Renungan harian katolik yang ditulis oleh Pastur Peter Tukan SDB. Diupdate setiap harinya.
Delivered by Monika Kimberly from the Parish of Good Shepherd in the Diocese of Surabaya, Indonesia. Exodus 11: 10 - 12: 14; Rs psalm 116: 12-13.15-16bc.17-18; Matthew 12: 1-8.I DESIRE MERCY, NOT SACRIFICE The title for our meditation today is:I Desire Mercy, Not Sacrifice. There are two different things here, namely theacts of compassion desired by the Lord Jesus on the one hand, and the offeringswhich implemented in the worship of the Jews as an expression of their faith inGod on the other hand. The simple question would be what isthe difference between these two? The most obvious thing we can mention is thatto make an offering is a priority of human action. This is about how and inwhat form humans offer something to God. We remember Cain and Abel's offeringwhich led to the murder of Abel by Cain. We also remember the offering of thepoor widow in the temple that made Jesus praised the widow and criticized thewealthy people in general. In short, the offering as a human actis very dependent on the free will, choice or taste of every person. That iswhy offerings can be arranged or institutionalized to ensure the fulfillment ofinterests for the authorities or leaders, then the rules are made to supportit. There is an amount that must be fulfilled, for example the offering must beone tenth of someone's income. Burnt sacrifices and offerings must be numberedand the conditions of sacrificial animals are defective or not, and so on. The Lord Jesus Christ replacedeverything of sacrifice and offering with His own self-offering. This remainsas an act of offering, and more precisely a compassion which is an act ofmercy. This is really the act of God. The Father is compassionate and He lovesus so much that He gives His own Son to us. Jesus' act of compassion is shownin helping us and bringing salvation to us humans from all kinds of slavery tosin, evil and death. His only concern is our salvation and life in glory withthe Father. When the disciples were with the LordJesus, and especially on the moment they were starving and the safety of their livesshould be first prioritized, all forms of sacrificial rules and proceduresrespected in Jewish worship became secondary. Compassion or priority of humansafety as an act of God, must be superior to human actions in all forms ofworship rules and burnt offerings. Offering does not need to be removed fromour lives, meaning we still need it. But when compassion and mercy is needed,it should not be replaced by any form of sacrifices or offerings. Let's pray. In the name of theFather ... Strengthen and fill us with Your power, O God, so that we can give adue portion of compassionate deeds and elements of offerings that we can do inour journey of faith. Teach us to have true and honest faith. Glory to theFather and to the Son and to the Holy Spirit ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Eland Parera dan Meri Kaona dari Komunitas Kongregasi Bunda Hati Tersuci Maria di Keuskupan Maumere, Indonesia. Keluaran 11: 10 - 12: 14; Mazmur tg 116: 12-13.15-16bc.17-18; Matius 12: 1-8.AKU INGIN BELAS KASIH, BUKAN PERSEMBAHAN Tema renungan kita pada hari ini ialah: Aku Ingin Belas Kasih, BukanPersembahan. Ada dua hal yang berbeda di sini, yaitu di satu pihak perbuatanberbelas kasih yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus, dan di lain pihakpersembahan-persembahan yang diutamakan dalam peribadatan orang-orang Yahudisebagai ungkapan iman mereka kepada Tuhan. Pertanyaannya ialah apa perbedaan antara masing-masing ini? Yang palingkentara dapat kita sebutkan bahwa untuk melakukan suatu persembahan, tindakanmanusia yang diutamakan. Ini adalah bagaimana dan dalam bentuk apa manusiamempersembahkan sesuatu kepada Allah. Kita mengingat persembahan Kain dan Habelyang berujung pada pembunuhan Habel oleh Kain. Kita mengingat juga persembahanderma janda miskin yang membuat Yesus memuji si janda dan mengritik orang-orangberpunya pada umumnya. Singkatnya, persembahan itu sebagai perbuatan manusia maka sangattergantung pada kehendak bebas atau pilihan atau selera masing-masing orang.Supaya persembahan bisa diatur atau dilembagakan untuk menjamin adanyapemenuhan keinginan pihak penguasa atau para pemimpin, peraturannya dibuat. Adajumlah yang mesti dipenuhi, misalnya derma harus sepersepuluh dari penghasilan.Korban bakaran dan sembelihan harus berjumlah sekian dan kondisi hewanpersembahan itu cacat atau tidak dan lain sebagainya. Tuhan Yesus Kristus menggantikansemuanya dengan persembahan diri-Nya sendiri. Ini tetap sebagai suatupersembahan, lebih tepatnya sebuah belas kasih. Ini sesungguhnya merupakanperbuatan Tuhan Allah. Bapa berbelas kasih dan sangat menyayangi kita manusiamaka Ia memberikan Anak-Nya sendiri bagi kita. Perbuatan Yesus dalam berbelaskasih ialah menolong dan menyelamatkan kita manusia dari segala bentukperbudakan dosa, kejahatan dan kematian. Maka ketika para murid yang sedang bersama Tuhan Yesus, mereka kelaparandan harusnya keselamatan jiwa-raga mereka diutamakan dahulu, segala bentukaturan persembahan dan tata cara sabat yang dihormati di dalam peribadatanYahudi menjadi sekunder. Berbelas kasih atau pengutamaan atas keselamatanmanusia sebagai tindakan Allah, harus lebih superior atas tindakan-tindakanmanusia dalam segala bentuk aturan peribadatannya, yaitu persembahan yangmerupakan sekedar tindakan manusia. Persembahan tidak perlu dihilangkan darihidup kita, artinya kita tetap memerlukannya. Tetapi pada saat berbelas kasihitu diperlukan, jangan digantikan dengan sekedar memberikan persembahan. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Kuatkanlah dan penuhilah kami dengan kuasa-Muya Allah, supaya kami dapat memberikan porsi yang sebenarnya akan perbuatanberbelas kasih dan unsur persembahan yang dapat kami lakukan di dalam hidupiman kami. Ajarilah kami untuk beriman yang benar dan jujur. Kemulian kepadaBapa dan Putra dan Roh Kudus ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Evelyn from the Parish of Holy Spirit in the Archdiocese of Singapore. Exodus 3: 13-20; Rs psalm 105: 1.5.8-9.24-25.26-27; Matthew 11: 28-30.KNOWING GOD BY HIS NAME The title for our meditation today is:Knowing God by His Name. Yesterday we reflected on the identity of God throughthe pronouncement of the name of the ancestors of Israel to Moses. By this wayMoses could immediately associate himself with his own ancestors and then beable to imitate their examples of the faith. Today, the book of Exodus leads us toknow God in His own name. This knowledge touches the very personal being ofGod, that is by mentioning His own name. To Moses God mentioned his name withthe expression: I am who I am. In this identification God revelas himself as asingle Godhead, a personal principle of God. The pronoun "I" refersto the wholeness in oneself and cannot be put together with something else toexplain or clarify it. For example, for me, I must say myname is Maria, I am a woman, I am a nun, I am a professional, I am part of thisfamily and so on. There are so many elements attached to me to explain what andwho I am. But God does not use these complementary elements because He isalready perfect, complete. So God calls himself "I" means that He isperfect and total. He is eternal. For the name "I" whichaffirms the principle of self, it does not refers to the selfishness of God.Only God can maintain this principle because He is almighty and omnipotent.With this superiority, Moses and all of us make as an opportune of bringingGod's superiority to face evil enemies and those who oppose His will, even todefeat those enemies. For us humans, an affirmation of oneself only, the ego orselfishness, it is actually a great weakness and evetually failure. Whendealing with works, challenges or even threat from enemies, this weakness isnot a big deal to face the problem. It is obvious our human ego is so differentfrom the ego of God. The "I" affirmation of Godis also carried out by the Son of God, Jesus Christ, especially when He alwayssays: Amen, I say to you. Here Jesus continues to declare the name of God inHis Word. Jesus never says in His teachings, saying: “Jesus says to you.” Thisaffirmation of "I" for Himself also means to bring all those who hearand believe come to Him, stay with Him and follow His way of life. Today, Jesusinvites us to come to Him to draw from His great mercy in this expression:"Come to Me, because I am meek and humble." Let us always believe andrely on God's name as I AM WHO I AM. Let's pray. In the name of theFather ... O good Lord, thank you so much for showing yourself to uspersonally, may we always rely on your love and