesaan yang jauh dari jalan raya. Kesederhanaan keluarga yang diceritakan dalam sinetron tersebut tidak menghalangi semua anggota keluarga untuk menikmati kebahagiaan Menariknya, di dalam sinetron tersebut juga tidak ditutup-tutupi adanya masalah-masalah yang terjadi di antara anggota keluarga. Tetapi, adanya masalah-masalah di dalam keluarga itu ternyata merupakan bumbu bagi keharmonisan yang bisa mereka pertahankan. Ini terjadi karena masing-masing anggota memprioritaskan keluarga. Semua anggota keluarga membangun team work yang solid dan bahu-membahu menjaga keharmonisan keluarga. Ini sesuai dengan kata-kata dalam lagu yang mengiringi penayangan sinetron tersebut, "Harta vang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah adalah keluarga. Puisi yang paling bermakna adalah keluarga. Mutiara tiada tara adalah keluarga." Bukan tidak mungkin cerita dalam sinetron "Keluarga Cemara" tersebut terjadi di dalam kehidupan keluarga-keluarga Kristen. Namun kenyataannya, saat ini tidak sedikit keluarga Kristen yang berantakan. Di dalam Alkitab pun diberikan contoh adanya beberapa tokoh yang berhasil di luar, tetapi pernah mengalami kegagalan di dalam keluarga. Salah satunya adalah Daud Tidak perlu diragukan lagi kalau Daud merupakan salah seorang ahli strategi perang dan pemimpin yang sukses. Tetapi, ternyata Daud tidak begitu cakap di dalam memimpin keluarganya. Kasus pemerkosaan Tamar, pembunuhan Amnon dan pemberontakan Absalom adalah bukti dari kegagalan Daud di dalam memimpin keluarganya. Salah satu penyebab terjadinya kegoncangan dalam keluarga adalah karena setiap anggota keluarga menomorduakan keluarga. Bapak berkata, "Yang penting aku mencari uang untuk mencukupi kebutuhan keluarga." Ibu yang menghabiskan waktu di luar juga berkata, "Aku kan membantu suami untuk menambah penghasilan." Sedang anak-anak, dengan kesibukan kegiatan sekolah, menjadikan rumah sebagai tempat untuk "numpang" tidur. Nyaris tidak ada pertemuan antar anggota keluarga. Hubungan menjadi semakin renggang. Ketika pemicu datang, keributan bahkan perpecahan sulit dihindari. Untuk itu, mari kita jadikan keluarga sebagai tempat membangun komunikasi yang indah dan menganggapnya sebagai harta yang sangat berharga, sehingga kita berusaha keras untuk menjaga keharmonisannya. Tuhan Yesus memberkati. Doa:Tuhan Yesus, bantulah aku untuk menciptakan suasana surga di dalam keluargaku, sehingga selalu ada kerinduan di hatiku untuk selalu berkumpul dan saling membantu satu dengan yang lain. Amin. (Dod).

Ardi Kamal Karima
Cinta (Bagian Kedua)

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Mar 5, 2025 2:12


Sebuah Puisi: Cinta (Bagian Kedua)Ditulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi "CINTA (Bagian Kedua)" menggunakan metafora-metafora sehari-hari yang absurd dan sarat simbol untuk menggambarkan kompleksitas cinta yang rusak, stagnan, dan penuh nostalgia. Kloset mampet, pipa tua, sampah basah, dan bak mandi yang berubah menjadi lautan "usang" menjadi alegori tentang hubungan yang tak lagi mengalir, tersumbat oleh kenangan, kekecewaan, dan upaya sia-sia untuk memperbaiki yang sudah retak. Kata-kata seperti "pasta rindu yang kadaluarsa" atau "katalog doa-doa yang belum terjawab" menegaskan betapa cinta di sini dihadapkan pada hal-hal usang, keinginan yang tertahan, dan komunikasi yang gagal. Bahkan upaya romantis seperti mencari "cincin yang jatuh" berubah jadi tragedi ketika yang ditemukan justru kehancuran ekosistem cinta: garam yang "bercerai" dan ikan yang "berpuasa", menggambarkan keterpisahan dan kelaparan emosional.Puisi ini juga menyoroti ketidakmampuan untuk melepaskan masa lalu, diwakili oleh gambaran "plankton-plankton / mengeja nama mantan" atau "danau bekas mandi bunga / yang merindukan tubuh-tubuh (tak berbusa)". Air, yang semestinya membersihkan atau menghidupkan, justru menjadi medium penuh limbah kenangan. Pipa-pipa besi yang "mengubur dirinya diam-diam" dan "tikus-tikus kosong yang mulai serakah" menyimbolkan hasrat yang terkubur atau dikorupsi oleh waktu. Penyair seolah mengatakan bahwa cinta yang tak dirawat akan berubah menjadi saluran pembuangan—tempat di mana segala sisa-sia emosi mengendap dan meracuni. Akhirnya, puisi ini bukan hanya menjadi kritik pada cinta yang gagal, tapi juga refleksi pilu tentang bagaimana manusia sering terjebak dalam siklus merindukan sesuatu yang sudah kehilangan esensinya, seperti tubuh yang "tak berbusa", tanpa gairah atau kejutan.#ardikamal #literasi #penulis #monologue #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #cinta #puisicinta #syair #syaircinta

Ardi Kamal Karima
Sang Pemabuk Agama!

