Sains Sekitar Kita

Follow Sains Sekitar Kita
Share on
Copy link to clipboard

Sains punya peranan—dan penjelasan—dalam hampir setiap hal di hidup kita. Dengarkan Sains Sekitar Kita dan tambah wawasan Anda mengenai sains, mulai dari soal perubahan iklim hingga apa yang terjadi saat kita jatuh cinta. Diproduksi bersama KBR.

The Conversation


    • Jun 6, 2023 LATEST EPISODE
    • every other week NEW EPISODES
    • 11m AVG DURATION
    • 73 EPISODES


    More podcasts from The Conversation

    Search for episodes from Sains Sekitar Kita with a specific topic:

    Latest episodes from Sains Sekitar Kita

    Perubahan iklim dan dampaknya terhadap difabel: apa saja yang harus diperhatikan?

    Play Episode Listen Later Jun 6, 2023 16:36


    Salah satu kelompok yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim adalah difabel. Mereka menghadapi tantangan yang lebih berat karena keterbatasan fisik dan akses terhadap sumber daya dan layanan yang diperlukan untuk menghadapi bencana akibat perubahan iklim. Sébastien Jodoin, seorang profesor di Universitas McGill di Kanada membuat sebuah laporan yang berjudul “Disability Inclusion in National Climate Commitments and Policies”. Laporan ini memberikan contoh dampak perubahan iklim terhadap difabel. Ketika badai Sandy terjadi di Amerika Serikat tahun 2012, banyak orang yang menggunakan kursi roda terjebak karena ketiadaan perencanaan evakuasi yang mempertimbangkan kebutuhan mereka. Laporan diatas juga menganalisis National Determined Contribution (NDC) atau komitmen iklim yang disampaikan negara peserta Perjanjian Paris-–kesepakatan iklim internasional tahun 2015 untuk menahan pemanasan suhu bumi ke angka 1,5°C pada 2030. Dalam laporan tersebut, mereka menemukan hanya 35 dari 192 negara yang menyertakan referensi tentang difabel dalam NDC mereka. Hanya 45 negara yang memasukkan difabel dalam kebijakan atau program nasional mereka dalam merespon perubahan iklim. Bagaimana penjelasan rinci mengenai permasalahan ini? Dalam episode Sains Sekitar Kita terbaru, kami berbincang dengan Walin Hartati, Ketua III Bidang Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI). Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial maupun ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Menambahkan pendidikan iklim dalam kurikulum pembelajaran: bagaimana caranya?

    Play Episode Listen Later May 30, 2023 13:46


    Kita mulai merasakan dampak perubahan iklim: cuaca yang tidak menentu, suhu bumi yang meningkat dan mencairkan es di kutub, hingga kemarau atau hujan ekstrem. Meski demikian, isu perubahan iklim tersebut masih belum menjadi kesadaran bersama bagi seluruh masyarakat. Untuk mendorong terbentuknya kesadaran publik, sekelompok anak muda yang tergabung dalam koalisi Climate Education Now pada 2021 membuat petisi. Isinya mendesak pemerintah agar memasukkan materi tentang perubahan iklim dalam kurikulum pendidikan yang berlaku. Menurut koalisi ini, lembaga pendidikan seperti sekolah berperan strategis dalam menumbuhkan kesadaran kolektif mengenai perubahan iklim. Mereka juga berpendapat bahwa sekolah dapat mengembangkan program-program yang bertujuan untuk menyampaikan pemahaman kepada siswa tentang nilai-nilai kehidupan dan menggali perilaku peduli terhadap lingkungan. Baca juga: 3 cara agar pendidikan bisa jadi solusi perubahan iklim Bagaimana cara mengintegrasikan pendidikan tentang perubahan iklim dalam kurikulum pendidikan yang berlaku di Indonesia? Dalam episode Sains Sekitar Kita terbaru, kami berbincang dengan Nadia Fairuza, peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS). Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial maupun ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Potensi energi terbarukan Indonesia : sebesar apa dan bagaimana cara memanfaatkannya?

    Play Episode Listen Later May 23, 2023 17:46


    Energi berperan krusial dalam kehidupan masyarakat. Hampir semua kegiatan manusia memerlukan suplai energi. Selama ini, energi umumnya diperoleh dari sumber bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batu bara. Namun, sumber ini menghasilkan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada polusi udara dan perubahan iklim. Situasi ini menuntut perlunya adopsi langkah-langkah efisiensi serta transisi menuju penggunaan energi terbarukan guna mengurangi tingkat emisi. Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai kondisi nol emisi atau Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat, sesuai Perjanjian Paris. Untuk mencapai tujuan ini, Indonesia seharusnya memanfaatkan sumber energi terbarukan yang tersedia di tanah air, seperti surya, angin, air, bioenergi, dan panas bumi. Seberapa besar potensi energi terbarukan di Indonesia? bagaimana cara memanfaatkannya untuk mengurangi emisi di sektor energi? Dalam episode Sains Sekitar Kita terbaru, kami berbincang dengan Akbar Bagaskara, peneliti Bidang Ketenaga listrikan dari Institute for Essential Services Reform (IESR) yang sempat meneliti besarnya potensi energi terbarukan Indonesia. Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial maupun ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Perubahan iklim meningkatkan risiko penyebaran penyakit oleh nyamuk

    Play Episode Listen Later May 16, 2023 16:34


    pexels pixabay Perubahan iklim memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan kita. Salah satu dampaknya adalah peningkatan risiko penyebaran penyakit oleh hewan vektor, seperti nyamuk. Hal ini terjadi karena perubahan iklim berhubungan dengan suhu, kelembaban udara, dan curah hujan. Perubahan iklim mempengaruhi siklus hidup nyamuk dan kebiasaan menghisap darah. Nyamuk termasuk dalam kategori ectothermic, yakni suhu tubuhnya tergantung pada suhu lingkungan sekitarnya (suhu udara). Tahap siklus hidup yang paling rentan terhadap perubahan iklim adalah saat larva berubah menjadi nyamuk dewasa. Peningkatan suhu akan mempercepat proses perkembangan larva menjadi nyamuk dewasa. Selain itu, perubahan iklim juga dapat mempercepat proses pencernaan darah yang dihisap oleh nyamuk betina dewasa, sehingga intensitas penghisapannya menjadi lebih tinggi. Hal ini menyebabkan peningkatan frekuensi penularan penyakit. Bagaimana bisa perubahan iklim ini berdampak terhadap penyebaran penyakit? Dalam episode Sains Sekitar Kita terbaru, kami berbincang dengan Syafararisa Dian Pratiwi, anggota Research and Survey PIAREA Institute yang menjelaskan secara detail bagaimana perubahan iklim berdampak terhadap penyebaran penyakit menular, khususnya oleh hewan vektor seperti nyamuk. Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial maupun ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Kendaraan listrik sebagai solusi mengurangi emisi : seberapa besar dampaknya?

    Play Episode Listen Later May 9, 2023 15:22


    Pemerintah baru menerbitkan aturan mengenai subsidi untuk pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), termasuk motor dan mobil listrik, yang akan berlaku mulai 20 Maret 2023. Tujuan dari pemberian subsidi ini adalah untuk mendorong ketahanan energi dan juga menciptakan udara yang lebih bersih dan lingkungan yang lebih ramah. Bantuan subsidi akan diberikan oleh pemerintah untuk pembelian motor listrik roda dua sebesar Rp 7 juta per unit. Permintaan untuk bantuan subsidi ini mencapai 200 ribu unit motor sampai Desember 2023. Sedangkan untuk kendaraan roda empat atau mobil listrik, sebanyak 35.900 unit akan mendapatkan bantuan subsidi. Hingga saat ini, belum jelas berapa anggaran yang dialokasikan pemerintah tiap tahunnya untuk subsidi ini dan target spesifik terkait pengurangan emisi yang diharapkan. Baca juga: Pakar Menjawab: Subsidi jumbo bus dan motor listrik perlu digenjot, mobil listrik belum perlu Namun terlepas dari tujuan yang baik untuk mengurangi emisi, terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan pemerintah, salah satunya adalah sumber listrik yang masih berasal dari pembangkit listrik batu bara yang menghasilkan emisi dalam jumlah besar. Dengan masalah ini, pertanyaannya kemudian adalah apakah pemberian subsidi terhadap penggunaan kendaraan listrik adalah solusi yang efektif untuk mengurangi emisi? Dalam episode Sains Sekitar Kita terbaru, kami berbincang dengan Alloysius Joko Purwanto, Energy Economist dari Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) mengenai seberapa besar dampak penggunaan kendaraan listrik terhadap pengurangan emisi. Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial maupun ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Perubahan iklim memengaruhi kesehatan reproduksi: Bagaimana bisa?