power. Glory to the Father andto the Son and to the Holy Spirit ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Eland Parera dan Meri Kaona dari Komunitas Kongregasi Bunda Hati Tersuci Maria di Keuskupan Maumere, Indonesia. Keluaran 3: 13-20; Mazmur tg 105: 1.5.8-9.24-25.26-27; Matius 11: 28-30.MENGENALI TUHAN DENGAN NAMA-NYA Tema renungan kita pada hari ini ialah: Mengenali Tuhan Dengan Nama-Nya.Kemarin kita diperkenalkan tentang diri Tuhan Allah dalam bentuk pemasangannama leluhur Israel pada diri Allah. Dengan cara ini Musa bisa langsungmengaitkan dirinya dengan leluhurnya sendiri lalu dapat meniru keteladanan imanpara leluhurnya. Hari ini kitab Keluaran mengantar kita untuk mengenal Allah dengan nama-Nyasendiri, jadi pengenalan ini sampai menyentuh diri Allah yang sangat pribadi,yaitu dengan penyebutan nama-Nya. Kepada Musa Allah menyebut namanya: Aku yangadalah Aku. Allah seperti ini adalah tunggal ke-Aku-an, satu prinsip pribadipada diri Allah itu. Kata ganti “AKU” menunjuk pada satu keutuhan pada diri itudan tak bisa dikenakan atau dipasang bersama sesuatu yang lain untukmenerangkannya. Misalnya, untuk diriku, saya mesti menyebut namaku Aleks, aku adalahlaki-laki, aku adalah biarawan, aku sebagai mahasiswa, aku bagian dari keluargaini dan masih banyak lagi. Ada begitu banyak unsur yang dilekatkan pada dirikuuntuk menjelaskan diriku itu apa dan siapa. Namun Allah tidak memakaiunsur-unsur pelengkap itu karena Ia memang sudah sempurna, lengkap. Jadi Allahmenyebut diri-Nya “AKU” berarti bahwa Ia sempurna dan total adanya. Ia abadiatau kekal. Untuk nama “AKU” yang menegaskan prinsip diri sendiri, tidak bermakna egoisatau sombong pada diri Tuhan. Hanya Tuhan yang bisa menegaskan demikian karenaIa mahaesa dan mahakuasa. Dengan keunggulan ini, Musa dan kita semuamendapatkan anugerah untuk membawa keunggulan Tuhan untuk menghadapimusuh-musuh yang jahat dan yang melawan kehendak-Nya, bahkan sampai mengalahkanmusuh-musuh itu. Buat kita manusia, penegasan hanya pada diri sendiri, ego-nyaatau aku-nya saja, itu sangatlah lemah ketika berhadapan dengan pekerjaan,tantangan atau hadangan musuh. Jelas ini sangat berbeda dari ego-nya TuhanAllah. Penegasan “AKU”-nya Tuhan juga dilakukan oleh Putra Allah, yaitu YesusKristus, khususnya ketika Ia selalu berkata: Aku berkata kepada-mu. Di siniYesus meneruskan atau menyatakan nama Allah dalam bersabda. Yesus tak pernahmenyebut dirinya sendiri: Yesus berkata kepada-mu. Penegasan “Aku” untukdiri-Nya ini, juga berarti hendak membawa semua orang yang mendengar danpercaya datang kepada-Nya, tinggal bersama-Nya dan menghayati cara hidup-Nya.Pada hari ini Yesus mengajak kita untuk datang kepada-Nya untuk menimbahkekayaan belas kasih-Nya. “Datanglah kepada-Ku, karena Aku lemah lembut danrendah hati.” Marilah kita selalu percaya dan mengandalkan nama Tuhan sebagaiAKU adalah AKU. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Allah yang mahabaik, terima kasih berlimpahkarena telah menunjukkan diri-Mu sebagai pribadi kepada kami, semoga kamiselalu mengandalkan ketunggalan dan kekuasaan-Mu. Kemuliaan kepada Bapa danPutra dan Roh Kudus ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Randy from the Parish of Christ the King in the Archdiocese of Makassar, Indonesia. Exodus 3: 1-6.9-12; Rs psalm 103: 1-2.3-4.6-7; Matthew 11: 25-27.RECOGNIZING GOD The title for our meditation today is:Recognizing God. Joice, a child of grade one was just a month in the primaryschool. In religion class, the pupils were taught to pray "OurFather" and other common prayers. They were asked by the teacher to writethe formula of Our Father's prayer. But Joice only wrote the title of theprayer "Our Father", then underneath she drew the face of a man:rather thick and curly hair, mustache and thin beard. The teacher then questioned why Joicedrew that face. The pupil answered: “I memorize the prayer of “Our Father” andI can wirte it well, but I want something more. I want to see the face of Godthe Father. Because I don't know the face of God, I better put the face of myown father. He is such a good father like God the Father”. Joice represents us the believers whowant to recognize God in a real way. But just like her, we actually havedifficulty to detemine what exactly His face. No human can do this, but JesusChrist who is the Son of God does it for us. Jesus' face is so familiar to us.Recognizing Him, seeing His face and meeting Him, is the same as experiencingGod the Father. In particular way, today we meet theLord God himself who introduces Himself to us. Moses recognized God when thevoice came from above that was heard so convincingly: I am the God of yourancestors; God of Abraham, God of Isaac and God of Jacob. Moses recognized thisGod when he needed God to protect him from the threat of the king of Egypt. Godthen proved His help as the liberator of the Israelites in Egypt. Jesus introduces God to us in Himself.Jesus himself knows God the Father and what God the Father is like. We can onlyfind it in Jesus Christ who is speaking and meeting us. In His prayers to theFather, Jesus asks that all kindness and mercies be given to the simple, smalland suffering ones. The arrogant, proud and selfish ones find it hard torecognize God. We normally learn to recognize Godvery seriously when any difficulty and threat come to our lives and wedesperately need God's help. We also recognize God when we desperately need Hispower to free us from all forms of oppression and persecution. We alsorecognize God in our situation of sickness, simplicity and humility when God isthere to strengthen us. Let's pray. In the name of theFather ... O God Almighty, strengthen us with Your blessings, so that we canrecognize You without obstacles in all our life situations. Our Father who art inheaven... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Eland Parera dan Meri Kaona dari Komunitas Kongregasi Bunda Hati Tersuci Maria di Keuskupan Maumere, Indonesia. Keluaran 3: 1-6.9-12; Mazmur tg 103: 1-2.3-4.6-7; Matius 11: 25-27.MENGENALI TUHAN Tema renungan kita pada hari ini ialah: Mengenali Tuhan. Yuvita, anak sdkelas satu baru seminggu masuk sekolah. Pada pelajaran agama, mereka diajarkanberdoa “Bapa Kami” dan doa-doa umum lainnya. Murid-murid diminta gurunya untukmencatat rumusan doa Bapa Kami. Tetapi Yuvita hanya menuliskan judul doa “BapaKami”, lalu dibawahnya ia menggambar wajah seorang lelaki: rambut agak tebaldan kriting, berkumis dan jenggot tipis. Ibu guru kemudian pertanyakan mengapa Yuvita menggambar wajah itu. Muriditu menjawab: doa Bapa Kami sudah aku hafal, padahal aku mau sesuatu yanglebih, yaitu wajah Bapa Allah. Karena aku tak tahu wajah Tuhan Allah, aku lebihbaik gambar wajah bapakku di rumah. Kan dia juga baik seperti Tuhan Allah. Yuvita mewakili kita semua orang beriman yang ingin mengenali Tuhan Allahsecara nyata. Tetapi sama seperti dia, kita pasti kesulitan menentukanwajah-Nya seperti apa atau siapa. Tak seorangpun manusia mampu melakukan ini,tapi Yesus Kristus yang adalah Putra Allah justru melakukan bagi kita. WajahYesus tak asing bagi kita. Mengenali Dia, melihat wajah-Nya dan berjumpa Dia,ialah sama saja dengan mengalami Bapa Allah. Secara khusus pada hari ini kita bertemu Tuhan Allah sendiri yangmemperkenalkan diri-Nya kepada kita. Musa mengenali Allah ketika suara itudatang dari atas yang didengarkan dengan begitu meyakinkan: Aku adalah Allahleluhurmu; Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Musa mengenali Allah inipada saat ia sedang membutuhkan Tuhan untuk melindunginya dari ancaman rajaMesir, dan Tuhan tampil sebagai pembebas orang-orang Israel di Mesir. Yesus memperkenalkan Allah sebagai Tuhan yang telah menjelmah di dalamdiri-Nya. Ia sendiri mengenal Allah Bapa dan seperti apa Allah Bapa itu, kitahanya bisa mendapatkan itu dalam diri Yesus Kristus yang sedang berbicara danberjumpa dengan kita. Di dalam doa kepada Bapa, Yesus minta supaya semuakebaikan dan kemurahan menjadi berkat-berkat bagi orang-orang sederhana, kecildan menderita. Orang-orang congkak, sombong dan cerdik susah sekali mengenaliTuhan. Jadi kita belajar untuk mengenali Tuhan sungguh-sungguh pada saat kesulitandan ancaman menimpa kita dan kita sangat membutuhkan pertolongan-Nya. Kita jugamengenali Tuhan saat kita sangat memerlukan kuasa-Nya untuk membebaskan kitadari segala bentuk penindasan dan penganiayaan. Kita pun mengenali Tuhan dalamsituasi sakit, sederhana dan rendah hati saat Tuhan akan memperkuatkan kita. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Allah yang maha kuasa, perkuatkanlah kamidengan berkat-berkat-Mu, supaya kami dapat mengenali Engkau dengan tanpahalangan dalam segala situasi hidup kami. Bapa kami... Dalam nama Bapa...