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Mar 3, 2025 3:13


SEBUAH MONOLOG: SANG PEMABUK AGAMA(Setelah mendengar khotbah dari keparat)Ditulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi Sang Pemabuk Agama karya Ardi Kamal Karima mengkritik figur religius yang hipokrit dan arogan. Melalui metafora seperti "sorban" yang menutupi kemunafikan, "suara menggantung di langit-langit masjid", dan "ayat-ayat sebagai pisau bedah", penyair mengecam tokoh agama yang menggunakan wewenang spiritual untuk pamer kesalehan, tanpa peduli pada penderitaan nyata umat. Mereka dianggap seperti "pemabuk" yang mabuk oleh kekuasaan simbolik agama, tetapi gagal menyentuh realitas kehidupan masyarakat yang tertindas.Puisi ini menyoroti kontras antara retorika agama yang kosong dengan kenyataan hidup kaum marginal. Gambaran "meja yang tumbuh dari akar kelaparan", "anak kecil belajar menelan kata pasrah", dan "tagihan listrik" yang membuat bapa mati lampu, menegaskan bahwa penderitaan rakyat kecil sering diabaikan oleh pemuka agama. Sementara mereka berkoar tentang "ikhtiar" dan "rezeki", kata-katanya hanya "gema sumur kering"—tanpa kepekaan terhadap tangis ibu-ibu yang menjahit demi bertahan hidup. Agama dijadikan panggung untuk puji diri, bukan sarana membela keadilan.Di akhir puisi, penyair menegaskan bahwa Tuhan tidak berada di lidah para penceramah sombong, melainkan dalam kehidupan sehari-hari yang rapuh: "debu di sepatu", "sendok bengkok di warung tenda", atau "diamnya bapa" yang tertekan. Tokoh agama yang diumpamakan sebagai "Musailamah al-Kadzab" (nabi palsu) dikutuk karena menjadikan agama sebagai "karung goni" untuk mengumpulkan kehormatan semu. Puisi ini adalah seruan untuk mengembalikan spiritualitas pada empati, keadilan, dan pembelaan terhadap kaum tertindas, bukan sekadar ritual dan retorika yang mandul.#ardikamal #literasi #penulis #monologue #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #nabipalsu #pemukaagama #keparat

Mojok Podcast
AFNAN MALAY: AKTIVIS KAWAKAN YANG TETAP KRITIS DAN SETIA MENULIS PUISI

Mojok Podcast

Play Episode Listen Later Feb 18, 2025 70:13


Episode #PUTCAST kali ini kembali kedatangan tamu spesial, yaitu aktivis kawakan Afnan Malay. Beliau adalah seorang tokoh pergerakan mahasiswa yang menciptakan Sumpah Mahasiswa dan baru saja menerbitkan buku puisi. Perbincangan ini membahas bagaimana wajah perpolitikan Indonesia setelah Jokowi tak lagi menjabat sebagai presiden. Apakah Jokowi masih cawe-cawe dalam pemerintahan Prabowo? Ataukah #Prabowo mulai menjauh dan mengambil langkahnya sendiri? Simak obrolan ini sampai selesai.

Ardi Kamal Karima
Ini & Itu

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Feb 15, 2025 2:50


Sebuah Puisi : INI & ITUDitulis oleh Ardi Kamal KarimaDisuarakan oleh Insom-MiaPuisi "INI DAN ITU" menggambarkan pergulatan batin yang terus berulang dalam kehidupan, seolah segala sesuatu selalu berkutat pada dilema dan kontradiksi. Penyair menunjukkan bagaimana hidup sering kali dipenuhi oleh luka dan keindahan, keterpaksaan dan kebebasan, yang pada akhirnya menjadikan kesepian sebagai sesuatu yang ramai dalam pikiran. Ini mencerminkan bagaimana manusia terjebak dalam aturan yang seakan mengharuskan mereka untuk bersikap dan bertindak sesuai ekspektasi, tanpa benar-benar memahami makna sejati dari pilihan-pilihan tersebut. Pada bagian kedua, puisi semakin menyoroti pertarungan batin yang tak kunjung usai. Pikiran menjadi ladang pertempuran antara luka dan penyembuhan, kebahagiaan dan penderitaan. Ada ironi dalam bagaimana si aku-lirik menderita, sementara orang lain mendapatkan keuntungan, atau sebaliknya, bagaimana kebahagiaannya justru membawa dampak buruk bagi orang lain. Konsep “Ini dan Itu” seolah menjadi rantai tak kasat mata yang terus membelenggu, membuatnya bingung akan makna dari setiap peristiwa yang datang dan pergi dalam hidupnya. Di bagian akhir, puisi menghadirkan metafora yang menyentuh tentang kelahiran puisi itu sendiri. Ia bukan sekadar alat transisi atau pelarian dari perasaan yang berkecamuk, melainkan entitas yang memahami dan merangkul segala bentuk emosi manusia. Puisi digambarkan sebagai sesuatu yang lahir dari kepedihan, seperti bayi yang tak sabar mengetuk pintu kehidupan, memaksa dirinya untuk hadir. Ini menunjukkan bahwa puisi tidak hanya sekadar kata-kata, tetapi juga perwujudan dari pergulatan batin, yang mengabadikan perasaan dan menjadikannya sesuatu yang hidup dalam setiap barisnya.#ardikamal #literasi #penulis #monologue #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair

Ardi Kamal Karima

Sebuah Puisi : A-A-B-BDitulis oleh Ardi Kamal KarimaDisuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi ini menggambarkan perjalanan batin seseorang yang terus berusaha bertahan di tengah luka, kehancuran, dan tekanan waktu. Dalam bait pertama, tubuh yang rapuh diibaratkan sebagai seseorang yang tetap berjalan meskipun telah jatuh berulang kali. Reruntuhan yang dulu kokoh melambangkan masa lalu atau kenangan yang dulu kuat namun kini menjadi beban yang menekan. Ini mencerminkan perjuangan untuk bangkit dari trauma dan kehilangan.Bait-bait berikutnya semakin menegaskan perasaan keterasingan dan penderitaan batin. Ada gambaran tentang sunyi yang tumbuh dalam dada, hujan yang tak reda di dalam kepala, dan kota-kota terbakar tanpa nyala. Metafora ini menciptakan kesan kehancuran yang mendalam, di mana seseorang merasa terjebak dalam pikirannya sendiri, tak mampu mengungkapkan luka dengan kata-kata. Waktu digambarkan sebagai sesuatu yang kejam, mengulitinya dan menikam secara tiba-tiba, memperkuat rasa kehilangan kontrol atas hidup.Di bagian akhir, ada paradoks antara keputusasaan dan keberadaan sesuatu yang tetap tersenyum dalam diri. Ini bisa melambangkan harapan samar yang tetap ada meskipun segalanya terasa hancur. Detak yang menggigil di antara nadi menegaskan bahwa meskipun seseorang merasa terpecah dan tak utuh, masih ada sesuatu dalam dirinya yang bertahan dan terus hidup. Puisi ini mencerminkan pergulatan antara kerapuhan dan kekuatan, di mana seseorang terus mencari makna dalam kegelapan yang melingkupinya.#ardikamal #literasi #penulis #monologue #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet

Ardi Kamal Karima

Sebuah Puisi & Manifestasinya: A-A-A-ADitulis oleh Ardi Kamal KarimaDisuarakan oleh Ardi Kamal KarimaDari segi sastra, puisi ini menggambarkan suasana yang kelam dengan metafora dan simbolisme yang kuat. Penggunaan elemen seperti sungai yang mengalir tanpa salam, angin yang menusuk, dan bayang-bayang berbisik tentang mati menciptakan gambaran kesunyian dan keterasingan yang mendalam. Struktur rima yang berpola (A-A-A-A) mempertegas keharmonisan dalam kegelapan yang ingin disampaikan, sementara repetisi dan diksi bernuansa elegi memperkuat kesan tragis. Puisi ini seperti sebuah potret surealis yang menggambarkan seseorang yang terseret dalam aliran takdir, tanpa daya untuk kembali.Dari perspektif psikologi, puisi ini mencerminkan kondisi depresi atau perasaan kehilangan yang mendalam. Penggambaran tanpa arah, tanpa selam serta lorong tanpa pintu, tanpa arti menunjukkan rasa hampa dan alienasi, indikatif dari seseorang yang merasa terjebak dalam eksistensi tanpa makna. Penyebutan luka yang terlaminasi, namun masih meninggalkan serpihan di dalam, melambangkan trauma yang tampak tersembuhkan di permukaan tetapi masih menyakitkan di kedalaman jiwa. Ada perlawanan dalam bait terakhir, di mana meskipun tenggelam dalam kegelapan, sang penyair masih menunggu sesuatu—sebuah harapan samar yang tersisa di tengah keputusasaan.Secara filsafat, puisi ini bisa dikaitkan dengan eksistensialisme, khususnya gagasan absurdisme dari Albert Camus. Penyair tampak menyadari ketidakberartian hidup (hidup ini tetaplah lorong, tanpa pintu, tanpa arti), tetapi sekaligus menolak untuk binasa. Ini mencerminkan paradoks eksistensial: manusia terjebak dalam pencarian makna di dunia yang diam dan tidak peduli, namun tetap bertahan meski dihadapkan dengan kehampaan. Sungai dalam puisi bisa dilihat sebagai metafora bagi perjalanan hidup yang terus berjalan tanpa bisa dikendalikan, dan penyair, meski telah tenggelam, tetap menunggu sesuatu yang mungkin tidak akan pernah datang.Instrumental: Sadar by Zhafir Khairan AkalankaVisual on Freepik#ardikamal #literasi #penulis #monologue #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair

Ardi Kamal Karima
Me-Riang Aku!

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Feb 4, 2025 3:40


Sebuah puisi: ME-RIANG AKU! Ditulis oleh Ardi Kamal Karima Disuarakan: Ardi Kamal Karima & Insom-Mia Puisi ini menampilkan gaya ekspresionisme yang kuat, di mana penyair mengungkapkan kondisi batin yang gelap dan sunyi melalui metafora yang mendalam. Frasa seperti "Aku menanam sunyi di dalam dadaku" dan "hujan di dalam kepalaku, tak juga reda" menciptakan citraan yang kuat tentang kesedihan yang terus-menerus mengendap di dalam jiwa. Ada elemen repetisi yang memperkuat kesan mendalam, seperti "tak juga reda, tak juga lupa", yang menggambarkan betapa perasaan ini begitu mencekam dan tak kunjung usai. Struktur puisinya bebas, tetapi tetap menjaga ritme yang mendukung nuansa keterasingan dan kelelahan batin. Puisi ini mencerminkan kondisi psikologis seseorang yang mungkin mengalami depresi atau kelelahan emosional. Simbol hujan di dalam kepala bisa diartikan sebagai representasi dari overthinking atau tekanan mental yang tak kunjung reda. Frasa "Orang-orang bicara tentang cahaya, tentang jalan pulang, atau kenangan. Aku mendengar, tapi telingaku sudah lama tuli" menandakan adanya kelelahan terhadap optimisme yang ditawarkan orang lain, sebuah tanda apatis yang kerap muncul dalam keadaan depresi. Keseluruhan puisi ini menggambarkan pergulatan batin antara harapan dan kelelahan, antara ingin merasa riang tetapi justru tenggelam dalam kesunyian. puisi ini menggambarkan keterasingan individu dalam dunia yang terasa hampa. Penyair mempertanyakan makna kebahagiaan dan eksistensi dirinya di tengah ketidakpastian. Konsep absurditas Camus dapat dibaca dalam puisi ini—kehidupan terasa hampa dan tidak masuk akal, tetapi tetap harus dijalani. Baris "Aku menyusun puisi ini dari luka yang cukup tenang" menandakan upaya penciptaan makna dari penderitaan, sebagaimana dalam filsafat Nietzsche yang melihat seni sebagai sublimasi dari derita. Puisi ini seolah menyiratkan bahwa meskipun hidup penuh luka, ada kemungkinan transendensi melalui seni atau, dalam konteks lebih luas, melalui penerimaan terhadap absurditas itu sendiri. #ardikamal #literasi #penulis #monologue #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyair #kutipan #poetry #sajak #mentalhealth #syair #dialogue #dialog

Ardi Kamal Karima
Dulu, Aku Pikir.