    Play Episode Listen Later May 2, 2023 21:08


    Perubahan iklim yang terjadi saat ini memiliki dampak buruk yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, seperti kerusakan lingkungan yang memengaruhi kesehatan manusia secara langsung, perubahan pola penyakit, dan perubahan ekonomi. Salah satu dampak yang sangat serius adalah pada kesehatan reproduksi, terutama bagi ibu hamil. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan, seperti hipertensi, preeklampsia, serta risiko kelahiran prematur. Tak hanya perempuan, kesehatan reproduksi laki-laki juga terkena imbas. Naiknya suhu bumi bisa menurunkan kualitas sperma yang berdampak pada kesuburan dan kemampuan reproduksi laki-laki. Suhu lingkungan yang lebih tinggi dapat menurunkan jumlah sperma dan motilitas (kemampuan bergerak) sperma laki-laki, serta meningkatkan jumlah sperma abnormal. Bagaimana penjelasan lengkap tentang pengaruh perubahan iklim terhadap kesehatan reproduksi manusia? Kami berbincang dengan Profesor Budi Haryanto, Guru Besar Ilmu Kesehatan Lingkungan Universitas Indonesia dan Ketua Pusat Riset Perubahan Iklim mengenai dampak serius yang diakibatkan oleh perubahan iklim terhadap kesehatan reproduksi, baik laki-laki dan perempuan. Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial maupun ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Risiko krisis identitas masyarakat adat akibat perubahan iklim

    Play Episode Listen Later Apr 18, 2023 18:39


    Perubahan iklim bukan hanya berdampak pada lingkungan, tapi juga mempengaruhi kelangsungan hidup masyarakat adat. Mereka berhadapan dengan berbagai tantangan terkait dengan pengaruh perubahan iklim pada sumber daya alam, kesehatan, kebudayaan, serta identitas. Pada akhirnya, perubahan iklim dapat mempengaruhi kesejahteraan dan keberlangsungan hidup masyarakat adat serta dapat menyebabkan krisis identitas. Perubahan iklim dapat mempengaruhi identitas masyarakat adat melalui berbagai aspek. Salah satu aspek yang signifikan adalah sumber daya alam yang menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat adat. Contohnya, kekeringan atau bencana alam dapat menyebabkan kerusakan tanaman ataupun kematian hewan yang menjadi sumber makanan bagi masyarakat adat. Akibatnya, masyarakat adat harus mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Baca juga: Kearifan lokal bantu masyarakat adat beradaptasi terhadap dampak krisis iklim Sementara itu, bagaimana perubahan iklim bisa menimbulkan krisis identitas untuk beberapa masyarakat adat? Kami berbincang dengan Jangat Pico, pemuda Kader Sokola Rimba dan Nelce Etifera Assem, Ketua Eco Defender Jayapura mengenai bagaimana perubahan iklim memicu adanya krisis identitas ditengah masyakarakat adat. Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial maupun ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Eco-anxiety : kegelisahan anak muda terhadap perubahan iklim

    Play Episode Listen Later Apr 11, 2023 16:10


    Perubahan iklim tidak hanya memengaruhi lingkungan, tetapi juga dapat berdampak pada kesejahteraan psikologis manusia. Mulai timbulnya perasaan takut kekurangan tempat tinggal yang layak, hingga situasi masa mendatang menimbulkan kecemasan yang cukup serius. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat mengganggu kesehatan mental, yang dikenal sebagai eco-anxiety. Meskipun eco-anxiety bukanlah gangguan mental yang diakui secara resmi, tapi efeknya dapat berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis individu yang mengalaminya. Seperti apa penjelasan mendalam tentang eco-anxiety ini? Kami berbincang dengan Trevino Pakasi, pengajar di Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Universitas Indonesia, tentang bagaimana kecemasan lingkungan menjadi permasalahan yang harus diperhatikan secara serius, khususnya bagi anak muda. Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial maupun ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    1001 alasan untuk peduli terhadap lahan gambut

    Play Episode Listen Later Apr 4, 2023 21:03


    Indonesia berperan penting menjaga ekosistem global, terutama ekosistem gambut yang memiliki manfaat yang beragam. Dalam hal ini, Indonesia menjadi negara kedua dengan lahan gambut terluas di dunia sekitar 20 juta hektar. Keberadaan lahan gambut memberikan banyak manfaat bagi manusia, salah satunya sebagai tempat menanam sagu yang menjadi sumber pangan masyarakat sekitar. Selain itu, gambut juga memiliki kemampuan untuk menyerap CO2 dalam jumlah yang sangat besar, untuk menyeimbangkan emisi gas rumah kaca di atmosfer Bumi. Sayangnya, hingga saat ini banyak lahan gambut yang rusak dan terbakar. Badan Restorasi Gambut dan Mangrove menyatakan hanya 4,02 juta hektare atau 16% dari total luas kawasan gambut Indonesia yang masih dalam kondisi baik. Sisanya rusak ringan hingga sangat berat. Baca juga: Kehilangan gambut berarti kehilangan aset Indonesia berusia 13 ribu tahun Untuk membahas betapa pentingnya kita peduli terhadap keberadaan gambut, kami berbincang dengan Wahyu Perdana, juru kampanye dari Pantau Gambut, sebuah organisasi non pemerintah yang berfokus pada riset, advokasi, dan kampanye untuk perlindungan dan kelestarian lahan gambut di Indonesia. Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial & ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Energi terbarukan: antara cita-cita dan kenyataan

    Play Episode Listen Later Mar 28, 2023 19:31


    Indonesia memiliki tujuan besar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pemanfaatan energi terbarukan. Tujuannya adalah untuk mencapai kondisi net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon pada 2060. Melalui pemakaian sumber energi yang ramah lingkungan, Indonesia diharapkan dapat membantu meredam laju perubahan iklim melalui pengurangan emisi sektor energi. Saat ini, sektor energi masih menjadi penyumbang terbesar dalam emisi gas rumah kaca di Indonesia. Sektor ini menyumbang sekitar 40% dari total emisi karbon nasional atau sekitar 450 juta ton setara CO2 per tahun. Sayangnya, meski Indonesia memiliki sumber energi terbarukan seperti surya, air, angin, dan biomassa yang melimpah, pemakaian bahan bakar fosil dalam sektor energi masih mendominasi. Baca juga: Mengapa seretnya investasi energi bersih berbahaya bagi keanekaragaman hayati Indonesia Untuk mengulas bagaimana penggunaan energi terbarukan di Indonesia, kami berbincang dengan Grita Anindarini, Deputi Direktur Bidang Program di Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL). Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial & ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Perubahan iklim dan dampaknya bagi biaya hidup sehari-hari

    Play Episode Listen Later Mar 21, 2023 16:29


    Revolusi Industri pada akhir abad ke-18 membawa perubahan yang sangat besar di dunia, khususnya dalam hal teknologi dan produksi. Mesin-mesin industri yang bermunculan dalam skala besar mampu menghasilkan barang secara massal dan efisien. Peningkatan produktivitas yang terjadi di era ini berdampak positif bagi perekonomian dunia. Dengan jumlah produksi yang lebih banyak, penawaran barang bertambah dan permintaan masyarakat bisa terpenuhi dengan lebih baik. Sehingga, tingkat kesejahteraan pun meningkat. Namun, pada saat yang sama, Revolusi Industri juga menimbulkan berbagai dampak negatif. Salah satu yang terbesar adalah pencemaran udara, air, dan tanah yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dampak ini tak terlihat dalam jangka pendek. Tetapi dalam jangka panjang, imbas perubahan iklim semakin terasa dan bahkan meningkatkan biaya hidup sehari-hari. Untuk mengulas bagaimana perubahan iklim dapat menggerus keuangan masyarakat, kami berbincang dengan Retno Suryandari, peneliti di Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gajah Mada. Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial & ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Perubahan iklim makin membahayakan: kita bisa apa?

    Play Episode Listen Later Mar 14, 2023 18:40


    Perubahan iklim merupakan masalah global yang perlu mendapatkan perhatian serius dari masyarakat dunia. Dampak perubahan iklim sangat beragam: kerusakan ekosistem, penurunan keanekaragaman hayati, serta kesejahteraan manusia. Tahun 2023 dibuka dengan badai dingin yang membekukan Amerika Serikat, Kanada, dan Jepang. Sementara, Eropa mencatatkan rekor terpanas dalam sejarah. Kita juga terkejut dengan fenomena tanah Arab yang menghijau. Apakah kiamat sudah dekat? Yang jelas banyak ilmuwan sudah lama memprediksi cuaca ekstrem bakal kian marak. Lalu apa yang bisa anak muda lakukan untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim? Hingga saat ini masih banyak orang yang meremehkan dampak perubahan iklim dan mengabaikan perlunya tindakan untuk mengatasi masalah ini. Untuk membahas permasalahan ini, kami berbincang dengan peneliti ekonomi internasional dan politik lingkungan Universitas Katolik Parahyangan, Stanislaus Risadi Apresian, tentang bagaimana cara untuk ikut berpartisipasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin parah. Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial & ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Kisah penemuan ‘hobbit’ di Indonesia yang mengubah wawasan jejak evolusi manusia

    Play Episode Listen Later Jan 13, 2021 36:28


    (Wikimedia Commons/Avandergeer), CC BY Pengetahuan ilmuwan sebelumnya hanya meyakini dua spesies manusia yang datang ke Indonesia - yakni manusia purba atau Homo erectus (berdasarkan riset terbaru sekitar 1,3 juta - 600 ribu tahun lalu), dan juga manusia modern atau Homo sapiens (mulai sekitar 70 ribu tahun lalu) Namun, hal tersebut berubah sejak 2004 ketika sebuah tim Indonesia-Australia mengumumkan penemuan sisa manusia purba lain yaitu Homo floresiensis atau kerap dipanggil si “Hobbit” di Flores, Nusa Tenggara Timur. Penemuan ini mengguncang komunitas peneliti arkeologi dan paleontologi saat pertama kali ditemukan. Selain ukuran bagian tubuhnya yang cukup kecil dengan karakter biologis yang bahkan lebih purba dari Homo erectus, sisa Homo floresiensis ini juga ditemukan di kepulauan Indonesia tengah atau “Wallacea” - daerah perairan dalam yang terisolasi oleh arus laut yang kuat sehingga sangat menyulitkan migrasi manusia purba dari barat maupun timur. Bagaimana cerita seru penemuannya di Flores, dan bagaimana penemuan si ‘Hobbit’ ini mengubah wawasan kita tentang pola evolusi dan migrasi manusia? Untuk menjawab hal tersebut, kami berbicara dengan Thomas Sutikna, arkeolog di University of Wollongong, Australia yang juga merupakan salah satu anggota tim legendaris yang menemukan Homo floresiensis. Bagaimana lengkapnya? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir, dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Mengenal stem cell, masa depan pengobatan penyakit?