Delivered by Vanessa Anggono from the Parish of Saint Ignatius in the Archdiocese of Singapore. Exodus 2: 1-15a; Rs psalm 69: 3.14.30-31.33-34; Matthew 11: 20-24.DISAPPOINTED The title for our meditation today is:Disappointed. As you hear this word, you might immediately ask how come thetheme “disappointed” to be our today's reflection. This reaction can be seensimilar to various responses in the form of likes or dislikes and differentcomments on your Facebook wall when you post your status"disappointed". The more responses on your wall, the more excited andbusy you are. Feeling disappointed is part ofeveryone's life. Disappointment happens because of many factors. Perhaps theuniversal characteristics of disappointment are like sadness, anger,irritation, annoyance, despair, hurt, embarrassed and so on. It is clear andunderstandable, that someone who is disappointed normally declines in conditionfrom number 10 then moves down to 8, 7, 5 even to 0. In fact there are many factors thatcause someone disappointed and we cannot reflect them all in this briefmeditation. We just want to highlight one of them. That factor is becausepeople do not give appreciation or gratitude for the goodness and truth we do.Appreciation is the same with respect, esteem, and attention. More precisely,it is an attitude of gratitude. People who are grateful in life will maintain,cherish, appreciate and develop what they already have achieved, what isavailable, and what they have accepted or treasured. There are many examples. From today'sreadings, we can follow three examples. First, Moses was disappointed thatgreat works and sacrifices of the Israelites as servants were not appreciatedby the Egyptians, even the Jews were beaten, tortured and humiliated. The Kingof Egypt was disappointed at the actions of Moses who took his own way, judgingwhatever he wanted, killing Egyptians who acted brutally on the Jews. Moses didnot realize that he had been saved and raised by the Kingdom of Egypt. JesusChrist was disappointed at the cities that had received instruction andstrength from Him, but they had no intention of repentance. You can extend theexamples according to each person's experience. The experience of disappointmentbecause of no appreciation or no gratitude is normally expressed in variousreactions such as warning, correction, anger, and punishment. There is nothingwrong about such reactions, in so far that these all have purpose to bringpeople back to be grateful and appreciative persons. But it will becomeproblematic or even a sinful if a disappointment drives people to revenge, setevil plans, raise conflicts and war. So actually, being disappointed is a momentto be honest as persons of good or bad intention.Let's pray. In the name of theFather ... Almighty Father, we thank you for the gift of life on this new day,when we have every opportunity to bear witness in faith, love and hope, so thatmore people will experience your glory in this world. Hail Mary full of grace... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Meri Kaona dan Olive dari Kongregasi Bunda Hati Tersuci Maria di Keuskupan Maumere, Indonesia. Keluaran 2: 1-15a; Mazmur tg 69: 3.14.30-31.33-34; Matius 11: 20-24.KECEWA Tema renungan kita pada hari ini ialah: Kecewa. Mendengar tema ini, mungkinbanyak yang langsung bertanya kok bisa ya, temanya kecewa. Reaksi ini miripdengan aneka tanggapan berupa suka atau tidak suka dan komentar beragam atasdinding facebook Anda yang bertuliskan “kecewa”. Semakin banyak tanggapan padadindingmu itu semakin seru dan menarik. Kecewa itu bagian dari diri kita dan setiap orang memilikinya. Keadaankecewa setiap orang berbeda-beda karena bergantung pada banyak faktor. Mungkinciri-ciri kecewa yang universal bagi semua orang ialah misalnya sedih, marah,jengkel, kesal, putus asa, sakit hati, terpukul, malu dan lain-lain. Yangjelas, kecewa membuat seseorang yang kalau dalam keadaan normal dengan angka10, telah bergerak turun menjadi 6, 5, 4 bahkan sampai 0. Karena ada banyak faktor yang menyebabkan adanya rasa kecewa dan tak bisadimuat dalam renungan singkat ini, dalam renungan ini akan disoroti satu faktorsaja. Faktor itu ialah karena orang tidak memberikan apresiasi atau rasa syukuratas kebaikan yang kita perbuat. Apresiasi mengandung arti sama denganpenghargaan, menghormati, dan memberikan perhatian. Lebih tepatnya ialah sikapbersyukur. Orang yang bersyukur akan menunjukkan bahwa kebaikan yang ia perolehitu dijaga, disayangi, dihargai dan dibuat atau dikembangkan. Ada banyak contoh. Dari bacaan-bacaan hari ini, ada tiga contoh. Pertamaialah Musa kecewa karena kerja dan pengorbanan orang Israel sebagai hamba-hambatak diapresiasi oleh orang Mesir, bahkan orang-orang Yahudi dipukul, disiksadan direndahkan. Raja Mesir kecewa atas tindakan Musa yang ambil jalannyasendiri, menghakimi semau dia, membunuh orang Mesir yang bertindak brutal atasorang Yahudi. Musa tak menyadari bahwa ia telah diselamatkan dan dibesarkanoleh Kerajaan Mesir. Yesus Kristus kecewa atas kota-kota yang telah menerimapengajaran dan kekuatan dari-Nya tetapi mereka tak punya niat untuk bertobat.Anda bisa memperpanjang contoh-contohnya sesuai dengan pengalaman masing-masingorang. Rasa kecewa karena tak ada apresiasi dan sikap bersyukur ini diungkapkandalam berbagai bentuk antara lain marah, teguran, peringatan bahkan hukuman.Tak ada salah tentang itu, jika ini sebagai tindakan untuk menyadarkan,mengingatkan dan membawa orang kembali kepada sikap bersyukur dan memberikanapresiasi. Ini akan menjadi bermasalah bahkan sebagai kesalahan jika kecewa inimendorong orang untuk balas dendam, rencana jahat, melancarkan konflik danperang. Jadi sebenarnya kecewa itu ada gunanya. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Bapa maha kuasa, kami bersyukur danberterima kasih kepada-Mu atas karunia kehidupan di hari yang baru ini, di manakami memiliki segala kesempatan untuk memberikan kesaksian dalam iman, kasihdan pengharapan sehingga kemuliaan-Mu semakin dialami oleh banyak orang. SalamMaria penuh rahmat ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Ariel from the Parish of Saint Albert the Great in the Diocese of Makassar, Indonesia. Exodus 1: 8-14.22; Rs psalm 124: 1-3.4-6.7-8; Matthew 10: 34 - 11: 1.SPIRITUAL SWORD The title for our meditation today is:Spiritual Sword. Why does the Lord Jesus describe the mission and coming of theKingdom of God in the forms of war, conflict and division? Jesus says to theapostles and all of us that He does not come to bring peace, but the sword. Thesword here is not in the physical sense that is used to cut off the head orinjure the body. But the sword or spiritual weapon that pierces into the depthsof the hearts and minds of men who are possessed by sin and in the power ofdarkness. The power of evil, sin and badintention cannot be defeated by human strength alone. What great, brave andsmart human person is, when he encounters the power of darkness, he will besubdued and perished. This power enters human beings with the aim of destroyingand afflicting those possessed either person or group of people. This powerdoes not have preference. It chooses anybody as its targets. It usually entersa person who is weak mentally and spiritually. One example for this should be theevil spirit happened to rule over the Egyptian king when Joseph the son ofIsrael had died. He was filled with the spirits of jealousy, discrimination,hatred, anger, greed and injustices. He decided to destroy the descendants ofIsrael by implementing forced labors and the killing of the newly born malebabies. The intention was to finally stop the increase number of thedescendants of Israel. The Egyptian