7th and current President of Indonesia
POPULARITY
Categories
Send us a textA 7.7 Richter scale earthquake devastates Myanmar, Thanksin Shinawatra joins the board of Danantara, Indonesia braces for a new set of reciprocal tariffs from Trump, and protests against TNI law continues in several cities. For a free trial of Reformasi newsletter, go to reformasi.infoRead Erin's newsletter Dari Mulut Ke Mulut here: https://darimulut.beehiiv.com/It takes a lot of money to run a podcast. You need subscription fees for hosting, audio recording services, editor's salary and music licensing. Luckily, you, estemeed listeners of Reformasi Dispatch podcast can help us.You can donate to us on buymeacoffee.com/reformasi and help us grow!
Rosan Roeslani Ungkap Alasan Jokowi dan SBY Jadi Anggota Dewan Pengarah Danantara | DPR Pastikan Pasal Penghinaan Presiden Diselesaikan Restorative Justice | BMKG: Perubahan Tata Ruang Penyebab Banjir Jabodetabek
Adik Presiden Prabowo, Hashim Temui Jokowi di Solo. Ada Apa? | Pelecehan Terhadap Politisi Perempuan, Apa Reaksi BRIN? | Penggusuran Ditunda, Petani Padang Halaban Ungkap Masih Ada Upaya Intervensi Aparat
DPR berkukuh melanjutkan pembahasan Revisi UU TNI, meski kritik dari sejumlah pihak terus mengalir. Awal pekan ini, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyambangi Komisi I dan Komisi III DPR RI untuk memberikan surat terbuka berisi desakan agar pembahasan RUU TNI disetop. Sebab, banyak pasal kontroversial seperti penambahan usia pensiun, TNI boleh berbisnis, hingga prajurit aktif mengisi jabatan sipil.Terkait yang disebut terakhir, Laboratorium Indonesia Emas 2045 (LAB 45) mengungkap ada sekitar 2.500 perwira TNI menduduki jabatan sipil di sejumlah Kementerian/Lembaga negara pada era Jokowi. Tradisi ini makin kental terasa di era Prabowo. Sejumlah perwira aktif seperti Mayor Teddy (Sekretaris Kabinet), Mayjen Novi Helmy (Kepala Bulog), dan Mayjen TNI Irham Waroihan (Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian) duduk manis di kursi pemerintahan.Sementara itu, Komisi I DPR berulang kali berkilah revisi UU TNI tidak akan mengembalikan dwifungsi militer, yang berlaku di masa Orba.Bagaimana mengkritisi dalih ini? Seberapa urgen RUU TNI sehingga harus masuk prolegnas prioritas 2025? Dampak buruk seperti apa yang harus diantisipasi jika RUU TNI disahkan?Kita bincangkan bersama Advokat Publik/ Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andrie Yunus, dan Pakar Pertahanan dan Keamanan, Kusnanto Anggoro.*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Pemerintahan Prabowo-Gibran mematok target ambisius untuk kebutuhan papan rakyat: 3 juta rumah pertahun, naik tiga kali lipat dibanding target era Jokowi. Ambisi besar tapi anggaran kurang, bahkan masih disunat karena kebijakan efisiensi. Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait alias Ara merespons amanat program 3 juta rumah dengan membuat gebrakan di awal jabatan. Ia menggandeng konglomerat Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan untuk kolaborasi membangun 250 unit rumah gratis di Desa Sukawali, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Banten. Proyek ini diniatkan sebagai percontohan gerakan gotong-royong bangun rumah untuk rakyat. Namun, tampaknya inisiatif tersebut layu sebelum berkembang, yang menandai ketidakjelasan arah pembangunan 3 juta rumah. Padahal, program ini termasuk prioritas dan bagian dari quick wins di 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran. Jurnalis KBR Wahyu Setiawan dan Ninik Yuniati menguak berbagai masalah dalam implementasi program 3 juta rumah. Simak cerita lengkapnya dalam dua seri laporan yang dibacakan Malika. Berikut kisah bagian pertama.*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Pemerintahan Prabowo-Gibran mematok target ambisius untuk kebutuhan papan rakyat: 3 juta rumah pertahun, naik tiga kali lipat dibanding target era Jokowi. Ambisi besar tapi anggaran kurang, bahkan masih disunat karena kebijakan efisiensi.Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait alias Ara merespons amanat program 3 juta rumah dengan membuat gebrakan di awal jabatan.Ia menggandeng konglomerat Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan untuk kolaborasi membangun 250 unit rumah gratis di Desa Sukawali, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Banten.Proyek ini diniatkan sebagai percontohan gerakan gotong-royong bangun rumah untuk rakyat. Namun, tampaknya inisiatif tersebut layu sebelum berkembang, yang menandai ketidakjelasan arah pembangunan 3 juta rumah. Padahal, program ini termasuk prioritas dan bagian dari quick wins di 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran.Jurnalis KBR Wahyu Setiawan dan Ninik Yuniati menguak berbagai masalah dalam implementasi program 3 juta rumah. Simak cerita lengkapnya dalam dua seri laporan yang dibacakan Malika. Berikut kisah bagian kedua.*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Jokowi Bantah Tudingan Hasto sebagai Inisiator Revisi UU KPK | Prabowo Paparkan Kebijakan Strategis Menuju Kemandirian Ekonomi | Pertamina Diminta Antisipasi Cuaca Buruk saat Distribusi Elpiji dan BBM*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Bagi kita yang waras, demo “Indonesia Gelap” adalah peringatan agar Indonesia tidak ambruk dalam kehancuran. Alih-alih mendengar kritik publik , Presiden Prabowo malah mencibir dan memaki kritik itu dengan menyebutnya “Ndasmu!”. Prabowo seperti tak sadar bencana pemerintahannya dimulai dari pelbagai kebijakan Jokowi. Jika Anda tak cemas dengan pemerintahan yang takut kepada lukisan dan lagu, Indonesia benar-benar menuju kegelapan. - - - Kunjungi s.id/bacatempo untuk mendapatkan diskon berlangganan Tempo Digital. Unduh aplikasi Tempo untuk membaca berbagai liputan mendalam Tempo. Leave a comment and share your thoughts: https://open.firstory.me/user/cm2k3v5860000mbvp8f18bx61/comments Powered by Firstory Hosting
Jokowi Ingatkan Pemeriksaan Keluarganya oleh KPK Harus Berdasar Fakta Hukum | Partai Golkar Tanggapi Instruksi Megawati Larang Kader PDIP Ikut Retret | Polda Jateng Akui Minta Band Sukatani Klarifikasi Lagu Berjudul Bayar Bayar Bayar
Ribuan mahasiswa dan masyarakat sipil menggelar aksi bertajuk "Indonesia Gelap" di berbagai daerah, salah satunya di kawasan Patung Kuda, Jakarta, sejak awal pekan ini. Puncak aksi akan diselenggarakan pada Kamis, lusa, bertepatan dengan pelantikan kepala daerah hasil Pemilu 2024.Para demonstran mendesak pemerintahan Prabowo-Gibran bertanggung jawab atas situasi negara yang kian memburuk. Massa membawa sejumlah tuntutan di antaranya, cabut kebijakan efisiensi anggaran karena tidak berpihak pada rakyat, evaluasi total program Makan Bergizi Gratis, hingga batalkan revisi UU Polri dan UU Kejaksaan.Terkait efisiensi anggaran, pemerintah dikritik inkonsisten. Struktur kabinet sejak awal gemuk, untuk mengakomodasi kepentingan koalisi. Inkonsistensi makin terlihat usai Kementerian Pertahanan mengangkat sejumlah staf baru, termasuk influencer, Deddy Corbuzier. Padahal, kementerian dan lembaga lain dipaksa melakukan penghematan besar-besaran, yang tentunya berpotensi mengorbankan program-program pro-rakyat.Keprihatinan itu yang hendak disuarakan lewat aksi "Indonesia Gelap". Aksi serupa pernah digelar pada akhir Agustus 2024 yang bertajuk "Peringatan Darurat". Kala itu, mereka mampu menggagalkan revisi Undang-Undang Pilkada, sehingga menutup celah putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep maju di pilkada.Bagaimana dengan aksi "Indonesia Gelap"? Seberapa besar pengaruhnya untuk mengubah kebijakan? Apakah gerakan semacam ini layak untuk terus dihidupkan?Kita bincangkan bersama Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah dan Wasisto Raharjo Jati, Peneliti di Pusat Riset Politik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Episode #PUTCAST kali ini kembali kedatangan tamu spesial, yaitu aktivis kawakan Afnan Malay. Beliau adalah seorang tokoh pergerakan mahasiswa yang menciptakan Sumpah Mahasiswa dan baru saja menerbitkan buku puisi. Perbincangan ini membahas bagaimana wajah perpolitikan Indonesia setelah Jokowi tak lagi menjabat sebagai presiden. Apakah Jokowi masih cawe-cawe dalam pemerintahan Prabowo? Ataukah #Prabowo mulai menjauh dan mengambil langkahnya sendiri? Simak obrolan ini sampai selesai.