    Play Episode Listen Later Jan 7, 2021 33:20


    (Pixy.org/Antonia Theriault) Salah satu metode pengobatan yang kini sedang banyak diteliti untuk menyembuhkan berbagai penyakit manusia adalah terapi stem cell, atau “sel punca”. Stem cell adalah sel yang memiliki kemampuan untuk regenerasi dan bahkan berkembang menjadi berbagai sel khusus seperti sel otak dan hati. Ini membuat stem cell memiliki potensi tinggi dalam memulihkan cedera atau kerusakan organ tubuh. Meskipun masih butuh banyak penelitian dan uji klinis (di negara maju sedang gencar dilakukan riset stem cell untuk mengobati kondisi neuro-degeneratif seperti Alzheimer), terapi stem cell telah digunakan secara terbatas dalam pengobatan penyakit terkait darah seperti leukimia atau berbagai bentuk penyakit tulang. Bagaimana stem cell bekerja, apa saja potensi maupun kontroversinya, serta bagaimana masa depan dari metode pengobatan ini? Untuk menjawabnya, pada episode ini Sains Sekitar Kita berbicara dengan Berry Juliandi, peneliti stem cell di IPB University, Bogor. Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir, dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Awal mula dan takdir akhir alam semesta

    Play Episode Listen Later Dec 31, 2020 31:28


    (Unsplash/Greg Rakozy), CC BY Ilmu fisika modern telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak tahun 1915, ketika Albert Einstein menerbitkan sebuah konsep yang dikenal dengan Teori Relativitas Umum - seperangkat rumus yang menjelaskan cara kerja gravitasi dan hubungannya dengan pergerakan cahaya serta berbagai benda di alam semesta. Salah satu cabang ilmu fisika tersebut adalah kosmologi, yang mempelajari tentang awal dan akhir alam semesta. Ilmuwan mempelajari hal tersebut dengan meneliti berbagai fenomena di alam semesta seperti radiasi sisa ledakan “Big Bang”, lubang hitam, gelombang gravitasi, hingga “dark energy” (“energi gelap”). Dengan berbagai kemajuan ilmiah tersebut, pengetahuan apa yang kita miliki saat ini kita tentang kondisi alam semesta, asal usulnya, hingga takdir akhirnya nanti? Untuk menjawabnya, Sains Sekitar Kita pada episode ini berbicara dengan Husin Alatas, Guru Besar dan Kepala Divisi Fisika Teori di IPB University, Bogor. Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir, dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Mimpi ahli fisika nuklir untuk mengembangkan industri baterai nasional

    Play Episode Listen Later Dec 24, 2020 24:00


    (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki) Di masa depan, elektrifikasi dan pengembangan energi terbarukan menjadi semakin penting. Berbagai negara di dunia termasuk Indonesia kini mencari berbagai cara untuk mendukung infrastruktur dan transportasi dengan energi yang semakin hijau, semakin efisien, dan semakin tahan lama. Kementerian Perindustrian, misalnya, menargetkan produksi kendaraan di Indonesia terdiri dari 20% mobil listrik pada tahun 2025, dengan harapan pada 2040 akan naik menjadi 40%. Untuk mendukung visi ini, Indonesia membutuhkan industri baterai nasional yang maju untuk menyediakan berbagai komponen material dan teknologi baterai. Pada episode ini, Sains Sekitar Kita berbicara dengan Evvy Kartini, seorang peneliti senior di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan pendiri Institut Riset Baterai Nasional (N-BRI). Bagaimana perjalanan karir risetnya hingga pendirian institut tersebut? Dan apa langkah selanjutnya untuk mengembangkan industri baterai di Indonesia dalam beberapa tahun kedepan? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Bagaimana orang utan, primata yang paling menyendiri menemukan cinta

    Play Episode Listen Later Dec 16, 2020 21:28


    (Unsplash/Dimitry B), CC BY Orang utan adalah spesies primata yang populasinya terancam secara kritis. Di Borneo, misalnya, riset memperkirakan terjadi kehilangan 100.000 orang utan - atau sekitar 50% populasi mereka - dari 1999 hingga 2015. Namun, suatu hal yang jarang diketahui adalah bahwa orang utan merupakan spesies kera besar yang paling soliter. Setelah 6 atau 7 tahun hidup bersama induknya, mereka akan mulai menyebar dan hidup menyendiri di home range atau daerah tinggal masing-masing. Lalu, bagaimana primata yang hidupnya soliter ini menemukan pasangan? Untuk menjawab misteri ini, kami berbicara dengan Tatang Mitra Setia, peneliti biologi konservasi di Universitas Nasional yang menghabiskan lebih dari dua dekade meneliti tentang perilaku orang utan. Beberapa penelitiannya, misalnya, menyelidiki bagaimana seruan panjang atau long call dari orang utan jantan digunakan sebagai mekanisme “sayembara cinta” untuk menemukan pasangan betina. Bagaimana lengkapnya? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Melacak rute penyebaran HIV dari Afrika ke Indonesia

    Play Episode Listen Later Dec 9, 2020 20:08


    Di Indonesia, setidaknya 640.000 orang mengidap HIV/AIDS pada 2018, dengan lebih dari 70.000 infeksi baru per tahunnya. Dalam upaya mencegah penyebaran AIDS di Indonesia, peneliti seringkali melacak perbedaan DNA atau ‘genom’ dari virus HIV. Ini dilakukan karena seiring waktu dan seiring menyebar ke berbagai negara, virus HIV bisa bermutasi atau bahkan bergabung dengan berbagai galur lain dan berkembang menjadi berbagai galur campuran. Hal ini penting diteliti karena perbedaan galur virus bisa menentukan pengobatan untuk pasien AIDS - mulai dari jenis obatnya (terapi anti-retroviral, atau ARV), pemberian dosisnya, atau bahkan untuk mengembangkan vaksinnya. Oleh karena itu, pada episode ini kami berbicara dengan Nasronudin, Ketua Gugus Penelitian HIV di Institut Penyakit Tropis, Universitas Airlangga. Nasronudin dan timnya berkolaborasi melakukan riset dengan peneliti Kobe University, Jepang untuk melacak berbagai galur HIV yang ada di Indonesia dan asal usul persebarannya dari negara mana saja. Selain berhasil memetakan rute transmisi HIV dari sumbernya di Kinshasha, Afrika hingga sampai ke Indonesia, riset ini juga membantu petugas kesehatan dalam memetakan karakter resistensi pengidap HIV dan jenis pengobatannya yang sesuai di setiap daerah. Bagaimana lengkapnya? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Algoritma di balik aplikasi perencanaan trip wisata

    Play Episode Listen Later Dec 3, 2020 18:15


    CC BY Sebelum terjadi pandemi COVID-19, pada tahun 2019 terdapat 1,5 miliar turis internasional, naik hampir dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Aktivitas turisme ini dipicu salah satunya oleh berbagai hal mulai dari semakin berkembangnya tujuan wisata di dunia hingga banyaknya berbagai lokasi ikonik yang muncul di film. Hal ini kemudian mendorong munculnya aplikasi yang dirancang untuk membantu pengalaman wisata. Di antaranya adalah aplikasi yang sebatas menyarankan tujuan jalan-jalan seperti TripAdvisor, hingga situs seperti Visit a City yang dengan detail membantu merancang jadwal dan rute perjalanan dari berangkat hingga pulang. Bagaimana cara kerja algoritma atau rumus matematika di balik berbagai aplikasi wisata tersebut? Kriteria seperti apa yang dipakai aplikasi tersebut untuk menciptakan rute perjalanan yang terbaik? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pada episode kali ini Sains Sekitar Kita berbicara dengan Budhi Sholeh Wibowo. Budhi merupakan peneliti di Departemen Teknik Industri di Universitas Gadjah Mada. Sebagai ilmuwan data sekaligus ahli riset operasi, Budhi banyak meneliti tentang permasalahan terkait efisiensi perjalanan dan transportasi - seperti rute untuk trip wisata, rantai pasok perusahaan, hingga jaringan pelabuhan di Indonesia untuk mendukung wacana tol laut. Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Sains data bisa mengatasi macetnya lalu lintas di Jakarta