King was fear that someday the Israelites wouldoutnumber his countrymen and eventually rule over them. This is a kind of war,like drawing a sword to cut off the spirit of human life and destroy thedescendants of the Israelites. The sword and war used in Egypt in thephysical sense had destroyed the human bodies, social and cultural life, andintegrity of life itself. The same sword and war but spiritually instead usedby Jesus to destroy the enemy namely sin and evil. The sword of Jesus is theWord of God with two equally sharp sides that protect and defend our spiritsand souls, considerations of the mind and the goals of the our hearts. So theWord of God is really the sword of the Spirit to destroy the spirit of darknessand any sinful act that destroy our dignity as sons and daughters of God. So Jesus says that He comes to bringdestruction and even division between brothers and sisters, because even in theclose relationship as a family there indeed exsists the power of darkness andevil that may continue to flourish. The Lord Jesus remains in his power to makeus sons and daughters of God to live righteously, peacefully and rejoice in theHoly Spirit. Let's pray. In the name of theFather ... Encourage and fulfill our lives today, O Father, that the fire ofYour Spirit may burn our spirit to be active and diligent in fighting all kindsof darkness that can destroy us in any moment of our lives. Glory to the Fatherand to the Son and to the Holy Spirit ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Hendrik Monteiro dan Erna Lolan dari Komunitas Kongregasi Bunda Hati Tersuci Maria di Keuskupan Maumere, Indonesia. Keluaran 1: 8-14.22; Mazmur tg 124: 1-3.4-6.7-8; Matius 10: 34 - 11: 1.PEDANG ROHANI Tema renungan kita pada hari ini ialah: Perang Rohani. Mengapa Tuhan Yesusmenggambarkan misi dan kedatangan Kerajaan Allah dalam bentuk perang, konflikdan perpecahan? Yesus berkata kepada para rasul dan kita semua bahwa Ia tidakdatang untuk membawa damai, tetapi pedang. Pedang di sini bukan dalam artifisik yang dipakai untuk memenggal kepala atau melukai tubuh. Tetapi pedangatau senjata rohani yang mencabik dan menusuk ke kedalaman hati dan pikiranmanusia yang dirasuki dosa dan dalam kuasa kegelapan. Kuasa kejahatan, dosa dan intensi jahat memang tak bisa dilawan cukupdengan kekuatan manusia saja. Sehebat dan sepandainya seorang manusia, jikaberhadapan dengan kuasa kegelapan, ia bakal takluk dan binasa. Kuasa ini masukdalam diri manusia dengan tujuan menghancurkan dan menyengsarakan pribadi,kelompok dan golongan orang-orang. Ia tidak pandang bulu atau memilih-milihorang. Ia pasti memasuki orang yang ketahanan mental, batin dan rohaninyasangat lemah. Salah satu contoh ialah roh kejahatan itu masuk dalam diri raja Mesir yangbaru zaman setelah Yusuf wafat. Ia dipenuhi roh jahat iri hati, diskriminasi,benci, marah, rakus dan tidak adil. Ia memutuskan untuk menghancurkan umatketurunan Yakub atau Israel, melalui kerja paksa dan membuang bayi-bayilaki-laki yang baru saja lahir. Maksudnya supaya jumlah keturunan Yakub atauIsrael tak bertambah dan akhirnya habis suatu ketika. Ini merupakan satu bentukperang, bagai menghunuskan pedang untuk memotong semangat hidup manusia danmembinasakan keturunan orang-orang Israel. Pedang dan perang yang dipakai di Mesir dalam arti jasmani pastimenghacurkan hidup fisik, sosial, budaya dan kebersamaan di dalam hidupmanusia. Pedang dan perang yang sama tetapi secara rohani dipakai oleh Yesusuntuk menghancurkan musuh, yaitu dosa dan kejahatan. Pedang Yesus ialah FirmanAllah dengan dua sisi sama tajamnya yang membela roh dan jiwa,pertimbangan-pertimbangan pikiran dan maksud-maksud hati manusia. Jadi FirmanAllah itu sesungguhnya ialah pedang Roh untuk menghancurkan roh kegelapan sebagaisumber dosa yang menghilangan status kita sebagai putra dan putri Allah. Jadi Yesus datang, menggerakkan terjadinya pembinasaan itu bahkan dapatmembuat perpecahan antara saudara-saudari dan sabahat mengingat di situ memangsering terdapat kegelapan dan kebusukan yang dibiarkan tumbuh subur, supayamembebaskan kita sebagai putra dan putri Allah yang hidup benar, damai, danbersuka cita dalam Roh Kudus. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Semangati dan penuhi hidup kami hari ini, yaBapa, supaya api Roh-Mu membakar semangat kami untuk giat dan tekun memerangisegala bentuk kuasa kegelapan yang setiap saat dapat mengganggu dan menaklukkankami. Kemuliaan kepada Bapa dan Putra dan Roh Kudus ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Christine Gunawan from the Parish of Saint Joseph Cathedral in the Archdiocese of Pontianak and Yurike Gunawan from the Parish of Sacred Heart of Jesus Cathedral in the Archdiocese of Makassar, Indonesia. Deuteronomy 30: 10-14; Rs psalm 69: 14.17.30-31.33-34.36ab.37; Colossians 1: 15-20; Luke 10: 25-37.THE ONE VERY CLOSE TO US The title for our meditation on this15th Sunday in ordinary timeis: The One Very Close To Us. Who is very close to us? Who is very close toyou? We can find the basic answer to this question in the second reading oftoday, from the Letter of Saint Paul to the Colossians, that says about Jesusas the firstfruit of all creation, He is the head of all of us as the Church.The relationship between the head and the body is so united and we mean thatunity as an inseparable communion. Based from this understanding, we canhave a framework for further understanding of our closeness with others aroundus. The aspect of closeness comes from God. If some religons or a particular beliefin the world today view God as a very distant Being or unreachable Lord, we asfollowers of Christ do not. God incarnates in this actual world and us whoinhabit it. Jesus Christ teaches us to address the Lord as our"FATHER" who is generous, merciful and full of love. The personification of God as the "Father" is very well shown byEvan, a grade 3 boy who is student of the elementary school. When asked abouthis understanding of the benevolent and loving God the Father, Evan said likethis: "Even though I did not see God the Father directly, but my fatherand mother always hugg me when I am tired and sick, then I know that God ishere to help me." For Evan, and according to our readings today, the onevery close to us is God Himself. He chooses to be close and living with us. To know and realize the presence ofGod does not need to exhaust our energy, mind, and all efforts to go out fromour places and seek Him. The book of Deuteronomy in the first reading says thatthe Word of God is within us: stored in our hearts, conceptualized in ourminds, arranged in the mouths, and made ready to be used and carried on ourfeet and hands. In short, God himself animates and uses ourselves to live andwork in this world. Jesus Christ explains this closeness by teaching that Godhimself is also found in our neighbors. So the ones who are also very close tous are our neighbors. Before I was present in this world, there were others whohad been ahead of me such as our parents, brothers and sisters. When I enter aplace or area, there are others who have been there first. They are presentwith all their exsisting situations. Included in this are those who suffer, insickness and the sinners. They have beenthere, ahead of my presence, and it is my duty to be part of their lives. Thereis something more, we have sacred duty to provide assistance or attention tothose who are most in need. You are never alone like an island in the middle ofthe ocean. Let's pray. In the name of theFather... O God the Father who is most generous, make us full of love and tolove our neighbors without counting any cost. Hail Mary full of grace ... Inthe name of the Father...