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Feb 2, 2025 3:59


Sebuah puisi: Dulu, Aku Pikir.Ditulis oleh Ardi Kamal KarimaDisuarakan oleh Ardi Kamal Karima & Insom-MiaPuisi ini merefleksikan perubahan perspektif manusia terhadap dunia seiring bertambahnya usia. Dengan diksi sederhana namun penuh imaji, penyair menggambarkan transisi dari masa kanak-kanak yang penuh fantasi menuju kedewasaan yang lebih realistis. Kontras antara harapan masa kecil dan kenyataan dewasa menciptakan efek melankolis, namun diakhiri dengan nada optimis: keajaiban tetap ada, meskipun kini lebih sulit ditemukan. Struktur puisi yang bergerak dari pengandaian masa lalu ke kesadaran masa kini menciptakan alur naratif yang kuat, hampir seperti dongeng yang berakhir dengan kebijaksanaan hidup. Puisi ini menyiratkan perjalanan epistemologis manusia dalam memahami realitas. Masa kecil diwarnai oleh pemikiran magis, di mana segala sesuatu memiliki makna yang subjektif dan emosional. Namun, dengan bertambahnya usia, rasionalitas mulai mendominasi, menggantikan keajaiban dengan hukum sebab-akibat. Ini mencerminkan gagasan dari filsafat eksistensialisme: manusia harus menemukan makna dalam dunia yang tampaknya tak bermakna. Pada akhirnya, penyair tidak menyerah pada nihilisme, melainkan menyarankan bahwa makna dan keajaiban tetap ada—hanya saja, perlu lebih banyak usaha untuk menemukannya di tengah absurditas kehidupan. Dari sudut pandang psikologi perkembangan, puisi ini mencerminkan perubahan kognitif yang dijelaskan dalam teori Jean Piaget. Pada masa kanak-kanak, pemikiran bersifat pra-operasional, dipenuhi dengan animisme dan kepercayaan bahwa dunia berfungsi sesuai kehendak pribadi. Seiring bertambahnya usia, individu memasuki tahap operasional konkret dan akhirnya operasional formal, di mana realitas diterima dengan lebih objektif dan logis. Namun, bagian akhir puisi menunjukkan bahwa meskipun pemahaman rasional telah berkembang, kebutuhan psikologis manusia untuk keajaiban dan makna tetap ada. Ini mencerminkan konsep "inner child" dalam psikologi: bagian diri yang masih mendambakan keajaiban dan imajinasi, bahkan di tengah kesibukan dan tekanan hidup dewasa.#ardikamal #literasi #penulis #monologue #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyair #kutipan #poetry #sajak #mentalhealth #syair

Ardi Kamal Karima
Con(s) Sis(n) Tan

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Jan 22, 2025 4:22


Sebuah puisi: CON(S) SIN(S) TAN Ditulis oleh Ardi Kamal Karima Disuarakan: Insom-Mia Puisi ini adalah permainan paradoks antara ingat dan lupa, riuh dan lengang, cerdas dan gila, yang melukiskan keseimbangan kehidupan. Ia seolah mengajak kita merenung bahwa ingatan yang terlalu membebani hanya akan menjadi rantai bagi jiwa, sementara lupa adalah pelarian yang membebaskan, walau sesaat. Dalam kehidupan, seperti rumus sin cos tan, ada pola-pola yang terus berulang, sebuah metafora dari kegigihan dan usaha manusia untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang kerap hadir tanpa jawaban pasti. Puisi ini juga menantang logika dengan ironi: bahwa sejarah, meski berharga, bisa menjenuhkan jika terus terpaku dalam ingatan. Maka, berteriaklah, biarkan gila mengambil alih, karena dalam kegilaan, kreativitas dan kebebasan sering kali ditemukan. Ia menutup dengan lembut, mengisyaratkan bahwa dalam menyelesaikan segala "soal" kehidupan, melupakan adalah bagian dari perjalanan yang sama pentingnya dengan mengingat. Hormat Saya Ardi Kamal Karima #ardikamal #literasi #penulis #monologue #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyair #kutipan #poetry #sajak #mentalhealth #syair

Ardi Kamal Karima

Sebuah puisi: 40 HARIDitulis oleh Ardi Kamal KarimaDisuarakan: Ardi Kamal KarimaPuisi "40 HARI" adalah refleksi mendalam tentang duka, kehilangan, dan perjalanan menuju keikhlasan. Lewat deskripsi yang melankolis, penulis menggambarkan suasana sunyi setelah kematian seseorang yang begitu berarti. Bayangan tubuh di atas ranjang, janji-janji yang hilang, dan luka yang terus tumbuh menjadi simbol betapa kehilangan itu mengakar dalam jiwa. Waktu terasa beku, seperti kalender yang diam, sementara kreativitas dan kehidupan perlahan berkarat dalam keheningan.Di sisi lain, ada ketegangan antara kenangan dan kenyataan. Kehadiran bulan dan malam yang dingin mencerminkan memori yang tak mampu sepenuhnya menghangatkan hati yang kehilangan. Penulis juga menyoroti bagaimana proses menulis menjadi jalan pelarian sekaligus doa yang menggigil, menggambarkan keraguan dan ketidakpastian dalam menghadapi duka. Tradisi 40 hari setelah kematian menjadi kerangka waktu yang digunakan untuk menata rasa, mencatat perpisahan, dan melukiskan jarak antara kehidupan dan kematian yang tak bisa dijangkau.Pada akhirnya, puisi ini berbicara tentang berserah diri. Penulis menyulam waktu dengan darah yang tumpah, menerima bahwa ia takkan kembali setelah malam itu. Ini adalah klimaks dari perjalanan emosional—dari duka yang mendalam menuju ikhlas yang perlahan tumbuh. Puisi ini tidak hanya berbicara tentang kehilangan orang lain, tetapi juga kehilangan diri sendiri, yang diakhiri dengan pasrah sebagai bentuk penerimaan terhadap takdir dan keabadian.#ardikamal #literasi #penulis #monologue #jurnal #luka #perspektive #monolog #menjadimanusia #filsafat #sastra #ardikamal #puisi #poem #poet #penyair #penyair #kutipan #poetry #sajak #mentalhealth #syair

Ardi Kamal Karima
Belajar Nama-Nama Makanan

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Jan 2, 2025 2:42


Sebuah Puisi karya Ardi Kamal Karima Disuarakan oleh Insom-Mia Puisi "Belajar Nama-Nama Makanan" oleh Ardi Kamal Karima menyampaikan kritik terhadap norma kesehatan dan kontradiksi dalam sistem sosial. Si aku lirik mempertanyakan nasihat medis yang memaksakan standar "sempurna," seperti makan sayur dan daging untuk menjadi sehat. Alih-alih mengikuti saran itu, ia mengekspresikan keinginan untuk hidup lebih bebas, seperti menjadi sayur yang tetap kuat meski dalam kondisi sulit, atau vegetarian yang memilih sesuai keinginannya. Puisi ini juga menggambarkan perjuangan melawan kebisingan pikiran dan kerumitan mental yang ingin dijinakkan. Di bagian kedua, puisi menyentuh ironi dan hipokrisi, mencerminkan frustrasi terhadap otoritas yang tidak konsisten. Dokter yang menganjurkan hidup sehat justru melanggar prinsipnya sendiri dengan minum miras. Hal ini melambangkan ketidakmampuan sistem modern menjawab kebutuhan emosional manusia, seperti kebahagiaan sederhana yang dilambangkan dalam "empat sehat lima bahagia." Dengan nada satir dan paradoks, puisi ini menjadi refleksi mendalam atas kompleksitas manusia dan keinginan untuk meraih kebebasan dari tekanan eksternal.