    Play Episode Listen Later Nov 25, 2020 21:41


    (UN Pulse Lab Jakarta), Author provided (No reuse) Lalu lintas kendaraan di Jakarta merupakah salah satu yang paling padat di dunia. Sepanjang 2019, misalnya, waktu yang terbuang di jalanan karena kemacetan lebih dari 174 jam atau sekitar 7 hari per orang. Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), produktivitas yang hilang akibat kemacetan ini setara dengan Rp 67,5 triliun. Pada episode ini, kami berbicara dengan Rizal Khaefi, ilmuwan data dari Pulse Lab Jakarta, laboratorium inovasi data di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Rizal dan timnya berupaya menyelesaikan masalah kemacetan ini dengan mendayagunakan data penggunaan internet dari warga Jakarta - salah satu kota di dunia yang paling aktif di media sosial dengan lebih dari 10 juta cuitan setiap harinya. Salah satu proyek riset mereka, misalnya, berkolaborasi dengan perusahaan transportasi online di Asia Tenggara, Grab. Mereka memanfaatkan data perjalanan mitra pengemudi mereka dalam merancang model lalu lintas yang bisa digunakan untuk membuat berbagai kebijakan transportasi dan pembangunan jalan. Bagaimana lengkapnya? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Bencana alam bisa memperparah pernikahan anak di Indonesia

    Play Episode Listen Later Nov 18, 2020 24:03


    Di Indonesia, pernikahan anak adalah masalah yang serius. Pada tahun 2018, misalnya, tercatat 11,21% perempuan di Indonesia menikah sebelum menginjak usia 18 tahun. Angka ini menempatkan Indonesia di antara delapan negara dengan angka pernikahan anak tertinggi di dunia. Selain faktor budaya dan agama, ternyata ada faktor lain yang berkontribusi terhadap tingginya angka pernikahan anak, yakni bencana alam yang terjadi di Indonesia. Pada episode ke-empat ini, kami berbicara dengan Teguh Dartanto, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi di Universitas Indonesia, yang meneliti hal ini bersama dengan salah satu mahasiswi bimbingannya, Ratih Kumala Dewi yang kini menempuh studi S2 di United Nations University (UNU-MERIT) di Maastricht, Belanda. Dengan menganalisis data dari Survei Sosio Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2015 dan Survei Potensi Desa (PODES) Tahun 2014, mereka menemukan pola bahwa angka bencana alam yang tinggi di suatu desa berhubungan erat dengan angka pernikahan anak yang terjadi di desa tersebut. Mengapa hal ini bisa terjadi? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Kisah peneliti yang temukan salah satu teknik pengolahan limbah air terkuat di dunia

    Play Episode Listen Later Nov 11, 2020 21:30


    Organisasi Pendidikan, Sains, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2015 memperkirakan lebih dari 70% limbah air di negara berpendapatan menengah ke bawah - termasuk Indonesia - tidak diolah dengan baik sebelum dibuang ke lingkungan. Sungai Citarum di Jawa Barat, misalnya, menerima lebih dari 340.000 ton limbah air dari sekitar 2800 perusahaan setiap harinya - menjadikannya “sungai terkotor di dunia”. Pada episode kali ini, kami berbicara dengan Felycia Soetaredjo, peneliti kimia di Universitas Widya Mandala Surabaya yang menemukan salah satu metode pengolahan air limbah industri terkuat di dunia. Pada tahun 2014, ia mendapat permintaan dari salah satu perusahaan elektronik di Surabaya untuk menurunkan tingkat racun dalam limbah air mereka. Tantangannya, menurunkan tingkat racunnya dari 7000 mg/L menjadi di bawah standar yang diperbolehkan, yakni 100 mg/L - atau sekitar 98%. Untuk mengurangi tingkat racun sebesar itu, proses pengolahan konvensional yang diterapkan perusahaan tersebut sebelumnya (menggunakan bakteri) memakan waktu hingga 2 bulan - teknik kimia yang didesain Felycia melakukannya hanya dalam waktu 15 menit. Bagaimana perjalanannya? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Apa beda gaya korupsi di Amerika dan Indonesia?

    Play Episode Listen Later Nov 4, 2020 21:14


    Berbagai studi telah menemukan bahwa rumitnya sistem multipartai dan mekanisme pengawasan checks and balances yang tidak efisien antara eksekutif dan legislatif membuat banyak politikus Indonesia bekerja sama mencari jalan pintas untuk mewujudkan kepentingannya. Masalah sistemik tersebut kemudian melahirkan berbagai skandal korupsi massal seperti kasus Wisma Atlet dan E-KTP. Namun, ternyata ada faktor lain yang juga berkontribusi besar dalam mendorong terjadinya praktik korupsi berjamaah ini, yakni karakter sosial budaya masyarakat di suatu negara. Dalam episode ke-dua dari Sains Sekitar Kita Season 2 ini, kami berbincang dengan Galang Lutfiyanto, peneliti psikologi dan neurosains dari Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta yang meneliti tentang perbedaan pola korupsi di Indonesia dan Amerika Serikat (AS) - dua negara dengan budaya masyarakat yang bertolak belakang. Riset tersebut merupakan hasil kolaborasi dengan New York University dan Harvard University di AS melalui program pendanaan riset Fulbright. Bagaimana temuannya? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Bioinformatika: kolaborasi sains data dan biologi untuk memajukan riset medis

    Play Episode Listen Later Oct 28, 2020 31:43


    CC BY Pandemi COVID-19 membuat peneliti dari berbagai negara berlomba mencari vaksin. Namun, COVID-19 bukan satu-satunya penyakit yang perlu diberantas - ada kanker, diabetes, dan penyakit lainnya yang juga menunggu kehadiran obat. Salah satu cabang ilmu yang turut berperan besar dalam mendorong penemuan obat tersebut adalah bioinformatika, yang merupakan kolaborasi antara biologi dan kimia dengan sains data. Untuk mendalami peran penting bioinformatika dalam riset medis - mulai dari pengelolaan data urutan genom hingga pemodelan komputer untuk menguji desain obat - Sains Sekitar Kita berbicara dengan dengan Arli Aditya Parikesit. Arli merupakan Ketua Departemen Bioinformatika di Indonesian International Institute for Life Sciences (I3L), lembaga pendidikan tinggi yang pertama menawarkan Program Studi Bioinformatika di Indonesia. Dia juga menggagas pendekatan informatika dan pemodelan komputer dalam penelitian obat kanker payudara dan serviks. Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Season 2 Trailer

    Play Episode Listen Later Oct 28, 2020 0:56


    Sains Sekitar Kita dengan KBR The Conversation Indonesia berkolaborasi dengan KBR Media meluncurkan Season 2 dari Podcast Sains Sekitar Kita. Dengarkan berbagai cerita menarik dari peneliti-peneliti terbaik Indonesia dan riset mereka yang menakjubkan. Mengapa bencana alam bisa menyebabkan pernikahan dini? Apa bedanya gaya korupsi orang Indonesia dan Amerika? Bagaimana orangutan, primata paling soliter, mencari jodoh? Mulai dari epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!

    Sains Sekitar Kita: Mengapa sistem pemilu Indonesia berubah setiap lima tahun?

    Play Episode Listen Later Mar 4, 2019 5:36


    Naypong Studio/ShutterstockSekitar satu setengah bulan lagi pemilihan umum serentak untuk memilih wakil rakyat di parlemen dan presiden dan wakil presiden untuk masa lima tahun akan diselenggarakan. Setidaknya 7.900 calon anggota DPR memperebutkan posisi wakil rakyat yang jumlahnya hanya 575 kursi pada 17 April nanti. Tapi di ruang publik, yang justru terdengar gegap gempitanya adalah “perang kata-kata” dua calon presiden, Joko Widodo dan Prabowo Subianto, dan tim kampanye mereka. Kampanye dan sosialisasi program para calon legislator minim sekali, termasuk di media massa. Tampaknya pemilihan serentak cenderung mendorong para politikus dan media lebih banyak menyorot kampanye calon presiden dan wakilnya, dibanding para calon wakil rakyat yang akan duduk di Senayan. Pertanyaannya: mengapa hampir setiap pemilu di Indonesia, sistemnya selalu berubah?Indra Pahlevi, peneliti politik dan pemerintahan Indonesia sekaligus Kepala Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, yang banyak terlibat di penyusunan beberapa undang-undang pemilu Indonesia, menjelaskan dinamika di balik perubahan sistem pemilu. Sepuluh tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945, Indonesia menggelar pemilu pertama yang pesertanya banyak sekali. Ada 178 tanda gambar di kertas suara termasuk partai politik, organisasi masyarakat, dan perorangan. Ilmuwan politik Australia Herbert Feith menyebut pemilu 1955 sebagai pemilu yang ultra demokratis. Pemilu kedua diadakan pada 1971. Di bawah pemerintahan militer Soeharto, yang jadi presiden setelah peristiwa huru-hara politik 1965, militer diberi kursi cuma-cuma di MPR, sementara partai-partai politik yang hidup pada masa Orde Lama dikendalikan. Soeharto melebur 9 partai menjadi 2 partai politik utama: Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sementara Golkar tetap menjadi partai tersendiri yang kemudian berkuasa selama 32 tahun. Selama itu pula, demokrasi hanya dijalankan secara prosedural. Masyarakat dan partai politik dikondisikan juga. Ketika orang ingin jadi caleg, harus melewati litsus (penelitian khusus) di bawah Kopkamtib (Komando Pemulihan Ketertiban). Salah satu tugas lembaga ini adalah mengintai masyarakat dan siapa pun kalau ada gerakan-gerakan politik yang mengancam stabilitas politik. Setelah Soeharto tumbang, rakyat ingin pemilu yang benar-benar demokratis. Presiden Habibie kala itu mempercepat pemilu dan 48 partai politik terpilih ikut kompetisi dalam pemilu 1999. Semua orang punya hak untuk menjadi wakil atau mendirikan partai politik. Pada saat itu presiden benar-benar dipilih oleh DPR. Lima tahun kemudian dan hingga saat ini presiden dipilih langsung oleh rakyat. Pemilihan legislatif, yang sejak 2009 berdasarkan suara terbanyak (bukan lagi nomor urut), lebih dulu digelar dibanding pemilihan presiden. Kali ini, pemilu serentak untuk memilih presiden dan legislatif. Setidaknya ada lima kertas suara yang mesti dicoblos. Apakah ini sistem terbaik? Tidak juga. Itu tadi, energi masyarakat dan politikus habis untuk pilpres. Sebenarnya, kita tidak perlu terlalu sering gonta-ganti sistem pemilu. Indra berharap kita menggunakan dulu satu sistem selama lima kali pemilu, lalu evaluasi untung-ruginya untuk negara. Ingat, tidak ada satu sistem pemilu terbaik di dunia. Yang ada adalah sistem pemilu yang cocok di setiap negara. Edisi ke-48 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ikhsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Relasi politikus dan anak muda masih tahap simbolik