Dibawakan oleh Hendry, Rini, Tirto dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Ulangan 30: 10-14; Mazmur tg 69: 14.17.30-31.33-34.36ab-37; Kolose 1: 15-20; Lukas 10: 25-37.YANG SANGATDEKAT DENGAN KITA Tema renungan kita pada hari Minggu Biasa ke-15 ini ialah: Yang SangatDekat Dengan Kita. Siapa yang sangat dengan dengan kita? Siapa yang sangatdekat dengan dirimu? Jawaban dasar untuk pertanyaan ini dapat kita temukan didalam bacaan kedua pada hari ini, dari Surat Santo Paulus kepada jemaat diKolose, bahwa Yesus sebagai sulung dari segala yang diciptakan, adalah kepalabagi kita semua sebagai jemaat-Nya. Hubungan kepala dengan tubuh begitu menyatudan kedekatan itu kita maknai sebagai yang tak terpisahkan. Dari dasar pemahaman ini baru kita bisa memberikan kerangka pemahamanselanjutnya tentang kedekatan diri kita dengan pihak lain di luar diri kitasendiri. Aspek kedekatan berasal dari Tuhan Allah. Jika paham agama masa laluatau agama tertentu saat ini memandang Tuhan sebagai pihak yang sangat jauh,kita sebagai pengikut Kristus tidak demikian. Allah berinkarnasi di dalam hidupdan diri kita. Yesus Kristus mengajarkan supaya kita menyapa Tuhan Allahsebagai “BAPA” yang murah hati dan penuh kasih sayang. Bahkan personifikasi Allah sebagai “Bapa” diterjemahkan dengan sangat baikoleh Evan, seorang bocah kelas 3 SD. Saat ditanya pemahamannya tentang BapaAllah yang maha baik dan murah hati, Evan berkata begini: “Meski aku tidakmelihat langsung Bapa Allah, tapi Bapak dan Mamaku memeluk aku saat aku lelahdan sakit, aku tahu bahwa Tuhan Allah ada dan menolong aku.” Jadi bagi Evan,dan sebenarnya bacaan-bacaan kita pada hari ini, yang sangat dekat dengan kitaadalah Tuhan sendiri. Ia memilih untuk dekat dan bersama kita. Untuk mengenal dan menyadari kehadiran Tuhan tidak perlu menguras tenaga,pikiran, dan segala usaha untuk keluar dari diri kita dan mencari-Nya. KitabUlangan dalam bacaan pertama mengatakan bahwa Firman Tuhan ada di dalam dirikita: tersimpan di dalam hati, terkonsepkan di dalam pikiran, tertata di dalammulut, dan terpasang untuk siap dipakai dan dilaksanakan pada kaki dan tangankita. Singkatnya, Tuhan sendiri menjiwai dan memakai diri kita untuk hidup danbekerja di dalam dunia ini. Yesus Kristus memperjelas kedekatan ini denganmengajarkan bahwa Tuhan sendiri juga berada di dalam sesama kita. Jadi yang juga sangat dekat dengan kita adalah sesama kita. Sebelum sayahadir di dunia ini, sudah ada sesama yang lebih dahulu hadir, seperti orang tuadan saudara-saudari. Ketika saya memasuki sebuah tempat atau wilayah, sudah adasesama yang lebih dahulu berada di sana. Mereka hadir dengan segala situasiyang menyertainya. Termasuk di dalam ini ialah mereka yang menderita, sakit danberdosa. Mereka sudah berada di sana, mendahului kedatangan saya, dan menjadikewajiban saya untuk menjadi bagian dalam hidup mereka. Lebih baik lagi adalahmemberikan bantuan atau perhatian bagi yang sangat membutuhkan. Anda tidakpernah berada sendirian seperti sebuah pulau di tengah samudera. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Bapa maha murah, jadikanlah kami penuhkasih dan sebagai sesama yang sesungguhnya. Salam Maria penuh rahmat ... Dalamnama Bapa ...
Delivered by Elyanne from the Parish of Saint James in the Diocese of Surabaya, Indonesia. Genesis 49: 29-32; 50: 15-26a; Rs psalm 105: 1-2.3-4.6-7; Matthew 10: 24-33.TRANSPARENCY Our meditation today is entitled:Transparency. When people talk about transparency or openness, it is like lookingat an attractive girl. Today more and more people want to speak and understand whattransparency is all about. With the support of digital media, there are no morebarriers that limit personal data. Personal or group information is easilytracked through the internet. Any mode of work of exraordinary crime is easilyknown by Syber technology, so people are very careful about their digitalfootprints. Let us see this following illustration.In the past, the first human beings hid themselves after they fell into sin butthen God found them out. Then in His days, Jesus said that there is nothingclosed that will not be opened, there is nothing hidden that will not be known.These two descriptions may be considered somethings of the ancient time.Meanwhile, most of us today tend to think that hiding, being closed, or in secretis the personal business of every person. There are secret techniques andsystems that are used as if there is no human person, even God himself can knowit. That's how things are perceived, sothat people are so free to do as easily and promptly as they are in closed orhidden places. One hidden or secret act successfully done, will continue toproduce another hidden act and so on. Someone saw his fellow did evil in hidden, but he was silent or afraid tospeak out, or even collaborated in that evil deed. Those who do not know tohide, learn from those who are experienced or experts in hiding. This is thebiggest challenge to transparency. The secret of the salvation for thefamily of Israel was kept for a long time by Joseph, who at that time becamethe chief official in Egypt and who had gathered all his family from Canaan.Towards his death, he revealed the secret that in proper time God would guidethe Israelites out of Egypt, to return to their ancestral homeland. With theseexamples, God actually wants to teach us that transparency is His divine will.The essence of God is openness. In the Trinity itself there is communication,and the most importat openness of God for His people is the incarnation, whenGod descended from His throne and became a human person. Actually, the purpose of transparencyor openness is to produce and maintain the truth. Philosophy teaches thissimple lesson: the absence of truth is a fault or untruth. We must also say thesame: no openness means closedness or concealment. So actually in the beginningthere was only truth and openness. Faults and closedness exist because there isno truth and transparency. Let's pray. In the nameof the Father ... O Lord of truth and justice, when we are unable to livehonestly, fill us with the Spirit of truth. Our Father who art in heaven ... Inthe name of the Father...
Dibawakan oleh Suster Felisitas SJMJ dan Suster Sisilia SJMJ dari Komunitas Suster SJMJ Siti Miriam Makassar di Keuskupan Agung Makassar, Indonesia. Kejadian 49: 29-32; 50: 15-26a; Mazmur tg 105: 1-2.3-4.6-7; Matius 10: 24-33.TRANSPARANSI Renungan kita pada hari ini bertema: Transparansi. Saat ini berbicaratentang transparansi atau keterbukaan menjadi suatu hal yang seksi. Semuakalangan ingin berbicara dan mengerti tentang transparansi. Dengan didukungmedia-media digital, tak ada lagi sekat-sekat yang membatasi ruang pribadi.Informasi pribadi atau kelompok gampang dilacak melalui internet. Modus kerjakejahatan serapih apa pun, gampang sekali diketahui oleh teknologi syber,sehingga orang lalu sangat berhati-hati tentang jejak digital mereka. Satu ilustrasi begini. Pada waktu dulu, pasangan manusia pertama yangberdosa bersembunyi, dan Allah mendapati mereka. Lalu pada zamannya, Yesusberkata: tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang takkan terbuka, tidak adasesuatu pun yang tersembunyi yang takkan diketahui. Dua gambaran ini mungkindipandang hal-hal kuno. Sementara itu kebanyakan dari kita saat ini cenderungberpikir bahwa persembunyian, ketertutupan, atau rahasia adalah urusan pribadimasing-masing. Ada teknik dan sistem rahasia yang dipakai seolah-olah tidak adasatu pun manusia, bahkan Tuhan sendiri dapat mengetahuinya. Begitulah kira-kira pandangannya, sehingga orang-orang begitu gampangberbuat seenak dan segampangnya mereka di tempat-tempat tertutup