LOCAL PRIDE PROJECT
"Rumah" - Musikalisasi Puisi by Salshabilla

LOCAL PRIDE PROJECT

Play Episode Listen Later Dec 3, 2024 4:54


source youtube Salshabilla --- Support this podcast: https://podcasters.spotify.com/pod/show/localpride-project/support

LOCAL PRIDE PROJECT
"Api" - Musikalisasi Puisi by Salshabilla

LOCAL PRIDE PROJECT

Play Episode Listen Later Dec 3, 2024 4:40


--- Support this podcast: https://podcasters.spotify.com/pod/show/localpride-project/support

Yaudah Yana
Gratitude

Yaudah Yana

Play Episode Listen Later Nov 27, 2024 6:39


Puisi tentang rasa syukur

Banyu Kanila Nugraha
musikalisasi puisi (317)

Banyu Kanila Nugraha

Play Episode Listen Later Nov 20, 2024 7:34


Musikalisasi puisi: (317) Penulis: Lentera Shenja Dibacakan oleh: (Lentera Shenja. Tidak ada kata yang bisa terungkap tentang ini. hanya cukup dengarkan dan resapi makna pada kisahnya. Visit the profile facebook @lenteraShenja Facebook Enjoi listening

Banyu Kanila Nugraha
MUSIKALISASI PUISI (AKU TAK PEDULI)

Banyu Kanila Nugraha

Play Episode Listen Later Nov 14, 2024 6:47


Musikalisasi puisi: Aaku tak peduli. Ditulis oleh: Banyu Kanila Dibacakan oleh: An-nysa S3N. Coba bereksperimen lewat editing audio dan sedikit monolog di awal. Sebuah karya, hanya dimiliki pembuatnya sebelum dia dilepas terbang ke langit. Saat langit menjadi latar terbangnya sang karya, maka ia adalah milik penikmatnya. Thanks to An-nysa S3N yang sudah bersedia membacakan puisi ini dengan indah dan emosional. Visit An-ysa channel on youtube https://www.youtube.com/@an-nysas3n178

Ardi Kamal Karima
Pegal Linu

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Oct 31, 2024 1:49


Puisi: PEGAL LINU Ditulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal Karima Puisi "Pegal Linu" karya Ardi Kamal Karima menggali dalam-dalam tentang luka emosional yang berulang dan sulit sembuh. Melalui metafora tubuh yang terluka dan rusak, penyair menggambarkan siklus penderitaan yang berulang. Luka emosional diibaratkan sebagai penyakit kronis, sulit disembuhkan, bahkan upaya untuk melupakannya justru memperburuk keadaan. Penyair juga menyoroti tekanan sosial dan harapan yang menambah beban emosional individu. Secara keseluruhan, puisi ini menyampaikan kesedihan mendalam dan mengajak pembaca untuk merenungkan pengalaman pribadi mereka dengan trauma emosional. Pesan utamanya adalah luka emosional adalah nyata dan membutuhkan proses penyembuhan yang panjang dan kompleks, namun harapan untuk pulih tetap ada. Dalam "Pegal Linu," Ardi Kamal Karima mengeksplorasi siklus berulang dari penderitaan emosional. Menggunakan tubuh sebagai metafora, penyair menggambarkan luka yang menolak untuk sembuh. Luka emosional ini seperti penyakit kronis yang semakin buruk ketika diabaikan. Puisi ini juga menyoroti tekanan tambahan dari harapan sosial. Pada akhirnya, "Pegal Linu" mengungkapkan kesedihan mendalam dan mendorong pembaca untuk merenungkan luka emosional mereka sendiri. Puisi ini menunjukkan bahwa penyembuhan membutuhkan waktu dan usaha, tetapi itu mungkin. Melalui lensa tubuh yang terluka, "Pegal Linu" karya Ardi Kamal Karima melukiskan gambaran hidup tentang penderitaan emosional yang berkepanjangan. Penyair merangkai narasi penderitaan yang berulang dan sulit diselesaikan. Luka emosional digambarkan sebagai penderitaan yang persisten, dan upaya untuk melupakan hanya memperdalam akarnya. Puisi ini juga menyoroti beban tuntutan sosial terhadap kesejahteraan emosional individu. Pada akhirnya, "Pegal Linu" adalah eksplorasi menyayat hati tentang kesedihan, mengajak pembaca untuk menghadapi luka emosional mereka sendiri. Puisi ini menawarkan secercah harapan di tengah kegelapan, menunjukkan bahwa penyembuhan dapat dicapai. #ardikamal #syair #sajak #monologue #penyair #mentalhealth #poet #poetry #sastra #penulis #literasi #dépression #kutipan