    Play Episode Listen Later Feb 24, 2019 5:57


    Pemilih pemula di Palembang memasukkan kartu suara di kotak pemilihan presiden 2014. Fatrin Budiman/ShutterstockJumlah pemilih milenial (usia 21-30 tahun) dalam pemilihan umum kali ini mencapai sekitar 42 juta pemilih. Bila ditambah usia 20 tahun, masih ada 17 juta pemilih lagi. Totalnya sekitar 40% dari total pemilih. Dalam konteks pemilihan presiden, calon presiden (capres) petahana Joko Widodo dan penantangnya, Prabowo Subianto, membidik suara mereka untuk memenangkan pertarungan. Para politikus menggunakan berbagai cara untuk merayu pemilih muda waktu kampanye. Yang paling gampang, mereka meniru gaya anak muda–mulai dari pakai jaket jeans, sepatu sneakers, mengendarai motor custom, dan saling sapa menggunakan istilah “Bro dan Sis”. Walau seolah menjanjikan, Titi Anggraini, Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), mengatakan relasi antara peserta pemilu dan pemilih muda masih dalam tahap simbolik. Maksudnya, peserta pemilu (capres dan calon legislatif) masih menempatkan pemilih muda sebagai obyek interaksi politik. Sampai sejauh ini, para peserta pemilu belum melibatkan anak muda dalam politik secara substantif. Memang harus diakui mulai banyak anak muda menjadi juru bicara dan bagian tim pemenangan calon presiden. Namun, keterlibatan mereka dalam penyusunan gagasan, program, dan konsep bagi calon presiden, misalnya, belum menonjol. Saat ini ada 559 caleg berusia 20-30 tahun dari sekitar 7900 caleg DPR. Paling banyak berasal dari Partai Solidaritas Indonesia, kemudian Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Namun, sistem pemilu 2019 yang menggabungkan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif, membuat isu pemilihan legislatif terpinggirkan di tengah gegap gempita pemberitaan pemilihan presiden. Pemilih muda lebih banyak dihadapkan dengan pembelahan kontestasi pilpres ketimbang informasi yang cukup untuk mengenali para caleg di daerah pemilihan mereka. Edisi ke-47 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ikhsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Bagaimana jaksa dan kepribadian hakim pengaruhi tingginya vonis?

    Play Episode Listen Later Feb 17, 2019 5:56


    Timbangan keadilan, berat yang mana? Corgarashu/ShutterstockHakim kerap disebut sebagai wakil Tuhan di muka bumi untuk memberikan rasa keadilan bagi korban ketidakadilan. Tapi para hakim juga manusia yang punya bias dalam mengambil putusan. Guru Besar psikologi forensik dari Universitas Surabaya Yusti Probowati mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bias hakim setelah meneliti aspek psikologis hakim di ruang sidang. Masih ingat persidangan kasus pembunuhan dengan kopi beracun yang terdakwa Jessica Kumala Wongso? Setelah drama panjang di dalam dan di luar persidangan, majelis hakim akhirnya menghukum terdakwa 20 tahun penjara untuk kasus pembunuhan berencana, sama persis seperti tuntutan jaksa sebelumnya. Vonis ini sebetulnya sudah diprediksi Yusti. Dalam survei terhadap hakim pada awal 2000-an, misalnya, dia menemukan 81% hakim terpengaruh secara psikologi dari besaran tuntutan jaksa. Hasil survei itu diperkuat dengan riset eksperimen terhadap sejumlah hakim. Hasilnya serupa: putusan hakim segendang sepenarian dengan tuntutan jaksa. Jadi sebenarnya siapa yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya vonis yang dijatuhkan hakim? Menurut Yusti, jaksa sangat besar pengaruhnya karena mereka yang menyampaikan tuntutan sebelum hakim mengetuk palu vonis. Selain pengaruh tuntutan jaksa, karakter kepribadian seorang hakim ternyata juga sangat menentukan putusannya di pengadilan. Orang yang berkepribadian otoritarian tidak bisa melihat area abu-abu. Nah hakim yang berkepribadian otoritarian itu, dalam riset eksperimen, lebih menjatuhkan hukuman lebih tinggi dibanding hakim yang tidak berkepribadian otoritarian. Di luar urusan suap-menyuap untuk meringankan putusan, ada pula faktor psikologis yang membuat hakim bias di ruang persidangan. Misalnya, Yusti pernah mendengar satu kasus bahwa hakim menvonis sangat berat untuk terdakwa perkara pencurian, karena dua malam sebelumnya rumahnya dibobol maling. Nah kasus kriminal di rumah hakim memberikan efek psikologis juga terhadap beratnya putusan. Karena itu, hakim harus belajar ilmu psikologi agar hakim bisa lebih cermat menentukan sebuah motif kejahatan, seperti pembunuhan berencana. Edisi ke-46 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ikhsan Raharjo dan narator Aisha. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Mengapa orang bisa begitu fanatik dalam pemilu?

    Play Episode Listen Later Feb 10, 2019 5:33


    Kunst Bilde/ShutterstockDalam kegaduhan demokrasi terdapat celah terciptanya bibit konflik dan fanatisme berlebihan. Karena itu, secara psikologis, demokrasi mensyaratkan adanya orang-orang yang cukup pendidikan, berpikiran terbuka, toleran, bisa menerima perbedaan, dan bisa menunjukkan empati terhadap orang lain. Apa yang terjadi di Jerman pada pertengahan 1930-an menjadi contoh bahaya fanatisme. Kala itu, ekonomi mereka tumbang dihajar krisis keuangan di Eropa dan Amerika. Ditambah, Jerman baru saja kalah di Perang Dunia I. Jutaan orang menganggur, miskin, lapar, dan frustasi. Dalam kondisi seperti itu Adolf Hitler dan Partai Nazi menang pemilihan umum. Kanselir Jerman Hitler menegakkan fasisme dan membunuh demokrasi. Hitler, menurut Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk, mendapat loyalitas tunggal di negara itu dengan cara memanipulasi ketakutan rakyat Jerman. Kanselir juga menaklukkan Polandia sehingga pecah Perang Dunia II. Fanatisme buta mengalahkan akal sehat. Fanatisme buta bisa tumbuh subur di iklim politik yang demokratis seperti menjelang pemilihan umum di Indonesia. Orang yang fanatik rentan bias kognitif. Terkadang orang fanatik tidak bisa lagi menerima kebenaran dari kelompok lain. Orang fanatik hanya percaya bahwa hanya kelompoknya yang benar. Dalam beberapa kondisi, perasaan cinta terhadap kelompok sendiri yang mendorong seseorang untuk berjuang untuk kelompoknya adalah sesuatu yang lumrah dan alamiah. Dalam politik sikap partisan yang mendorong loyalitas dan kerelaan orang bekerja sukarela untuk partai terkadang diperlukan. Musim kampanye pemilu 2019 hampir selesai. Yang bikin was-was, populisme berbasis agama semakin mengganas. Politikus masih asyik memainkan identitas, mengipas pemilih supaya tetap panas. Karena itu, untuk menjadi pemilih yang kritis, setiap orang harus introspeksi memeriksa fanatisme dalam diri. Hanya dengan cara itu kita bisa menyelamatkan demokrasi kita. Edisi ke-45 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ikhsan Raharjo dan narator Aisha. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Makin sering berbohong makin lihai, tapi manusia tak bisa berdusta non-stop