atautersembunyi. Satu perbuatan tersembunyi atau tertutup berhasil dilakukan, akanberlanjut ke perbuatan yang lainnya. Seseorang melihat sesamanya berbuat jahattersembunyi, ia diamkan atau takut untuk bersuara, atau bahkan berkolaborasidengannya. Yang tidak tahu menyembunyikan, belajar kepada yang sudahberpengalaman atau ahli dalam persembunyian. Hal ini merupakan tantanganterbesar terhadap transparansi. Rahasia tentang keselamatan keluarga Israel disimpan lama oleh Yusuf yangketika itu menjadi pejabat utama di Mesir dan yang telah mengumpulkan semuakeluarganya dari Kanaan. Menjelang wafatnya, ia membuka rahasia itu bahwa padasaatnya Allah akan membimbing kaum Israel itu keluar dari Mesir, untuk kembalike tanah air leluhur mereka. Dengan contoh-contoh ini, sebenarnya Tuhan hendakmengajarkan bahwa transparansi adalah kehendak-Nya. Esensi Tuhan Allah ialahketerbukaan. Di dalam Tritunggal sendiri ada komunikasi, dan bentuk keterbukaanAllah bagi kita umat-Nya yang paling penting ialah inkarnasi, saat Tuhan turundari singgasana-Nya dan menjadi manusia. Sebenarnya, manfaat transparansi atau keterbukaan adalah menghasilkan danmempertahankan kebenaran. Filsafat mengajarkan dengan sederhana begini: tidakadanya kebenaran adalah kesalahan. Kita mesti juga mengatakan yang sama: tidakada keterbukaan berarti ketertutupan atau ketersembunyian. Jadi sebenarnya padamulanya hanya ada kebenaran dan keterbukaan. Kesalahan dan ketertutupan itu adakarena tidak ada kebenaran dan transparansi. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... YaTuhan, ketika kami tidak mampu hidup dengan jujur, penuhilah kami dengan Rohkebenaran. Bapa kami yang ada di surga ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Shendy and Andrew Jost from the Parish of Saint Albert the Great in the Archdiocese of Makassar, Indonesia. Genesis 46: 1-7.28-30; Rs psalm 37: 3-4.18-19.27-28.39-40; Matthew 10: 16-23.THE SPIRIT WHO SPEAKS The title for our meditation today is:The Spirit Who Speaks. A friend who is a priest has been a missionary for manyyears in a very remote and far away country. He even got a privilege to servethe Local Church and his religious congregation through various importantpositions. He said that, the secret he is very well accepted in the internalcircles of the Church, fellow members of his congregation and the people of thearea, is because he really enters into the hearts of people. He intended to explain that tounderstand what the locals' hearts and minds say, you must enter into theircircle and actively talk with them. Ironically, the culture of that societydoes not show that they like to talk openly and to freely express themselves.In general they seem silent and reserved. To other people or guests, someoneneeds to bow his head to show a proper way of speaking and communicating. According to the missionary, if youwant to be in their midst and understand their conversation, you need to bewith them when they talk and share about themselves and their lives. Whenexactly is that moment? He said, when they are drinking beer or alcoholicdrinks. The spirit or energy that makes them speak and express themselves isalcohol. Without that spirit and without being with them, a missionary or guestis still considered foreign to them, and is never considered belonging to them. For all people as we communicate aboutthe identity of our faith, Jesus Christ reminds us that we will be likestrangers in the midst of the world. We are like sheep in the middle of wolves.One simple example. I, who have faith and knowledge of God, I am in the midstof digital communication with its culture and ways of communication. I have totry my best to enter with my Christian spirit and values, which may fail or canbe carried away by the huge manifestations of the digital world interaction. Thereis a common choice to make is to do a compromise. In the midst of today's worldcomplexity, God teaches us to have the ability to hear and obey the Holy Spiritwho speaks. We do not choose the spirit of alcohol or the type of pleasure ofthe flesh or the world to make us speak. We need to provide appropriate spacein ourselves for the Holy Spirit so that He speaks to us, and sends us to speakto the world around us. That space is our heart and mind, which is in every personin good will and faith. That space can also be our families, groups andcommunities. Let us give the place and time for the Spirit to speak. Let's pray. In the name of theFather ... O most Holy Spirit, come to us and speak to us according to Yourwill. Glory to the Father and to the Son and to the Holy Spirit ... In the nameof the Father ...
Dibawakan oleh Suster Felisitas SJMJ dan Suster Alfonsa SJMJ dari Komunitas Suster SJMJ Makassar di Keuskupan Agung Makassar, Indonesia. Kejadian 46: 1-7.28-30; Mazmur tg 37: 3-4.18-19.27-28.39-40; Matius 10: 16-23.ROH YANG BERBICARA Tema renungan kita pada hari ini ialah: Roh Yang Berbicara. Seorang temanpastor sudah puluhan tahun sebagai misionaris di suatu pelosok dunia yang jauh.Ia bahkan mendapatkan nominasi untuk melayani Gereja dan tarekatnya melaluijabatan-jabatan penting. Ia bercerita bahwa, rahasia dirinya sangat diterimadengan baik sekali di kalangan internal Gereja, sesama anggota terekat danmasyarakat daerah itu, karena ia benar-benar masuk ke dalam hatiorang-orangnya. Ia bermaksud menjelaskan bahwa untuk memahami isi hati dan pikiranorang-orang setempat, Anda harus masuk dan aktif berbicara dengan mereka.Ironisnya, kultur masyarakat itu tidak memperlihatkan bahwa mereka sukaberbicara terbuka dan mengungkapkan diri mereka. Secara umum mereka terkesandiam dan tertutup. Kepada orang lain atau para tamu, membungkukkan badan ataumenunduk sudah merupakan suatu cara berbicara dan berkomunikasi yang sangatefektif. Namun bagi teman pastor itu, kalau ingin menyatu dan mengerti pembicaraanmereka, Anda perlu berada bersama mereka pada saat-saat mereka berbicara danberbagi tentang diri dan hidup mereka. Kapan persisnya saat-saat itu? Katanya,pada saat mereka sedang minum bir atau minuman beralkohol. Roh atau semangatyang membuat mereka berbicara dan mengungkapkan diri mereka ialah alkohol.Tanpa roh itu dan tanpa berada bersama mereka, sampai kapan pun seorangmisionaris atau tamu tetap dianggap asing bagi mereka, dan tidak pernahdianggap sebagai bagian dari mereka. Terhadap semua orang dan dengan mereka kita berkomunikasi tentang identitasiman kita, Yesus Kristus mengingatkan bahwa kita pasti menjadi orang asing ditengah-tengah dunia. Kita bagai domba di tengah serigala. Satu contohsederhana. Saya yang memiliki iman dan pengetahuan akan Tuhan, berada ditengah-tengah komunikasi digital dengan kultur dan caranya yang sangat duniawi.Saya pasti berusaha sekuat tenaga untuk masuk dengan semangat Kristiani itu,yang bisa saja gagal atau bahkan terbawa oleh arus besar corak kehidupan duniadigital itu. Pilihan yang umum ialah membuat kompromi. Di tengah dunia yang kompleks saat ini, Tuhan mengajarkan kita untukmemiliki kemampuan mendengar dan menaati Roh Kudus yang berbicara. Kita tidakmemilih roh alkohol atau jenis kenikmatan daging atau dunia untuk membuat kitaberbicara. Kita perlu menyediakan ruang yang pantas bagi Roh Kudus supaya Iaberbicara kepada kita, dan mengutus kita untuk berbicara kepada dunia disekitar kita. Ruang itu ialah hati dan pikiran kita, yaitu pribadi kitamasing-masing. Ruang itu juga dapat berupa keluarga kita, kelompok-kelompok dankomunitas-komunitas. Berilah tempat dan waktu bagi Roh untuk berbicara. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Roh Kudus, masukilah diri kami danberbicaralah kepada kami sesuai kehendak-Mu. Kemuliaan... Dalam nama Bapa...