Ardi Kamal Karima
Tetap | Tepat

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Oct 30, 2024 1:37


Sebuah Puisi: Tetap | Tepat Ditulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal Karima Puisi ini seakan menggambarkan keresahan seseorang yang tengah menghadapi dilema batin. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menunjukkan adanya konflik internal antara keinginan untuk menyempurnakan sesuatu (merekatkan bagian yang terbuka) dengan realitas bahwa tidak semua hal bisa sempurna. Konsep "akal sehat yang kuat" mengisyaratkan pencarian akan stabilitas emosional di tengah ketidakpastian hidup. Penggunaan kata-kata seperti "toko matrial Tutup!", "Apotek tak bisa dibujuk!", dan "Tempat ibadah kian hari semacam pasar" mencerminkan kekecewaan terhadap institusi atau sistem yang dianggap tidak mampu memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Secara psikologis, puisi ini bisa diartikan sebagai ekspresi dari perasaan frustrasi, kegelisahan, dan pencarian makna hidup. Puisi ini menyentuh pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang mendasar, seperti asal-usul manusia, tujuan hidup, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Konsep "gelar lulusan ujian pada rahim Ibu" merujuk pada kepolosan dan kemurnian manusia pada saat dilahirkan. Namun, seiring berjalannya waktu, manusia dihadapkan pada berbagai persoalan hidup yang kompleks. Pertanyaan "Apa Tuhan membuka lowongan lagi bagi diriku?" menunjukkan kerinduan akan suatu keadaan yang lebih baik dan pencarian akan makna di balik penderitaan. Dari sudut pandang filsafat, puisi ini bisa dilihat sebagai refleksi tentang kondisi manusia yang rentan, terbatas, namun tetap merindukan kesempurnaan dan kebahagiaan. Secara sastrawi, puisi ini memiliki kekuatan dalam penggunaan bahasa yang metaforis dan imajinatif. Penggunaan tanda baca yang unik (|), misalnya, menciptakan efek disonansi yang menarik perhatian pembaca. Struktur bait yang pendek dan padat memperkuat kesan intensitas emosi yang ingin disampaikan. Tema utama puisi ini adalah tentang pencarian identitas, makna hidup, dan penerimaan terhadap keadaan. Penggunaan diksi yang sederhana namun bermakna dalam, serta penggunaan imaji yang kuat, membuat puisi ini mudah diingat dan membekas di benak pembaca. #puisi #ardikamal

Ardi Kamal Karima
Koyo Cabe

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Oct 29, 2024 1:53


Sebuah Puisi: Koyo Cabe Ditulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal Karima Puisi "Koyo Cabe" bagi saya sendiri, menyajikan potret mendalam tentang konflik batin manusia modern dalam mengejar mimpi. Tekanan sosial yang begitu kuat untuk meraih kesuksesan mendorong individu untuk terus berjuang tanpa henti, bahkan mengorbankan hal-hal yang berharga. Perasaan terjebak dalam rutinitas yang melelahkan dan tuntutan yang tak kunjung usai tergambar jelas dalam larik-larik puisi ini. Konflik antara keinginan untuk mencapai tujuan dan keraguan akan makna hidup menjadi tema sentral yang diangkat. Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, tokoh dalam puisi ini mencari sandaran pada spiritualitas. Doa dan Tuhan menjadi semacam jangkar di tengah ketidakpastian hidup. Namun, pencarian makna ini juga diiringi oleh keraguan dan pertanyaan mendasar tentang keberadaan Tuhan dan tujuan hidup. Puisi ini menggarisbawahi pentingnya dimensi spiritual dalam kehidupan manusia, sekaligus menyoroti kompleksitas pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang kerap muncul. Dalam baris terakhir, puisi ini mengajak pembaca untuk menyelaraskan diri dengan ketidakpastian hidup. Perbandingan manusia dengan lautan dan daratan menyiratkan bahwa manusia hanyalah bagian kecil dari alam semesta yang begitu luas dan kompleks. Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa manusia tidak perlu merasa lebih tinggi atau lebih rendah dari alam, melainkan harus hidup berdampingan dengannya. Dengan menerima ketidakpastian, manusia dapat menemukan kedamaian dan keseimbangan batin. Puisi "Koyo Cabe" adalah sebuah refleksi mendalam tentang kondisi manusia modern yang dihadapkan pada berbagai tantangan dan dilema hidup. Melalui bahasa yang puitis dan imajinatif, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna hidup, tujuan keberadaan, dan hubungan manusia dengan alam semesta. #ardikamal #syair #sajak #monologue #penyair #mentalhealth #poet #poetry #sastra #penulis #literasi #dépression #kutipan

Ardi Kamal Karima
Esay Singkat II

Ardi Kamal Karima

Play Episode Listen Later Oct 28, 2024 2:07


Ditulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal KarimaPuisi ini seakan menjadi sebuah monolog batin yang mengungkapkan berbagai konflik psikologis. Penyair seakan sedang bergulat dengan ingatan, harapan, dan penyesalan. Ungkapan "bisik-bisik yang tak sempat aku dengarkan", "mimpi yang begitu hangat", dan "tangis yang selalu angkuh" menunjukkan adanya keinginan kuat untuk memahami diri sendiri dan pengalaman hidup yang kompleks. Konflik antara keinginan dan kenyataan, serta perasaan kesepian dan kehilangan, tergambar dengan jelas. Penyair juga menyentuh tema spiritualitas dengan menyebut Tuhan, namun dengan nada yang seolah-olah Tuhan sering kali dilupakan atau dianggap remeh. Hal ini menunjukkan adanya pencarian makna hidup yang mendalam.Puisi ini menyajikan pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang mendasar: apa arti hidup, apa tujuan hidup, dan bagaimana kita berhubungan dengan waktu dan kematian. Ungkapan "dalam tiada" mengindikasikan kesadaran akan ketidakkekalan hidup dan pencarian makna di balik keberadaan. Konflik antara "ingin" dan "mau" mencerminkan pergumulan antara keinginan individu dan kehendak semesta. Puisi ini juga menyentuh tema waktu sebagai sesuatu yang relatif dan subjektif.Secara sastrawi, puisi ini kaya akan imaji dan simbolisme. Penggunaan kata-kata seperti "melumat", "angkuh", dan "rumit" menciptakan gambaran yang kuat dan membekas. Struktur puisi yang pendek dan padat, serta penggunaan repetisi kata "perkara", memberikan efek ritmis yang menarik. Puisi ini juga menggunakan bahasa yang konotatif, sehingga pembaca diajak untuk melakukan interpretasi yang lebih dalam.Puisi ini merupakan sebuah eksplorasi mendalam tentang pengalaman manusia yang universal: keinginan, kehilangan, pencarian makna, dan kesadaran akan kematian. Melalui bahasa yang puitis dan simbolis, penyair berhasil menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari yang paling pribadi hingga yang paling filosofis. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang diri sendiri dan tempat kita di dunia.#puisi #monologue #monolog #ardikamal

MDC Surabaya
Ray Kaunang - Puisi Waktu Kehidupan (Graha Pemulihan)