    Play Episode Listen Later Feb 4, 2019 5:56


    Tak selamanya seseorang terus bisa berbohong. Jesadaphorn/ShutterstockSejarah bohong dan kebohongan, dalam berbagai level dan kasus, bisa dilacak dalam sejarah kehidupan manusia hingga ribuan tahun lalu. Dalam era modern, dusta kerap dipakai oleh para terdakwa untuk menutupi keterlibatannya dalam perkara yang dituduhkan saat mereka jadi pesakitan di pengadilan. Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setyo Novanto, misalnya, mengaku sakit saat sedang dicecar hakim di pengadilan dalam perkara korupsi proyek E-KTP. Ada sederetan politikus lainnya yang tiba-tiba jadi lupa atau pura-pura lupa saat berhadapan pengusutan kasus korupsi. Dalam ilmu psikologi, tindakan berpura-pura sakit fisik dan mental seperti itu disebut malingering. Guru Besar Psikologi Universitas Surabaya Yusti Probowati mengatakan kebohongan tidak bisa terus menerus dilakukan oleh seseorang. Yusti misalnya, membantu Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap kebohongan terdakwa pemberi suap yang di ruang persidangan terus menerus berbohong. Dalam suatu observasi lewat CCTV dari ruangan monitor KPK dalam berjam-jam, dia menyaksikan terdakwa ternyata tidak bisa terus-terusan bohong. Si terdakwa kadang lupa bila dia harus pura-pura bohong untuk menutupi perannya dalam kejahatan korupsi. Ada pula kebohongan model Ratna Sarumpaet yang mengaku mukanya dipukuli orang hingga babak belur, tapi dia terpaksa “jujur” bahwa itu efek dari operasi plastik di wajahnya. Kebohongan besar dimulai dari tipu-tipu kecil. Sebuah studi membuktikan bahwa otak dapat beradaptasi terhadap kebohongan yang kita ciptakan. Artinya, semakin Anda sering berbohong, maka otak akan membuat semakin lihai untuk menipu. Tapi bukan berarti kebohongannya tidak diketahui oleh orang lain. Bila secara lisan terus berbohong, kini ada alat uji kebohongan, Electro-encephalo-graphy, yang bekerja merekam aktivitas kelistrikan yang dihasilkan neuron otak. Dengan alat itu, psikolog seperti Yusti bisa mengetahui dengan mudah seseorang sedang berbohong atau tidak. Edisi ke-44 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ihsan Raharjo dan narator Naomi. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Laut dalam Indonesia timur kaya bakteri, tapi belum banyak dipelajari

    Play Episode Listen Later Jan 27, 2019 5:58


    Organisme di laut dalam seperti jelly dan organ bersel satu. Fona/ShutterstockPerairan Indonesia Timur punya banyak harta karun berupa organisme yang unik dan menarik tapi tidak banyak diketahui oleh peneliti dalam negeri. Di Ambon, banyak ekspedisi ilmiah sejak 1800, tapi yang melakukannya mayoritas dari luar negeri: Denmark, Belanda, Perancis, dan Amerika. Para ilmuwan Barat itu “mengeduk-eduk” kekayaan alam laut Indonesia untuk riset ilmiah. Yosmina Tapilatu, peneliti dari Pusat Penelitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, menjelaskan kekayaan laut dalam di Indonesia timur yang belum banyak ditelusuri oleh peneliti dalam negeri. Lima tahun pasca Perang Dunia Kedua, sebuah kapal bernama Galathea bergerak dari pelabuhan di Copenhagen, Denmark, bersama 120 orang awak kapal. Setelah berbulan-bulan berlayar, mereka tiba di Laut Banda. Ekspedisi Galathea bersejarah bagi penelitian bakteri laut dalam. Para ilmuwan yang ikut ekspedisi ini berhasil mengungkap keberadaan fauna misterius penghuni ribuan meter laut dalam. Ahli mikrobiologi laut Profesor Claude Zobbel dari University of California jadi ilmuwan pertama yang meneliti bakteri laut dalam Indonesia. Sama seperti Zobbel, Yosmina Tapilatu juga tergila-gila dengan bakteri laut dalam, khususnya di perairan Indonesia Timur yang terbentang dari Selat Makassar, Laut Banda, Laut Sulawesi, dan sebagian Samudera Pasifik. Kesenjangan riset memang terjadi. Untuk setiap satu publikasi yang terbit mengenai bakteri laut dari Indonesia timur, ada tujuh sampai delapan yang diterbitkan mengenai tema serupa dari Indonesia barat. Perbandingannya 1:7-1:8. Itu membuktikan bahwa eksplorasi bakteri laut di kawasan Indonesia timur belum ada apa-apanya dibandingkan dengan bagian barat. Untuk eksplorasi laut dalam, para ilmuwan seperti Yosmina perlu dukungan negara. Mereka butuh kapal riset, laboratorium mikrobiologi, tenaga peneliti, dan tentu saja dana riset yang besar. Edisi ke-43 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ihsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Pembelajaran sains, mengapa begitu dogmatis?

    Play Episode Listen Later Jan 20, 2019 5:46


    Kwanchai.c/ShutterstockIndonesia mengalami darurat kualitas pembelajaran sains. Sebagian besar lulusan sekolah menengah atas, belum menguasai matematika sederhana (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian angka sederhana), kemampuan yang semestinya telah dikuasai saat sekolah dasar. Apa yang salah dengan pendidikan sains di Indonesia? Intan Suci Nurhati, peneliti iklim dan kelautan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), punya kenangan kurang baik terhadap pelajaran sains di SMA. Walau dia belajar ilmu pengetahuan alam, gurunya tidak pernah mengajarkan tentang El Niño–Osilasi Selatan (ENSO). Padahal, menurut dia, ENSO merupakan siklus alam dan fenomena iklim terbesar abad ke-21. Fisikawan LIPI Suharyo Sumowidagdo mengkritik pengajaran sains di Indonesia yang dogmatis. Sangat sedikit diterangkan atau bahkan tidak pernah dijelaskan bagaimana asal usul suatu konsep dasar ilmu pengetahuan. Bertahun-tahun siswa mendengarkan penjelasan guru tentang rumus-rumus fisika, kimia, dan matematika. Apa itu belum cukup? Menurut Suharyo, dampak pelajaran sains akan lebih terasa jika siswa banyak bereksperimen sederhana. Karena itu, metode pembelajaran pendidikan sains di sekolah harus segera dibenahi. Edisi ke-42 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ihsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!

    indonesia apa selamat sma mengapa padahal malika begitu edisi sangat walau sebagian enso kwanchai lembaga ilmu pengetahuan indonesia lipi sains sekitar kita
    Sains Sekitar Kita: Kisah Djoko Iskandar, pionir peneliti katak dari ITB, tak mengekor ke Barat

    Play Episode Listen Later Jan 13, 2019 5:53


    Djoko Tjahjono Iskandar, peneliti kodok dari Institut Teknologi Bandung. ITBSekitar 30 tahun lalu, Djoko Tjahjono Iskandar kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studi doktor di Université Montpellier 2 Prancis. Awalnya dosen Institut Teknologi Bandung itu akan meneliti tikus, tapi rupanya untuk peralatan untuk riset tikus terlalu mahal untuk ukuran Indonesia. Maka dia ganti objek penelitian ke kodok. Iskandar ingat betul waktu itu hanya ada tiga makalah tentang kodok yang ditulis orang Indonesia pasca Perang Dunia Kedua. Sangat timpang dengan penelitian dari luar negeri yang seabrek-abrek. Tapi itu justru bikin semangat dia berlipat-lipat. Justru karena tidak banyak orang meneliti kodok, dia makin tertarik mendalami riset katak. Dia kemudian masuk keluar hutan di Kalimatan untuk mencari sampel kodok. Salah satu temuan yang penting adalah katak kepala-pipih Kalimantan (Barbourula kalimantanensis), jenis katak langka yang tidak punya paru-paru. Temuan itulah yang membuat namanya mulai dikenal sebagai ahli katak di dunia. Sampai hari ini, sudah sekitar 200-an spesies kodok baru yang ditemukan oleh Iskandar. Misalnya, kodok terkecil di dunia dan kodok yang bisa melahirkan kecebong. Ada enam jenis reptil dan amphibi temuan baru yang diberi nama sama seperti Djoko Iskandar: katak Polypedates iskandari, katak Fejervarya iskandari, ular Djokoiskandarus annulatus, kadal Draco iskandari, tokek Luperosaurus iskandari, dan Collocasiomya iskandari. Hampir semua hutan di Indonesia sudah dia masuki. Lokasi favoritnya adalah hutan di Kalimantan dan Papua yang relatif bagus meski terancam deforestasi. Di belantara, dia harus bertahan hidup sebulan sampai tiga bulan untuk mencari kodok jenis baru. Selama puluhan tahun Profesor Iskandar menghabiskan waktunya untuk meneliti kodok, yang mayoritas menggunakan uang pribadi. Guru Besar ITB ini mengkritik iklim penelitian Indonesia yang terlalu mengekor pada penelitian negara Barat. Misalnya, kini hampir semua arah penelitian biodiversitas diarahkan pada riset DNA, bidang yang dikuasai oleh para peneliti Barat dan harga alatnya miliaran rupiah dan bahan kimianya ratusan juta. Alat ini sulit dijangkau oleh peneliti Indonesia. Di satu sisi, Indonesia adalah gudangnya keanekaragaman hidup, yang datanya masih kosong. Seharusnya, kata dia, peneliti Indonesia fokus pada kekuatan sumber keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia dan belum banyak dieksplorasi. Edisi ke-41 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ihsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Jalan panjang melawan malaria, siapa yang menang?