Delivered by Josephine Mercy Ho from the Parish of Sacred Heart of Jesus Cathedral in the Archdiocese of Makassar, Indonesia. Genesis 44: 18-21.23b-29; 45: 1-5; Rs psalm 105: 16-17.18-19.20-21; Matthew 10: 7-15.GRATIS Our meditation today is entitled:Gratis. A promotional board that stands in front of a restaurant states:"Welcome! Here you get gratis for some and not gratis for others." Agrandfather and his wife wanted to eat at the restaurant. The restaurant ownerwarmly welcomed them. They talked much about various topics before the food wasserved to them. Before eating, grandma told the waitress that they wanted toget a free offer of the restaurant. After eating, a payment note waspresented to that elderly couple. Of course it surprised them, because from thestart they had wanted the gratis offer of the restaurant. "Because it iswritten ‘Here you get gratis for some' and so we choose the free one".Then they got an explaination that said the food and drinks consumed must bepaid. While the free ones are moments of friendship, encounters, greetings,sharings, conversations and exchange of ideas that they had done. Despite theprotests, the rule is always clear: food and drinks must be paid. Free offering or gratis is a form ofgenerosity. A free attention or gift is done on the basis of freedom, joy, andlove, so that both the giver and the person given experience a pleasant andcomplementary relationship. Today, the word of God speaks about free gifts inthe form of grace and divine mercy from God to the apostles sent to proclaimthe good news of God's Kingdom. The Lord says that they receive these gifts forfree, so they also have to share them for free too. God does not give them money or foodthat has its prices. God complements everyone with His grace, mercy andblessings. All these we receive for free. For example in terms of hospitality,which is one type of gift that is naturally in us. We smile, greet friendly,invite and get acquainted, then give the impression that our interlocutors areat home while talking to us, all of which are part of our humanity and the giftof love from God. It often happens that when we share free spiritualgifts with others, the reward we receive indeed extraordianry. We will receiveattention and love from more people. In the name of God, all gifts like thisare priceless blessings. Loveis its basic and core, not properties or things, as Joseph did to his brotherswhen they came up to the moment of brotherly reconciliation among them asbrothers.Let's pray. In the name of theFather ... O generous and kind Lord Jesus, bless us always, that we may always begenerous as you are. Glory to the Fatherand to the Son and to the Holy Spirit ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Suster Sisilia SJMJ dan Suster Felisitas SJMJ dari Komunitas Suster SJMJ Siti Miriam Makassar di Keuskupan Agung Makassar, Indonesia. Kejadian 44: 18-21.23b-29; 45: 1-5; Mazmur tg 105: 16-17.18-19.20-21; Matius 10: 7-15.GRATIS Renungan kita pada hari ini bertema: Gratis. Pada papan promosi yangberdiri di depan sebuah rumah makan tertulis: “Selamat datang! Di sini ada yanggratis dan ada yang tidak gratis.” Seorang kakek dan istrinya ingin makan direstoran itu. Kakek dan nenek itu disambut hangat oleh pemilik rumah makan.Mereka berbincang akrab banyak hal sebelum makanan pesanan kedua lansia itudisajikan. Sebelum makan, nenek memberitahu bahwa mereka ingin mendapatkanbagian yang gratis dari restoran itu. Setelah makan, kedua orang tua itu disodorkan catatan pembayaran. Tentusaja hal itu mengagetkan mereka, karena dari awal mereka sudah menginginkanbagian yang gratis dari restoran itu. “Karena di sini tertulis ‘Di sini adayang gratis', maka kami memilih yang gratis”. Kemudian kakek dan nenek itudijelaskan bahwa makanan dan minuman yang dikonsumsi itu harus dibayar.Sedangkan yang gratis adalah saat-saat persahabatan, perjumpaan, sapaan, salam,pembincaraan dan tukar pikiran yang sudah mereka dilakukan. Meskipun protes,tetapi aturannya jelas: makanan dan minuman harus dibayar. Gratis atau cuma-cuma merupakan sebuah bentuk kemurahan hati. Suatuperhatian atau pemberian yang gratis dilakukan atas dasar kebebasan, suka cita,dan kasih, sehingga baik pemberi maupun yang diberi mengalami suatu relasi yangmenyenangkan dan saling melengkapi. Pada hari ini, firman Tuhan menyinggungtentang pemberian yang gratis berupa kasih karunia dan kerahiman ilahi olehTuhan kepada para rasul yang diutus untuk mewartakan kabar suka cita KerajaanAllah. Tuhan berkata bahwa mereka menerima karunia-karunia itu secara gratis,maka mereka juga harus membaginya secara gratis pula. Tuhan tidak memberikan mereka uang atau makanan yang ada harganya. Tuhanmelengkapi setiap orang dengan kasih karunia, rahmat dan berkat-berkat-Nya.Semua itu kita terima dengan gratis. Misalnya dalam hal keramah-tamahan, yangmerupakan salah satu jenis karunia yang ada pada kita. Kita tersenyum, menyapadengan ramah, mengajak dan berkenalan, lalu memberikan kesan bahwa lawan bicarakita menjadi betah saat berbicara dengan kita, semua itu merupakan bagian darisisi kemanusian kita dan karunia kasih dari Tuhan. Sering terjadi ketika kita berbagi karunia rohani yang gratis itu kepadasesama, justru balasan yang kita terima berlipat ganda. Kita kembali akan mendapat perhatian dankasih dari lebih banyak orang. Atas nama Tuhan, semua pemberian seperti inimenjadi berkat-berkat yang tidak terbilang harganya. Cinta kasih adalahukurannya, dan bukan harta atau benda, seperti yang dilakukan oleh Yusuf kepadasaudara-saudaranya ketika mereka melakukan rekonsiliasi persaudaraan. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Yesus, berkatilah selalu kami, supaya kamiselalu bermurah hati seperti Engkau sendiri. Kemuliaan kepada Bapa dan Putradan Roh Kudus ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Vivian from the Parish of Saint Thomas the Apostle in the Archdiocese of Jakarta, Indoensia. Genesis 41: 55-57; 42: 5-7a.17-24a; Rs psalm 33: 2-3.10-11.18-19; Matthew 10: 1-7.LOST SHEEP Our meditation today is entitled: LostSheep. We do not feel strange or out of context about sheep often mentioned inthe scriptures, or expressed by Jesus Christ Himself, that refers to all of usas His followers. Even now, the intention is broadened to include all thebelievers living in this world as the sheep of the Lord. What God desires toall is that none of these all be lost. There is a fish in a pond that islonely, and has never joined other fish. He tends to hide behind rocks. Hispresence is unknown to others. A turtle passed around the rock and rebuked thefish: "You are a lost sheep. You are in here, but you make yourself lost,so you are alienated of this world." This simple illustration wants to giveus a hint about the loss and alienation of people in this world, even thoughthey are actually in the world, especially among those who love them. Suchlosses, in the understanding of living togetherness and social life, are oftenreferred to the marginalized or abandoned people in our society. The Scripturesand Jesus Himself say that they are the lost sheep. They must be sought, foundand brought home to the loving kindness of God the Father. In a particular point of view, theMother Church is very concerned and sad about her lost sheep. The universalchurch, the Local Church of the Dioceses, the territorial Church of theparishes and the most basic Church of our families, feel how painful suchlosses of their members. There are sheep who are lost because of the manychoices and offers of worldly manifestations directing them to the wrong paths.There are sheep who are excluded because of their evil behavior towards othersand are denied being part of the Church. There are sheep who abandon theirfaith and enter into other beliefs. There are sheep who deliberately andquietly move away or disappear from togetherness and brotherhood in the Church. What the Lord Jesus revealed in Histime about lost sheep, then the apostles were sent to bring them home, is areality that is very relevant to our situation. Each of us is supposed to carryout that mission. We take that responsibility with the aim of bringing back thesheep that have been away and lost. A disconnected relationship because of sinand evil that disowns one another, must be rejoint, as exemplified by Josephthe son of Jacob who was in Egypt, reunited with his family from Canaan. Let's pray. In the name of theFather ... O generous and kind Father, kindly look at us and restore us fromthe sins that alienate us from each other. Hail Mary full of grace ... In thename the Father ...
Dibawakan oleh Suster Alfonsa SJMJ dan Suster Felisitas SJMJ dari Komunitas Suster SJMJ Siti Miriam Makassar di Keuskupan Agung Makassar, Indonesia. Kejadian 41: 55-57; 42: 5-7a.17-24a; Mazmur tg 33: 2-3.10-11.18-19; Matius 10: 1-7.DOMBA-DOMBA YANG HILANG Renungan kita pada hari ini bertema: Domba-Domba Yang Hilang. Kita tidakmerasa asing atau aneh dengan sebutan domba-domba dalam kitab suci, atau yangdiungkapkan sendiri oleh Yesus Kristus untuk menunjuk pada diri kita semuasebagai para pengikut-Nya. Bahkansebutan domba-domba itu sudah mencakup semua umat beriman yang hidup di duniaini, dan semua itu dikehendaki oleh Tuhan supaya tidak boleh ada yang hilang. Ada seekor ikan di dalam kolam yang menyendiri, kesepian, dan tidak pernahbergabung dengan ikan-ikan lain. Ia cenderung bersembunyi dibalik batu.Kehadirannya seperti tidak diketahui oleh sesamanya. Ada seekor kura-kura lewatdi sekitar batu itu dan menegur ikan tersebut: “Kamu adalah domba yang hilang.Kamu ada di dalam sini, tetapi kamu membuat dirimu sendiri hilang, sehinggakamu amat terasing di dalam dunia ini.” Ilustrasi sederhana ini ingin memberikan sebuah petunjuk bagi kita tentangkehilangan dan keterasingan orang-orang di dunia ini, meskipun merekasesungguhnya berada di dalam dunia, khususnya di tengah-tengah orang-orang yangmengasihi mereka. Kehilangan semacam itu, dalam pemahaman kehidupan bersama dankemasyarakatan, sering disebut sebagai orang-orang marginal atau terpinggirkan.Kitab suci dan Yesus sendiri mengatakan bahwa mereka ini adalah domba-dombayang hilang. Mereka harus dicari, ditemukan dan dibawa pulang ke pangkuan BapaAllah yang murah hati. Secara khusus Bunda Gereja sangat prihatin dan sedih dengan domba-dombanyayang menghilang. Gereja universal, Gereka Lokal Keuskupan, Gereja teritorialparoki dan yang paling dasar Gereja Basis-Keluarga, merasakan betapa kepedihanitu menyiksa. Ada domba yang tersesat karena banyaknya pilihan dan tawarannafsu duniawi sehingga mereka memilih jalan yang salah. Ada domba yangterkucilkan karena perilaku mereka jahat terhadap sesamanya dan ditolak untukmenjadi bagian dari Gereja. Ada domba yang meninggalkan imannya dan masuk kedalam keyakinan yang lain. Ada domba yang sengaja dan diam-diam menjauh ataumenghilang dari kebersamaan dan persaudaraan di dalam Gereja. Apa yang Tuhan Yesus ungkapkan pada zamannya tentang domba-domba yanghilang, lalu para rasul diutus untuk membawa mereka pulang, adalah sebuahkenyataan yang sangat relevan dengan keadaan kita. Masing-masing dari kitamendapatkan perutusan itu. Kita mengambil tanggung jawab itu dengan tujuanuntuk membawa kembali domba-domba yang sampai saat ini tersesat dan hilang.Sebuah hubungan yang terputus karena dosa dan kejahatan saling meniadakan,harus dirajut kembali, seperti yang dicontohkan oleh Yusuf anak Yakub yang diMesir, bersatu kembali dengan keluarganya dari Kanaan. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan maha murah, pulihkanlah kami daridosa-dosa yang mengasingkan kami satu sama lain. Salam Maria penuh rahmat...Dalam nama Bapa ...