MDC Surabaya

Play Episode Listen Later Sep 9, 2024 41:39


Khotbah MDC Surabaya satelit Graha Pemulihan : Tiga hal yang dapat dipelajari dari Pengkhotbah 3 untuk diterapkan dalam keseharian, Pertama. Kehidupan yang dibatasi waktu bukan hanya sebuah fakta, tetapi proses bagi kita untuk terus bertumbuh menyerupai Kristus, serta dimampukan untuk memaknai apa arti kehidupan. Kedua. Kehidupan yang kita jalani tidak akan pernah menjadi indah, jika kita tidak mengerti dan mengenal Pribadi Tuhan dengan benar. Ketiga. Kita bukanlah raja dan ratu dari waktu kehidupan, tetapi Tuhanlah satu-satunya Raja, yang menentukan waktu atas hidup kita. “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.” (Pengkhotbah 3:11). —Ps. Ray Kaunang, Puisi Waktu Kehidupan.

Serupa Podcast
Puisi #3: Pembacaan "Ada sebuah dinding" karya Goenawan Mohamad

Serupa Podcast

Play Episode Listen Later Aug 8, 2024 0:28


Puisi berjudul "Ada sebuah dinding" ini pertama kali saya di dalam buku kumpulan puisi bertajuk"Fragmen".

BFM :: Front Row
Merdu Puisi

BFM :: Front Row

Play Episode Listen Later Feb 23, 2024 24:24


Merdu Puisi is a performance by The Poetics Collective within the VerSeS Music Ensembles, that focuses on Malaysian poetry in the Malay language, set to music by Malaysian composers. The performance will feature the work of local poets, including that of the late Sasterawan Negara Usman Awang, and other living Malaysian poets. Aiming to promote the ‘art song' genre among Malaysians, while also fostering the art of poetry-writing and appreciation of the Malay language, the concert will also feature a selection of 'lagu rakyat' or folk songs arranged in the classical music style. We speak to Scott Woo (Project Director) and Khairunnisa Diyana Md Noor (Soprano) from The Poetics Collective to find out more. Image credit: VerSeS Music Ensembles

SUKA-SUKA SOLII
Puisi Kok Senang - Prinsip

SUKA-SUKA SOLII

Play Episode Listen Later Dec 16, 2022 1:15


Prinsip Karya: Muhammad Solihin Bisakah kita membedakan Mana prinsip dan yang mana ego? Jika kamu menjawab iya Tolong ajari aku Bisakah kita memisahkan Mana prinsip dan keras kepala? Jika kamu menjawab iya Tolong ajari aku Bisakah kita menjawab Jika bertentangan dengan prinsipmu? Bisakah? Tempat Tidurku, 2022. Twitter @ssSOLIIpodcast: http://twitter.com/ssSOLIIpodcast Tiktok @solii1313 http://www.tiktok.com/@solii1313 Telegram Channel SUKA-SUKA SOLII: https://t.me/ssSOLIIpodcast Saweria: http://saweria.co/solii1313 --- Send in a voice message: https://anchor.fm/solii1313/message

SUKA-SUKA SOLII
Puisi Kok Sedih - Keras Kepala

SUKA-SUKA SOLII

Play Episode Listen Later Dec 13, 2022 1:36


Keras Kepala Karya: Muhammad Solihin Pernahkah kamu terjebak pada sebuah kondisi Antara melawan prinsip atau berjalan bersama masalah Tetapi hati merasa harus berontak Kemudian menjadi keras kepala Pernahkah kita merasa benar Meskipun memang salah Dan telah terbukti Jika kita salah Kenapa kita harus marah ketika kita salah? Apakah itu bentuk pemberontakan diri? Kepada keputusan Dan langkah yang salah? Ataukah ini hanya sebuah ego Dari sosok yang keras kepala? Aku hanya terdiam Aku benar. Tempat Tidurku, 2022. Twitter @ssSOLIIpodcast: http://twitter.com/ssSOLIIpodcast Tiktok @solii1313 http://www.tiktok.com/@solii1313 Telegram Channel SUKA-SUKA SOLII: https://t.me/ssSOLIIpodcast Saweria: http://saweria.co/solii1313 --- Send in a voice message: https://anchor.fm/solii1313/message

SUKA-SUKA SOLII
Puisi Kok Senang - Terganti

SUKA-SUKA SOLII

Play Episode Listen Later Dec 9, 2022 1:28


Terganti Karya: Muhammad Solihin Kapan terakhir kamu merasa digantikan? Dan merasa senang? Bagaimana bisa menyenangkan? Terdengar aneh memang Apakah terganti bisa menyenangkan? Tentu saja. Terutama untuk hal-hal yang tidak disukai Atau perihal yang merugikan Lebih baik menjadi terganti Namun, kita tetap harus membuktikan Eksistensi kita dalam hidup Jangan sampai kita disepelekan Atau dianggap remeh Jadi, terganti adalah sah Ketika kita diuntungkan Ketika kita merasa senang Ketika kita menginginkannya. Tempat Tidurku, 2022. Twitter @ssSOLIIpodcast: http://twitter.com/ssSOLIIpodcast Tiktok @solii1313 http://www.tiktok.com/@solii1313 Telegram Channel SUKA-SUKA SOLII: https://t.me/ssSOLIIpodcast Saweria: http://saweria.co/solii1313 --- Send in a voice message: https://anchor.fm/solii1313/message

SUKA-SUKA SOLII
Puisi Kok Sedih - Terganti

SUKA-SUKA SOLII

Play Episode Listen Later Dec 6, 2022 1:33


Terganti Karya: Muhammad Solihin Pernahkah kamu terjebak pada sebuah kondisi Di antara menyesal dan merelakan Ketika kamu memberikan sebuah harapan Pada seseorang yang kau harapkan Apakah kau akan menyesal? Mengenalkan sosok orang lain Orang yang sangat kau kenal Pada pujaan hatimu Haruskah kamu merelakan? Ataukah kau meruntuki dirimu karena kesalahanmu? Mungkinkah ini sebuah kesalahan? Mengenalkan kamu padanya? Tempat Tidurku, 2022. Twitter @ssSOLIIpodcast: http://twitter.com/ssSOLIIpodcast Tiktok @solii1313 http://www.tiktok.com/@solii1313 Telegram Channel SUKA-SUKA SOLII: https://t.me/ssSOLIIpodcast Saweria: http://saweria.co/solii1313 --- Send in a voice message: https://anchor.fm/solii1313/message