The Channel: A Podcast from the International Institute for Asian Studies (IIAS)
This episode features a conversation about contemporary Indonesian politics, with a special focus on the role of Islam. In October 2024, Prabowo Subianto was sworn in as the president of Indonesia. In the Presidential election back in February 2024, he had quite handily defeated his two competitors, Anies Baswedan and Ganjar Pranowo, with 59% of the popular vote. This 2024 election was the third time that Prabowo tried to become president, after he lost in 2014 and 2019 against Joko "Jokowi" Widodo. The political competitions between Jokowi and Prabowo on occasion turned quite ugly. Not infrequently, it was accusations that the other was the "wrong kind" of Muslim that made it ugly – with the effect that the two candidates always appeared like irreconcilable opponents. But when Jokowi could no longer compete in the 2024 elections after his second term was up, he surprised many spectators by endorsing none other than Prabowo as his successor as president. Prabowo, in turn, selected Jokowi's son, Gibran Rakabuming, as his running mate. This episode is hosted by Dr. Verena Meyer, an Assistant Professor of Islam in South and Southeast Asia at Leiden University. She is joined by three colleagues with expertise in Islam and politics in contemporary Indonesia: (1) Dr. Zainal Abidin, who teaches at at Gadjah Mada University in Yogyakarta and also serves as Director of the Indonesian Consortium for Religious Studies; (2) Dr. Saskia Schäfer, Head of a Research Group about Secularity, Islam, and Democracy in Indonesia and Turkey at Humboldt University in Berlin; and (3) Dr. Taufiq Hanafi, postdoctoral researcher at the Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV) in Leiden. Welcome to the three of you, and thank you for joining us. Hosted on Acast. See acast.com/privacy for more information.
Kevin and Erin talk to Seth about new Litbang Kompas polling regarding Prabowo's sky-high approval rating. Also, sea fences north of Jakarta caused blame game in the government. For a free trial of Reformasi newsletter, go to reformasi.infoRead Erin's newsletter Dari Mulut Ke Mulut here: https://darimulut.beehiiv.com/You can support us on: buymeacoffee.com/reformasiIt takes a lot of money to run a podcast. You need subscription fees for hosting, audio recording services, editor's salary and music licensing. Luckily, you, estemeed listeners of Reformasi Dispatch podcast can help us.You can donate to us on buymeacoffee.com/reformasi and help us grow!
Prabowo Akan Evaluasi 200-an PSN Peninggalan Jokowi | 900 Hektare Sawah di Demak Terendam Banjir | Kasus Harun Masiku, KPK Geledah Rumah Eks Wantimpres *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Korupsi bukan sekedar menggarong uang negara. Tak sepatutnya kita mempertanyakan kredibilitas OCCRP karena telah memberi nominasi tokoh terkorup kepada mantan presiden Jokowi. Penilaian buruk dunia internasional terhadap Jokowi sepenuhnya urusan pribadi. -------- Apa pendapat mu soal episode kali ini? https://open.firstory.me/user/cm2k3v5860000mbvp8f18bx61/comments Powered by Firstory Hosting
Presiden Ke 7 Joko Widodo Menanggapi dirinya disebut dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU Pilgub Jawa Tengah yang diajukan pasangan cagub cawagub Andika Perkasa Hendrar Prihadi, di Mahkama Konstitusi pada 9 Januari.