    Play Episode Listen Later Jan 6, 2019 5:59


    Sel darah merah terinfeksi malaria. Chadsikan Tawanthaisong/ShutterstockMusim hujan telah tiba dan banyak air tergenang di sekitar rumah. Lingkungan kotor seperti itu yang menjadi tempat favorit nyamuk untuk berkembangbiak. Nyamuk malaria menggigit tubuh manusia mulai magrib sampai pagi. Malaria merupakan penyakit yang menyebar melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit Plasmodium. Satu gigitan saja bisa menyebabkan parasit masuk ke aliran darah. Dan kini malaria sudah muncul di lebih dari seratus negara. Separuh populasi manusia di seluruh dunia berada dalam risiko tertular penyakit malaria. Gejala umum terserang malaria: pusing, panas, mual, hilang kesadaran kalau yang sudah ekstrim. Jika sel darah merah dalam tubuh sangat berkurang bisa menyebabkan malaria otak. Malaria merupakan musuh bebuyutan umat manusia. Perang panjang manusia versus penyakit malaria sudah berlangsung ratusan tahun. Tapi mengapa perang itu belum berakhir? Malaria telah membunuh banyak manusia sejak 4000 tahun terakhir. Di Cina, para tabib sudah mencatat kasus gejala malaria malaria sejak 2700 tahun sebelum Masehi. Begitu pun catatan dari Yunani dan Romawi kuno. Hingga pada akhir abad ke-19, Charles Laveran, dokter dari Prancis, menemukan biang keladi malaria yaitu Parasit Plasmodium. Temuan ini membuat Laveran menerima Hadiah Nobel Kedokteran pada 1907 dan membawa perang malaria ke babak baru. Tidak mudah mengontrol malaria, karena penyakit ini punya sifat biologi yang unik. Gen parasit dari satu spesies banyak sekali dan masing-masing gen mempunyai fungsi masing-masing. Ada gen yang bisa berubah, misalnya, saat kena obat atau sistem imunnya manusia bagus. Gen berubah sehingga parasit juga berubah. Rintis Noviyanti, peneliti malaria dari Lembaga Eijkman di Jakarta ikut berperang melawan malaria di tanah air. Para ilmuwan telah menemukan lima jenis parasit penyebab penyakit malaria pada manusia. Deteksi dini yang cepat dan akurat mampu mengurangi tingkat kematian akibat malaria. Edisi ke-40 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ikhsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Tiga skenario kiamat menurut astronom ITB

    Play Episode Listen Later Dec 16, 2018 5:44


    Gehrke/ShutterstockKitab suci dan para agamawan memiliki cerita sendiri mengenai kiamat yang mengakhiri kehidupan dunia fana. Film-film Hollywood dan berbagai komik mengeksploitasi narasi kiamat sebagai hiburan sekaligus mencetak keuntungan. Ilmuwan astronomi juga punya penjelasan ilmiah bagaimana dan kapan sebuah planet, termasuk Bumi, akan hancur lebur sebagai pertanda kiamat. Premana Premadi, astronom dan dosen senior Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung, mengatakan astronomi punya tawaran cerita tapi tidak memutuskan apa-apa. Ini tiga skenario kiamat dari kaca mata astronomi. Pertama, masih ingat film Armageddon? Satu tim yang beranggotakan banyak ahli dikirim ke luar angkasa untuk menghancurkan asteroid sebelum menumbuk Bumi. Nah skenario itu cukup masuk akal, menurut astronomi, walau tidak diketahui secara pasti kapan asteroid menumbuk Bumi. Kedua, seperti prediksi suku Maya bahwa kiamat datang pada 2012. Skenario ini menyebut inti bumi yang selama ini stabil, secara berlahan memuai. Perubahan ini membuat lautan bergejolak dan wajah Bumi yang kita kenal berantakan. Skenario terakhir, kiamat kita datang dari sumber energi kehidupan kita di Bumi: Matahari. Seperti bintang lain, Matahari berevolusi: memuai hingga mencapai dan “menelan” Bumi dan seisi galaksi Bima Sakti. Kiamat ini hanya terjadi pada Bumi dan planet di galaksi Bima Sakti. Tapi tenang saja. Peristiwa kiamat tersebut mungkin terjadi tujuh miliar tahun lagi. Kiamat tak terjadi pada masa kehidupan kita atau anak dan cucu dan cicit kita. Edisi ke-39 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Hilman Handoni dan narator Aisha Rachmansyah. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Cintailah kecebong dan kodok, mereka indikator kualitas lingkungan

    Play Episode Listen Later Dec 9, 2018 5:58


    Kecebong dan kodok merupakan penentu kualitas lingkungan. Mereka sangat sensitif. Krisana Yindeeclub/ShutterstockKatak merupakan organisme yang paling sensitif di dunia. Karena itu, mulailah mencintai kecebong, katak, dan kodok, karena mereka indikator kualitas lingkungan. Mereka bisa digunakan sebagai penanda kerusakan lingkungan dan perubahan cuaca. Nenek moyang kodok diketahui hidup bersama dinosaurus pada 180 juta tahun lalu. Mereka mendominasi area rawa di hutan dengan kemampuan hidupnya yang sangat canggih. Katak termasuk salah satu kelompok pertama yang naik ke darat. Namun mereka bukan organisme yang paling primitif. Hewan ini hidup di dunia dunia: darat dan air. Pakar katak dan kodok dari Institut Teknologi Bandung Djoko Tjahjono Iskandar sudah bolak balik masuk hutan menemukan ratusan spesies katak baru, termasuk menemukan satu-satunya katak istimewa di dunia: katak yang bisa melahirkan kecebong di Sulawesi. Menurut Djoko, kemampuan katak bertelur tidak bisa menandingi kecepatan manusia merusak hutan tempat tinggal mereka. Sekitar 200 spesies katak sudah dinyatakan punah. Yang mengkhawatirkan, para ilmuwan memprediksi 7% populasi katak bisa lenyap dalam seabad ke depan. Ilmu berkembang dengan cepat, tapi mungkin katak di seluruh dunia akan mengalami kepunahan besar-besaran. Katak di Pulau Jawa tinggal sedikit spesiesnya. Pada zaman Belanda sudah banyak sekali kepunahan sebelum diteliti. Sekarang katak di Sumatra terancam. Mungkin yang tersisa terakhir adalah Papua dan Kalimantan, karena akses ke sana masih susah. Kerja keras pemerintahan Jokowi membangun infrastruktur akan memudahkan akses dan dengan demikian potensi kepunahan katak juga makin besar. Edisi ke-38 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ihsan Raharjo dan narator Eka July. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Kenali tanda keracunan makanan

    Play Episode Listen Later Dec 2, 2018 6:02


    Ilustrasi tiga dimens bakteri Salmonella, yang kerap menginfeksi makanan. Kateryna Kon/ShutterstockMakan banyak harusnya bikin tenaga Anda berlipat. Tapi kalau setelah makan Anda justru demam, perut melilit, dan mual-muntah, awas! Jangan-jangan Anda keracunan makanan! Menurut Puspita Listiyanti, peneliti bakteri dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), makanan yang terkontaminasi bakteri itu akan terlihat berlendir dan bau, serta teksturnya hilang jadi lembek. Apa yang sebenarnya terjadi ketika kita keracunan makanan? Keracunan makanan terjadi karena mengonsumsi makanan basi, makanan yang tidak dimasak dengan baik, atau makanan yang terlalu lama di udara luar. Udara banyak bakterinya, seperti salmonela, yang menyebar melalui kotoran. Ini bakteri yang bisa menyebar melalui makanan terkontaminasi dan juga udara yang menjadi penyebab diare. Daging dan susu sangat disukai oleh mikroba. Walau hanya satu sel menempel di situ, dengan cepat dia akan berkembang biak. Bakteri-bakteri itu dalam waktu 1 x 24 jam bisa berkembang biak dari satu sel jadi miliaran sel yang bisa menyebabkan manusia sakit. Kontaminasi bakteri mematikan pernah terjadi di beberapa negara. Awal 2017, produk daging asal Afrika Selatan tercemar bakteri jenis Listeria. Sekitar 1000 orang terinfeksi dan 216 orang tewas karena bakteri ini. Gara-gara itu lembaga kesehatan dunia WHO mencatat kasus tersebut sebagai wabah Listeria terparah sepanjang sejarah. Bakteri hidup dan berkembangbiak di mana-mana termasuk di air, panci, piring, sendok, gelas, dan semua peranti dapur. Pemanasan adalah salah satu sterilisasi untuk membunuh bakteri. Atau juga bisa memasukkan ke dalam kulkas, supaya bakteri tidak bisa berkembang biak. Bakteri hidup pada suhu 30 derajat. Yang mesti digarisbawahi, bakteri bukan pelaku tunggal keracunan makanan. Singkong, bayam, tomat juga bisa bikin kita keracunan karena di dalamnya ada racun alami untuk menghalau predator, jamur, dan serangga. Puspita Listiyanti menjelaskan bakteri yang kerap menyerang manusia. Edisi ke-37 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ihsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!

    yang apa tapi jangan selamat anda atau ini awal gara salmonella tanda makanan malika edisi walau listeria kenali daging sekitar bakteri afrika selatan ilustrasi lembaga ilmu pengetahuan indonesia lipi sains sekitar kita
    Sains Sekitar Kita: Bakteri baik untuk manusia, bagaimana mereka bekerja