SUKA-SUKA SOLII
Puisi Kok Senang - Aku Tidak Tahu

SUKA-SUKA SOLII

Play Episode Listen Later Dec 2, 2022 1:10


Aku Tidak Tahu Karya: Muhammad Solihin Aku tidak tahu. Aku benar-benar tidak tahu. Sepertinya kalian sudah tahu. Kalau aku tidak tahu. Lalu, haruskah aku tahu? Ketika aku tidak tahu. Aku memang tidak ingin tahu. Karena tidak ada yang memberi tahu. Aku pikir tidak salah jika tidak tahu. Karena banyak yang tidak tahu. Aku ingin tetap tidak tahu. Supaya kelak banyak yang kutahu. Tempat Tidurku, 2022. Twitter @ssSOLIIpodcast: http://twitter.com/ssSOLIIpodcast Tiktok @solii1313 http://www.tiktok.com/@solii1313 Telegram Channel SUKA-SUKA SOLII: https://t.me/ssSOLIIpodcast Saweria: http://saweria.co/solii1313 --- Send in a voice message: https://anchor.fm/solii1313/message

SUKA-SUKA SOLII
Puisi Kok Sedih - Bingung

SUKA-SUKA SOLII

Play Episode Listen Later Dec 1, 2022 1:09


Bingung Karya: Muhammad Solihin Aku tidak tahu. Aku benar-benar tidak tahu. Lalu, mengapa semua orang selalu bertanya padaku? Tidakkah mereka mengerti kalau aku tidak tahu? Salahkah jika aku tidak tahu? Apakah sebuah ketidaktahuan adalah sebuah dosa? Bukankah semua hal yang ada sekarang ditemukan berawal dari ketidaktahuan? Sehingga kita mencari jalan untuk menemukannya. Entahlah, aku bingung. Tempat Tidurku, 2022. Twitter @ssSOLIIpodcast: http://twitter.com/ssSOLIIpodcast Tiktok @solii1313 http://www.tiktok.com/@solii1313 Telegram Channel SUKA-SUKA SOLII: https://t.me/ssSOLIIpodcast Saweria: http://saweria.co/solii1313 --- Send in a voice message: https://anchor.fm/solii1313/message

SUKA-SUKA SOLII
PUISI KOK SENANG - MELAWAN BOSAN

SUKA-SUKA SOLII

Play Episode Listen Later Nov 23, 2022 1:14


Melawan Bosan Karya: Muhammad Solihin Penat? Apa itu? Terdengar berbahaya, ya? Memang benar. Penat memanglah musuh, yang harus kita atasi Lalu? Mengapa kita jadi penat? Biasanya karena bosan. Karena melakukan hal yang itu-itu saja. Melihat yang sama dari waktu ke waktu. Namun, menjadi bosan itu wajar. Jika kita menempatkannya sebagai sebuah titik. Titik untuk berhenti sejenak dan menarik napas. Agar bisa melihat ke lebih luas dari sebelumnya. Jadi, apakah penat harus dilawan? Aku pikir iya. Mulailah dengan berdamai dengan bosan. Kemudian kalahkan dia ketika dia lengah. Tempat Tidurku, 2022. Twitter @ssSOLIIpodcast: http://twitter.com/ssSOLIIpodcast Tiktok @solii1313 http://www.tiktok.com/@solii1313 Telegram Channel SUKA-SUKA SOLII: https://t.me/ssSOLIIpodcast Saweria: http://saweria.co/solii1313 --- Send in a voice message: https://anchor.fm/solii1313/message

SUKA-SUKA SOLII
Puisi Kok Sedih - Cinta

SUKA-SUKA SOLII

Play Episode Listen Later Nov 16, 2022 1:30


Cinta Karya: Muhammad Solihin Kenapa harus ada getaran itu? Di saat aku mulai membuka diri Di saat itu dia beranjak pergi meninggalkanku Mengapa dia harus ada, ketika cinta datang menghampiri? Haruskah aku marah pada keadaan ini? Melupakan semua kenangan indah tetapi menyakitkan Tentangmu, dan juga tentangku Bolehkah aku marah pada cinta yang merenggutmu? Salahkah aku merasa sedih melihatmu bahagia? Saat secarik undangan itu datang bagaikan petir di siang bolong Salahkah aku yang mengutuk keadaan? Salahkah aku yang menyalahkan cinta? Tempat Tidurku, 2022. Twitter @ssSOLIIpodcast: http://twitter.com/ssSOLIIpodcast Tiktok @solii1313 http://www.tiktok.com/@solii1313 Telegram Channel SUKA-SUKA SOLII: https://t.me/ssSOLIIpodcast Saweria: http://saweria.co/solii1313 --- Send in a voice message: https://anchor.fm/solii1313/message

SUKA-SUKA SOLII
Puisi Kok Sedih - Jenuh

SUKA-SUKA SOLII

Play Episode Listen Later Nov 9, 2022 1:28


Jenuh Karya: Muhammad Solihin Sering melakukan hal yang itu-itu saja Memikirkan sesuatu terus-menerus Semakin lama semakin membebani Seperti keledai yang mengangkut barang Sedangkan keharusan melakukan pekerjaan yang itu-itu saja Terkadang membuat penat yang baru Bahkan membentuk kesesakan baru Yang terus menekan di dada dan pikiran Haruskah kita mengalah dengan tekanan? Membuang kewarasan yang diharuskan Ataukah boleh ditinggalkan sejenak? Untuk menarik napas sedikit agar dapat melangkah lagi? Entahlah, yang jelas aku jenuh. Tempat Tidurku, 2022. Twitter @ssSOLIIpodcast: http://twitter.com/ssSOLIIpodcast Tiktok @solii1313 http://www.tiktok.com/@solii1313 Telegram Channel SUKA-SUKA SOLII: https://t.me/ssSOLIIpodcast Saweria: http://saweria.co/solii1313 --- Send in a voice message: https://anchor.fm/solii1313/message