Dalam perkara Harun Masiku, Jokowi dan Hasto Kristiyanto saling gertak. Kasus yang sudah lama membeku itu seketika terbuka. Menjadi tersangka atau tidak, Hasto seharusnya tak ragu membongkar kebobrokan pejabat negara. Meskipun pesimis, KPK harus bertanggungjawab menuntaskan kasus itu. Ini saatnya buka-bukaan. - - - Kunjungi s.id/dukungtempo untuk mendapatkan diskon berlangganan Tempo Digital. Unduh aplikasi Tempo untuk membaca berbagai liputan mendalam Tempo. --- Leave a comment and share your thoughts: https://open.firstory.me/user/cm2k3v5860000mbvp8f18bx61/comments Powered by Firstory Hosting
Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, membantah bahwa kedekatannya dengan PDI Perjuangan menghambat proses hukum yang dijalani oleh Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jokowi masuk dalam daftar tokoh terkorup versi OCCRP.
Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, mengonfirmasi bahwa adik iparnya, Anwar Usman, sedang sakit. Jokowi menduga Anwar Usman kelelahan menjelang pernikahan anaknya pada Sabtu pekan ini.
Siapa tak mengenal sosok politisi kawakan satu ini. Pria yang dulunya adalah seorang wirausahawan ini ternyata pernah menjalani posisi menteri di tiga era kepemimpinan Presiden. Dari SBY, Jokowi hingga kini Presiden Prabowo Subianto. Perjalanan hidupnya bisa dibilang cukup jauh dari cita-cita awal yang ingin menjadi dokter. Lahir dari keluarga petani, kini ia punya mimpi untuk menyejahterakan petani Indonesia. Mampukah ia mewujudkan swasembada pangan dalam waktu singkat?
Jokowi Finalis Tokoh Terkorup Versi OCCRP, Menko Polkam: Jangan Terjebak Polemik | Pemerasan DWP 2024, Tiga Personel Polisi Dipecat | Dianiaya Senior, Seorang Santri Tewas di Banyuwangi *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
Jokowi Finalis Tokoh Terkorup Dunia, Sebagian Kalangan Dorong Tindaklanjut | Menteri HAM Sesalkan Vonis Ringan Harvey Moeis | Bek Timnas Pratama Arhan Dilepas Klub Suwon FC Korea *Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
In this episode: 12% VAT confirmed for 2025, Jokowi's absence from Golkar's event and ouster from PDI-P. And a talk with Lauri Myllyvirta of CREA on Prabowo's ambitious energy transition plan.For a free trial of Reformasi newsletter, go to reformasi.infoRead Erin's newsletter Dari Mulut Ke Mulut here: https://darimulut.beehiiv.com/You can support us on: buymeacoffee.com/reformasiIt takes a lot of money to run a podcast. You need subscription fees for hosting, audio recording services, editor's salary and music licensing. Luckily, you, estemeed listeners of Reformasi Dispatch podcast can help us.You can donate to us on buymeacoffee.com/reformasi and help us grow!
Late last month, for the first time its history, Indonesia held simultaneous regional elections across 545 provinces, regencies and municipalities across the country. Across 6000 ballot stations, and 1553 contesting candidates, there were upsets in key regions, like Central Java where the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDIP) lost its provincial stronghold, and Jakarta, where PDIP's underdog candidate, Pramono Anung, took the governorship from the governing coalition's favourite, Ridwan Kamil. But elsewhere, candidates backed by Prabowo and his ruling KIM coalition handily won the election. This include Dedi Mulyani for governor of West Java, Khofifah Indar Parawansa in East Java, Bobby Nasution in North Sumatra and former “rose team” Kopassus officer, Yulius Selvanas in North Sulawesi. In South Kalimantan, the candidate backed by mining magnate and political powerbroker Haji Isem, also took office. Our avid listeners will remember my colleague Dr Ian Wilson, Senior lecturer in Politics, Terrorism and Counterterrorism at Murdoch University. Ian came on Talking Indonesia in December last year to discuss how the Jokowi government was reshaping the field of political contestation for the 2024 regional elections. Today we have him back to assess what the regional elections round up tells us about how power is being reorganised in Indonesia today.