    Play Episode Listen Later Nov 26, 2018 6:44


    Sevka Abdullah/Flickr, CC BY-SAReputasi bakteri memang terlanjur jelek. Orang awam lebih mengenal bakteri sebagai biang keladi penyakit diare, TBC alias tubercolosis, atau tifus. Padahal, sebenarnya semua makhluk hidup itu punya dua sisi, jahat dan baik. Begitu juga mikro organisme. Ada yang jahat dan baik. Mikroba tugasnya adalah mengurai. Di tubuh manusia, misalnya, bakteri mengurai kulit dengan cara memakannya. Lendir-lendir juga mereka dimakan. Mereka mengurainya menjadi zat yang lebih sederhana sehingga bisa dimakan oleh mikroba yang lain. Di dalam tubuh kita banyak sekali bakteri baik dan jahat. Tugasnya menguraikan senyawa-senyawa, apa pun senyawa itu. Tanpa bantuan mikroskop, jangan harap bisa lihat wujudnya. Bentuknya sangat kecil. Namun, bakteri makhluk super kuat, karena bisa hidup di kondisi paling ekstrem. Dia juga makhluk yang kompleks. Sebagian bakteri dalam tubuh manusia bikin manusia sakit, sebagian lainnya justru bikin kita sehat. Ada bakteri sahabat bapak-ibu petani dan industri makanan. Namanya asam laktat dan asetat. Di Eropa, duet bakteri ini dipakai untuk membuat cuka. Di sini, bisa dibuat masker dan minuman maknyus dari fermentasi kelapa, nata de coco. Puspita Lisdiyanti, peneliti mikrobiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menjelaskan bakteri baik dan berguna bagi manusia. Dia dan ilmuwan-ilmuwan lain sedang mendalami potensi manfaat bakteri yang berasal dari tubuh hewan. Dari sana, bisa muncul vaksin dan obat berguna untuk melawan seabrek penyakit. Di tangan para ilmuwan, bakteri baik bisa bikin sehat. Tapi di tangan kita, bakteri jahat bisa bikin mules-mules. Edisi ke-36 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ihsan Raharjo dan narator Aisha Rachmansyah. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Kisah petualangan Premana Premadi dari ITB menguak ruang angkasa

    Play Episode Listen Later Nov 19, 2018 6:10


    Premana Wardayanti Premadi Hilman Handoni/KBRMelayang-layang di antara planet Jupiter dan Mars, bersama hampir dua juta asteroid lainnya, ada Asteroid 12937 Premadi. Nama asteroid ini diambil dari nama Premana Premadi, perempuan astronom pertama dari Indonesia, yang aktif mengajar di Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung dan Direktur Observatorium Bosscha. Dia juga menggerakkan pendidikan astronomi ke anak-anak melalui organisasi nirlaba Universe Awareness for Children (UNAWE) Indonesia. Pada Maret 2017, Minor Planet Center (MPC) di bawah International Astronomical Union (IAU) menyematkan nama Asteroid 12937 Premadi, sebelumnya bernama asteroid 3024 P-L, ditemukan pada 1960 oleh Cornelis Johannes van Houten dan Ingrid van Houten-Groeneveld menganalisis plat fotografi yang direkam oleh Tom Gehrels dengan teleskop Schmidt di Observatorium Palomar. Memang, dia bukan orang Indonesia pertama yang diabadikan jadi nama asteroid. Tapi dialah perempuan astronom yang pertama. Sebelumnya, empat nama mantan Direktur Observatorium Bosscha juga diabadikan oleh Minor Planet Center (MPC) sebagai nama asteroid. Bagi Premana, penyematan nama orang Indonesia di ruang angkasa itu merupakan bentuk dukungan internasional kepada Indonesia untuk memajukan astronomi di tanah air. Inilah kisah Premana Premadi, yang begitu cinta dengan penjelajahan ruang angkasa. Walau dia hidup dengan amyotrophic lateral sclerosis (ALS) - penyakit ini juga menyerang Stephen Hawking, ahli fisika teori dari Inggris - penyakit yang menyerang saraf motorik, aktifitasnya segudang: mengajar, meneliti, mengisi diskusi, kampanye pendidikan astronomi untuk anak-anak, dan menyemangati para penderita ALS. Edisi ke-35 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Hilman Handoni dan narator Aisha Rachmansyah. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Astronomi dan relevansinya dengan kehidupan sehari-hari

    Play Episode Listen Later Nov 11, 2018 6:12


    Sergey Nivens/Shutterstock.comAstronomi merupakan ilmu paling tua. Ilmu ini setua nenek moyang kita yang menoleh ke angkasa dan bertanya: mengapa kita ada, mengapa ada hujan, siang, malam, dan bintang gemerlapan. Juga pertanyaan yang selalu relevan sepanjang masa: misalnya apakah alam semesta itu ada dari dulu? Apakah mereka ada untuk selamanya? Alam semesta itu sampai mana batasnya? Umurnya berapa? Berapa jarak Bumi dan Matahari? Pertanyaan-pertanyaan itu membantu para ilmuwan menemukan rotasi, revolusi planet-planet, gravitasi, hukum fisika, reaksi kimia, dan pertumbuhan biologi. Juga menciptakan teknologi. Penemuan inilah yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak teknologi yang awalnya dirancang untuk keperluan astronomi tapi aplikasinya sangat luas. Misalnya detektor sinar X yang dipakai di bandara-bandara. Itu teknologi yang sama yang dikembangkan untuk pengamatan sinar X. Tomografi, pengolahan citra yang tadinya dipakai di astronomi sekarang dipakai di dunia medis. Kodak film awalnya diciptakan astonom untuk mempelajari matahari. Tapi kini alat digunakan di industri medis dan fotografi. Lalu ada satelit yang menyambungkan siaran televisi dan telepon genggam. Juga ada GPS alias global positioning system yang dipakai di Google Maps dan membantu pesawat menemukan tujuan. Premana Premadi, astronom dan pengajar Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung, menceritakan seluk beluk penggunaan astronomi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut dia, astronomi membantu memupuk hasrat ingin tahu, memberikan patokan, ukuran, dan aturan-aturan. Juga menunjukkan penanda perubahan waktu, siang-malam, musim dan iklim, termasuk menentukan hilal dan awal Ramadhan awal syawal. Ya astronomi ilmu yang menarik dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Edisi ke-34 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Hilman Handoni dan narator Prodita Sabarini. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Kekuatan musik metal yang selama ini jarang diketahui

    Play Episode Listen Later Nov 4, 2018 6:05


    Kondrukhov/ShutterstockMusik metal kerap dikaitkan dengan pemberontakan kaum muda sampai dengan pemujaan setan. Tapi betulkah metal penganjur kekerasan dan memicu agresi? Alih-alih menghasilkan energi buruk, metal malah punya dampak baik. Journal of Psychology of Popular Media dalam satu tulisan menyebut metal membantu orang dalam menghadapi kematian. Peneliti Paula Rowe dan Bernard Guerin dari University of South Australia menyebut musik metal membantu remaja dan orang dewasa menghadapi ketegangan dalam keluarga, bullying, dan kesepian. Musik metal atau rock secara umum telah dikaitkan dengan macam-macam hal negatif. Misalnya The Beatles pernah mengatakan mereka lebih popular dari Yesus sehingga menerbitkan protes besar-besaran. Gita Widya Laksmini, Kepala Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya, mengatakan musik ini bisa fungsinya berbeda-beda untuk setiap orang. Bahkan satu individu bisa memaknai satu musik berbeda-beda dalam berbagai episode kehidupan, berbagai identitas dan konteks. Jadi mari nikmati musik metal. Edisi ke-33 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Hilman Handoni dan narator Ikram Putra. Selamat mendengarkan!

    Sains Sekitar Kita: Mengapa dokter tidak meresepkan jamu kepada pasien?

    Play Episode Listen Later Oct 28, 2018 5:55


    Potongan kunyit untuk jamu. Hans Denis Schneider/ShutterstockIndonesia adalah rumah dari sekitar 32 ribu tanaman berkhasiat obat. Banyak buah dan batang tanaman yang bisa diolah menjadi jamu. Mereka diklaim bisa menyembuhkan beragam penyakit seperti masuk angin, pegal-pegal, sampai disfungsi ereksi. Apa benar jamu sesakti itu? Bila begitu sakti, mengapa dokter tidak meresepkan obat jamu kepada pasiennya? Erni Hernawati Purwaningsih, Guru Besar Ilmu Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mengatakan para dokter ragu pada khasiat jamu karena jamu mengandung banyak senyawa kimia yang pengujiannya begitu kompleks. Itu belum termasuk efek samping yang diderita oleh pasien setelah minum jamu, yang kerap ditemui oleh para dokter. Tentu saja bahan yang kerap dipakai bumbu masak seperti kunyit, salam, dan jahe itu aman karena sudah diuji toksisitasnya. Tapi banyak lagi jenis tanaman yang membutuhkan riset mendalam untuk membuktikan manfaatnya secara ilmiah. Yang mesti digarisbawahi, jamu digunakan untuk meningkatkan daya tahan, bukan menggantikan obat resep dokter. Kalau minum jamu jangan berharap cespleng. Hati-hati. Penelitian membuktikan jamu yang cespleng ternyata mengandung bahan kimia obat yang berbahaya bagi tubuh. Jadi berpikirlah ulang sebelum minum obat jamu yang belum diteliti secara ilmiah. Edisi ke-32 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ikhsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!

    Claim Sains Sekitar Kita

    In order to claim this podcast we'll send an email to with a verification link. Simply click the link and you will be able to edit tags, request a refresh, and other features to take control of your podcast page!

    Claim Cancel