Pada Pilkada Jakarta kali ini Prabowo dan Jokowi memilih jalan yang berbeda. Tidak ada gugatan atas kemenangan Pramono-Rano Karno, artinya tidak ada skenario dua putaran. Demokrasi di Jakarta hampir kembali, kita harus tetap menjaganya dari pengaruh juragan partai politik. - - - Kunjungi s.id/dukungtempo untuk mendapatkan diskon berlangganan Tempo Digital. Unduh aplikasi Tempo untuk membaca berbagai liputan mendalam Tempo. Leave a comment and share your thoughts: https://open.firstory.me/user/cm2k3v5860000mbvp8f18bx61/comments Powered by Firstory Hosting
Jim and Ray welcome BowerGroupAsia's Managing Director for Indonesia Doug Ramage to look at the country's economic and geopolitical position as it moves on from a decade under President Joko “Jokowi” Widodo to new President Prabowo Subianto. They consider Indonesia's position as a rising power with a $1 trillion economy, a G20 membership and leadership position within the Association of Southeast Asian (ASEAN) nations.Doug credits the Jokowi presidency for championing a stable political and investment climate, and explains why he believes that Prabowo is seeking continuity while also promoting social development. He explains that Prabowo will face a rising imperative to balance Jakarta's relationships with Washington DC and Beijing in the face of rising great-power competition. He will seek to maintain Indonesia's strong regional position and continue to promote ASEAN-centrality, while also continuing to promote its role as a leader in the Muslim world.Doug unpacks the strains created by the twin impulses toward economic growth and trade protectionism, and how these may impact the former defense minister's military modernization plans and the slow-moving effort to relocate the capital city.
Sebagian proyek besar swasta dipaksakan untuk menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN). Dugaan lain, status PSN yang mendapat banyak 'privilege' ini merupakan bentuk imbalan. Pembangunanisme ala Jokowi yang menjadi sumber konflik dan pelanggaran HAM, harus dihentikan. Presiden Prabowo harus mengevaluasi PSN. ------ Kunjungi s.id/dukungtempo untuk mendapatkan diskon berlangganan Tempo Digital. Unduh aplikasi Tempo untuk membaca berbagai liputan mendalam Tempo. ------ Leave a comment and share your thoughts: https://open.firstory.me/user/cm2k3v5860000mbvp8f18bx61/comments Powered by Firstory Hosting
VOA This Morning Podcast - Voice of America | Bahasa Indonesia
Benarkah tergulingnya Presiden Suriah Bashar Al-Assad menandai hilangnya sekutu utama Rusia di Timur Tengah? Sementara di Indonesia, memperingati Hari HAM Sedunia, SETARA Institute kembali merilis Indeks HAM 2024 yang menunjukkan penurunan kinerja pemerintahan Jokowi di bidang HAM.
Yuk! Bersama berpartisipasi dalam survey singkat ini untuk perkembangan Podcast Indonesia yang lebih baik! Ada hadiahnya lo! Klik langsung disini https://fstry.pse.is/6sjedf —— Firstory DAI —— Endorse dari mantan Presiden Jokowi dan Presiden Prabowo kepada sejumlah calon kepala daerah, mencerminkan lemahnya gagasan mereka. Fenomena Jokowi turun gunung dan keberpihakan Prabowo dalam Pilkada ini membuat kontestasi politik jadi tidak asik. - - - Kunjungi s.id/dukungtempo untuk mendapatkan diskon berlangganan Tempo Digital. Unduh aplikasi Tempo untuk membaca berbagai liputan mendalam Tempo. Leave a comment and share your thoughts: https://open.firstory.me/user/cm2k3v5860000mbvp8f18bx61/comments Powered by Firstory Hosting
In this episode: A special episode on the upcoming Pilkada (regional elections) with Seth Soderborg of SNS Analytics.For a free trial of Reformasi newsletter, go to reformasi.infoRead Erin's newsletter Dari Mulut Ke Mulut here: https://darimulut.beehiiv.com/You can support us on: buymeacoffee.com/reformasiIt takes a lot of money to run a podcast. You need subscription fees for hosting, audio recording services, editor's salary and music licensing. Luckily, you, estemeed listeners of Reformasi Dispatch podcast can help us.You can donate to us on buymeacoffee.com/reformasi and help us grow!
Prabowo Subianto and Gibran Rakabuming Raka has officially become the president and vice president of Indonesia. Will they run a government similar to that of Joko Widodo? - Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka kemarin (20/10) resmi menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia. Akankah mereka menjalankan pemerintahan yang serupa dengan saat pemerintahan Joko Widodo?
Nelle Filippine l'ex presidente Rodrigo Duterte ha annunciato di volersi candidare al ruolo di sindaco di Davao. Una candidatura che nasce dalla rottura della famiglia Duterte con l'ex alleato, il presidente Marcos. In Indonesia Joko Widodo, Jokowi, lascia la presidenza al subentrante Prabowo. Ma l'ex presidente sta sistemando ovunque figli, parenti e amici, per creare una dinastia politica e minare fin da subito la nuova presidenza del Paese. Gli inserti audio di questa puntata sono tratti da: Ex-President Duterte to run as Davao City Mayor: I want to make Davao better than yesterday, Anc 24/7, 8 ottobre 2024; Thousands of Indonesians attempt to storm parliament to protest changes to election law, New York Post, 22 agosto 2024; Bagong Pilipinas Bagong Mukha, Dj Jurlan, 21 marzo 2022; Duterte warns Marcos of ouster like his father's if charter change pushes through, Rappler, 29 gennaio 2024; ASEAN Business and Investment Summit 2024, RTVMalacanang, 9 ottobre 2024; WOTL: Quiboloy, News5Everywhere, 1 marzo 2024; Indonesian Elections 2024: Prabowo Subianto set to reap rewards of an image makeover, say observers, CNA, 13 febbraio 2024; President Jokowi delivers angry speech to critics, The Jakarta Post, 10 aprile 2018. Learn more about your ad choices. Visit megaphone.fm/adchoices
Jokowi seperti raja yang ogah kehilangan mahkota. Menjelang pensiun ia masih sibuk memoles citra dengan anggaran negara. Ada upaya mengelabui publik. - - - Kunjungi s.id/dukungtempo untuk mendapatkan diskon berlangganan Tempo Digital. Unduh aplikasi Tempo untuk membaca berbagai liputan mendalam Tempo. Powered by Firstory Hosting
Joko Widodo will be handing over Indonesia's presidency to the elected Prabowo Subianto, after a decade in power where he governed for two terms. Johannes Nugroho, a writer and political analyst discusses the legacy that Jokowi is leaving behind while anticipating what Prabowo might bring to Indonesian politics.Image Credit: shutterstock.com
Segala jurus dilakukan Jokowi menjelang lengser. Mulai dari membuat sejumlah kebijakan strategis, hingga diduga cawe-cawe dalam pemilihan calon ketua KPK. - - - Kunjungi s.id/dukungtempo untuk mendapatkan diskon berlangganan Tempo Digital. Unduh aplikasi Tempo untuk membaca berbagai liputan mendalam Tempo.
Presiden Jokowi diakhir masa jabatannya bukan hanya merusak demokrasi, tapi juga merusak lingkungan. Dengan dalih apapun ekspor pasir laut ini akan sangat merugikan Indonesia. Prabowo harus menghentikan kebijakan ini ketimbang harus membersihkan lumpur bekas Jokowi. - - - Dukung jurnalisme berkualitas dengan langganan Tempo. Baca di sini: https://majalah.tempo.co/
This week: Sri Mulyani speculation, Kiwi pilot released, cabinet rumors and sand exports. Also: Prof James Guild discusses the Widodo-era legacy of infrastructure development.For a free trial of Reformasi newsletter, go to reformasi.infoRead Erin's newsletter Dari Mulut Ke Mulut here: https://darimulut.beehiiv.com/
Sudah cukup membuat warga Jakarta bimbang dengan calon gubernur ‘ala kadar' pilihan juragan partai politik. Para calon gubernur itu kini berlomba-lomba menarik suara anak abah di Jakarta. Jokowi bukan lagi faktor, mari kita lupakan Jokowi di Pilkada 2024 ini. - - - Kunjungi s.id/dukungtempo untuk mendapatkan diskon berlangganan Tempo Digital. Unduh aplikasi Tempo untuk membaca berbagai liputan mendalam Tempo.
Muncul satu diskusi menarik tentang apakah posisi Presiden Republik Indonesia yang dinilai lebih tepat diisi oleh sosok dengan latar belakang atau silsilah bangsawan, ningrat, atau "darah biru" dibandingkan "rakyat biasa". Diskursus ini praktis menantang narasi egaliter bahwa siapa pun, terlepas dari latar belakang mereka, berhak menjadi pemimpin. Nah, hal ini membawa kita pada penelusuran mengenai latar belakang para presiden Indonesia, terutama terkait dengan klaim bahwa hanya Soeharto dan Jokowi yang tidak memiliki "darah biru," sementara yang lain, seperti Soekarno, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memiliki jejak aristokratis, baik trah bangsawan atau keturunan kerajaan, agama, serta ksatria atau militer. Penasaran seperti apa interpretasi mengenai pembahasan tersebut?
VOA This Morning Podcast - Voice of America | Bahasa Indonesia
Presiden AS Biden, Wapres Kamala Harris, dan mantan Presiden Donald Trump menghadiri peringatan tragedi 11 September di New York. Harris dan Trump hadir setelah mengikuti debat malam sebelumnya. Sementara itu, Presiden Joko Widodo kembali melakukan reshuffle kabinet menjelang akhir masa jabatannya.
VOA This Morning Podcast - Voice of America | Bahasa Indonesia
Wakil Presiden AS Kamala Harris dan mantan presiden Donald Trump akan berhadapan untuk pertama kalinya dan dalam apa yang mungkin akan menjadi satu-satunya debat capres AS di antara keduanya. Sementara itu, Presiden Jokowi menyatakan siap berkantor di IKN menjelang akhir masa jabatannya.
VOA This Morning Podcast - Voice of America | Bahasa Indonesia
Tidak seperti Hillary Clinton dalam Pilpres AS 2016, Kamala Harris tidak memiliki pesan gender yang tegas dalam kampanyenya. Akan tetapi, mau tidak mau, isu gender akan diperhitungkan dalam pemilu AS. Sementara itu, Presiden Jokowi menangguhkan rencana pemindahan ASN ke IKN bulan September ini.
VOA This Morning Podcast - Voice of America | Bahasa Indonesia
Kurang lebih dua bulan menjelang pemilu di AS, Capres Donald Trump dan Kamala Harris terus berkampanye seputar ekonomi sekaligus mempersiapkan diri untuk debat pertama mereka. Sementara itu di Indonesia, Presiden Joko Widodo memuji sikap Vatikan yang mendukung perdamaian terkait konflik di Gaza.
VOA This Morning Podcast - Voice of America | Bahasa Indonesia
Kedua partai besar di AS menyuarakan kekhawatiran atas proses pemungutan suara, yang dapat merusak kepercayaan dan menyebabkan kerusuhan pascapemilu. Sementara itu di Indonesia, Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan melakukan pertemuan dengan Paus Fransiskus di Istana Negara hari Rabu (4/9).
Digital Populism Just as we were recording this podcast, the hashtag #daruratdemokrasi (democratic emergency) went viral across Indonesian social media. The alert was prompted by the latest example of Indonesia's parliament (DPR) attempting to override or block a ruling by the Constitutional Court related to the eligibility of candidates to run in regional elections. The online campaign quickly turned into calls for real action to take place on Thursday 22 August, in the form of protests at the national parliament in Jakarta and other cities across the country. This would be parliament's final sitting day before it headed into recess ahead of the November elections, and therefore the last chance for any amendments to be passed. The response on the streets by some thousands of protesters, including celebrities, filmmakers, actors and academics, was significant enough to force the DPR to pause its intervention. This effectively put an end to what was seen by the protesters as an attempt to both prevent a key rival of the Jokowi-Prabowo coalition, Anies Baswedan, from contesting the Jakarta gubernatorial election, and allow Jokowi's second son, Kaesang, to stand as a candidate. This will be seen as a victory for a grassroots movement that began with digital activism and spilled out on to the street. The question now is, will this movement be sustained, or was it just a one-off? Over the past decade, digital activism has become deeply embedded and highly professionalised within Indonesia's political and social ecosystem. In the recent presidential election, the size of a candidate's team of ‘buzzers' and their stable of social media influencers was a decisive factor in delivering voters for the major parties, especially from the increasingly important Gen Z demographic. Prabowo's landslide win was made possible, in large part, due to a re-branding of his image and targeted use of TikTok throughout his campaign. Who and what is behind these campaigns driving what is known as digital populism in Indonesian politics? In a time when Indonesian democracy is under threat and protestors against the government are become more and more frustrated, does the internet in Indonesia still have the potential to be a force for good? In this week's episode Jemma chats with Ary Hermawan. Ary is the current editor of Indonesia at Melbourne and a PhD candidate at the University of Melbourne's Asia Institute. He earned his bachelor degree in Islamic history from the Syarif Hidayatullah State Islamic University and his master's degree in international journalism from the University of Arizona's School of Journalism. He previously worked as a managing editor and editor at large of Indonesia's leading English daily, The Jakarta Post. He also briefly served as deputy director of Amnesty International Indonesia. In 2024, the Talking Indonesia podcast is co-hosted by Dr Jemma Purdey from the Australia-Indonesia Centre, Dr Jacqui Baker from Murdoch University, Dr Elisabeth Kramer from the University of New South Wales and Tito Ambyo from RMIT. Image: Prabowo-Gibran Campaign 2024
Close The Door Podcast bersama M Qodari & Raymond Chin
One of the signature campaign promises of the Prabowo Subianto presidency is free lunches and milk for Indonesian school kids. This plan is linked to a much wider set of reforms to the way Indonesia's produces and organises its agriculture sector, including the modernization of agriculture and converting land to plantations. The details are still pretty scant but this is not a thought bubble, food sovereignty is an issue that Prabowo has spent much of his political career touting. Prabowo served as head of the Indonesian Farmers Association and chairs the advisory board for the Primary Rural Cooperative or (Inkud). As Minister of Defence, Prabowo also led Jokowi's food estate program, using private sector and military resources to open up massive new cassava plantations in Kalimantan. Those plantations failed. But nonetheless the incoming president is undeterred. Prabowo has called Indonesian farmers true patriots who will lead the country to food sovereignty. Food security is going to be the signature policy of the Prabowo administration so I figured we all need a primer not just on agriculture, but a sense of how small holder farming has been organised politically, socially and historically to better understand how grant state projects for agricultural transformation impact the lives of ordinary rural communities.
Ten years ago, Indonesia elected a new president named Jokowi who was supposed to represent a clear break with the legacy of Suharto's dictatorship. He defeated the most notorious representative of the old guard, a former general called Prabowo. Prabowo was involved in some of the worst atrocities of the Suharto regime during the occupation of East Timor. This year, Prabowo won the presidential election on his third attempt — this time with the tacit support of his former opponent, Jokowi.To discuss how Prabowo finally achieved his goal and what it means for Indonesian politics, Long Reads is joined by Mike Vann, professor of history at Sacramento State University. Mike joined us on Long Reads back in 2021 for a two-part conversation about Suharto's regime and its legacy.Read his article, "Indonesia's New President Is Dangerously Authoritarian," here: https://jacobin.com/2024/02/prabowo-indonesia-president-authoritarian-fascistLong Reads is a Jacobin podcast looking in-depth at political topics and thinkers, both contemporary and historical, with the magazine's longform writers. Hosted by features editor Daniel Finn. Produced by Conor Gillies, music by Knxwledge. Hosted on Acast. See acast.com/privacy for more information.
Tell us what you think about the pod!Curious circumstances surround June's hack of a national data center (PDNS II) and Nenden of Safenet, a premier CSO on online rights, joins the pod to help de-encrypt. We discuss the safety protocols, the hackers' demands and where accountability lies. Also: Erin and Kevin examine a momentous change at the top of the General Election Commission (KPU) and the implications for the president's younger son. And finally: the president-elect's brother-in-law weighs in on building new capitals versus disbursing free lunches. For a free trial of Reformasi newsletter, go to reformasi.infoRead Erin's newsletter Dari Mulut Ke Mulut here: https://darimulut.beehiiv.com/