Delivered by Joanna from the Parish of Saint Gabriel in the Diocese of Bandung, Indonesia. Genesis 32: 22-32; Rs psalm 17: 1.2-3.6-7.8b.15; Matius 9: 32-38.RISK OF LOVE The title for our meditation today is:Risk of Love. Someone who is famous is not spared from various kinds ofcontroversy. A good fame, for example as a generous person, does notnecessarily satisfy everyone. A good and sincere intention to love is notalways pleasing to everyone. Even a devout and strong believer can be acontroversy between people who like him and those who are jealous or dislikehim. In other words, the love we do toanyone, even to ourselves, always has risks. The light or heavy risks arevaries. For example, I am very tired and want to stay away from the crowd torest and reflect on myself about everything that has happened to me. That is aconcern and love for myself. But this is not well understood and accepted tothe people around me. Some might misunderstand and assume that I am selfish andavoid the opportunity to be together or work together. The risks of love are many. WithJesus' act of healing miracles, the general response of those around him waspraise or admiration for God's great work, and ridicule or rejection ofunbelievers. They alleged that Jesus performed a miracle with the power of theleader of the Satan. From this incident we can describe the various risks oflove we mean here. Our first and easiest risk of love isto obey God's command by avoiding evil deeds and to do good. For example, wesuppress evil intention to insult a friend, then replace it by greeting him asa friend as usual. The next level is that we do good and are not cared forappreciation from others. When you take care of a job properly and thoroughly,but there is no word of thanks given to you, or there isn't even a statementfrom someone: "Who did this work?" The third risk requires a great spiritof love, that we do good in secret, meaning that we don't need to tell anyone,which means we do not need to be appreciated by others. The fourth, evenharder, is that we do good and right, not only intending to be recognized byothers, but also preparing to accept their rejection because of the good we do.And the highest risk, is that we really want to do good and love those who hateor dislike us. This is Jesus' own action and He wants us to be able to do itnow and here. Let's pray. In the name of theFather ... O Lord, bless us that can we love as You always love us. Our Fatherwho art in heaven ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Suster Felisitas SJMJ dan Suster Sisilia SJMJ dari Komunitas Suster SJMJ Siti Miriam Makassar di Keuskupan Agung Makassar, Indonesia. Kejadian 32: 22-32; Mazmur tg 17: 1.2-3.6-7.8b.15; Matius 9: 32-38.CINTA PUNYA RESIKO Tema renungan kita pada hari ini ialah: Cinta Punya Resiko. Seseorang yangtenar tidak luput dari aneka macam kontroversi. Sebuah ketenaran yang baik,misalnya sebagai seorang yang murah hati, belum tentu memuaskan semua orang.Maksud yang baik dan tulus untuk berbuat kasih tidak selalu menyenangkan setiaporang. Bahkan seorang yang saleh danberiman kuat, bisa saja menjadi kontroversi antara orang-orang yang sukadengannya dan yang iri hati atau tidak suka dengannya. Dengan kata lain, cinta kasih yang kita perbuatkan kepada siapa pun, bahkanuntuk diri kita sendiri, selalu punya resiko. Berat ringannya resiko itubervariasi. Misalnya saya sangat kelelahan dan ingin menjauhi keramaian untukberistirahat dan merenungkan diriku tentang segala yang telah terjadi padaku.Itu adalah sebuah perhatian dan kasih pada diriku sendiri. Tetapi hal itu tidakdipahami dengan baik dan proporsional oleh orang-orang di sekitarku. Ada yangmungkin salah mengerti dan menganggap bahwa saya egois dan menghindar darikesempatan untuk bersama atau suatu kerja sama. Resiko cinta itu ada bermacam-macam. Dengan tindakan Yesus yang melakukanmujizat penyembuhan, tanggapan umum orang-orang di sekeliling-Nya berupa pujianatau kekaguman atas karya besar Tuhan, dan cemoohan atau penolakan orang-orangyang tidak percaya. Mereka menuduh bahwa Yesus melakukan mujisat dengan kuasapemimpin setan. Dari kejadian ini kita dapat menguraikan bermacam-macam resikocinta yang kita maksudkan di sini. Resiko cinta yang paling pertama dan mudah untuk kita lakukan ialahmenjalankan perintah Tuhan untuk menghindari perbuatan jahat dan melakukankebaikan. Misalnya kita menekan niat jahat menghina seorang teman, lalumenggantikannya dengan menyalaminya sebagai seorang teman seperti biasanya.Tingkat berikutnya ialah kita melakukan kebaikan dan tidak diperhatikan ataudiapresiasi. Ketika dirimu membereskan suatu pekerjaan dengan baik dan tuntas,tetapi tidak ada ucapan terima kasih kepadamu, bahkan tak ada pernyataan apapun dari orang lain: “Siapa yang kerjakan ini?” Resiko yang ketiga membutuhkan semangat cinta yang besar, yaitu bahwa kitamelakukan kebaikan secara diam-diam, maksudnya tak perlu memberitahusiapa-siapa, yang maksudnya supaya tidak diapresiasi orang lain. Yang keempat,lebih sulit lagi, yaitu kita berbuat baik dan benar, tidak hanya bermaksuduntuk diakui orang lain, tetapi juga bersiap untuk menerima penolakan merekakarena kebaikan yang kita lakukan. Dan resiko yang tertinggi, ialah bahwa kitabenar-benar ingin berbuat baik dan mengasihi orang-orang yang membenci atautidak suka dengan kita. Ini adalah perbuatan Yesus sendiri dan Ia kehendakisupaya kita dapat melakukannya saat ini dan di sini. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan, mampukanlah kami mencintai sepertiEngkau mencintai kami. Bapa kami yang ada di surga ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Vici from the Parish of Saint John the Baptist in the Archdiocese of Jakarta, Indonesia. Genesis 28: 10-22a; Rs psalm 91: 1-2.3-4.14-15ab; Matthew 9: 18-26.GOD IS IN BETHEL Our meditation today is entitled: GodIs In Bethel. In the tradition of Judaism, bethel means the house of God. Thereis an altar inside where God is believed present. The Jews always call the nameof God with a loud voice because they believe that God lives far away inheaven. Bethel is just a representation or means to call and greet the AlmightyGod and to feel His presence. The story of how a Bethel was formedis a story about the journey of Jacob. In his long journey he stopped at aplace of worship for the gods of nonbelievers. He was exhausted and sleptthere, and in that sleep he met God in a dream, which gave him a vision. Hethen took the stone where he put his head, made it a memorial stone, poured oilon it, then named it bethel. How simple to make a house of God likewhat Jacob did. This is the making of the house of God that is free andpersonal that differs from how people today make chapels, churches, cathedralsor other houses of worship. Making a bethel, the place where God dwells as whatJacob did is the same as our understanding of the gospel and Christianspirituality that justifies each person's conscience to be the house of God. We often notice someone who waslooking for God but not even finding Him. It is something not really true. He issearching God who is actually living in Bethel, the house of God, namely hisown conscience. The Trinitarian God: Father, Son and Holy Spirit personified inJesus of Nazareth, strengthens our belief that there is truly the house of God,the bethel where God can be found. The Gospel of today tells that an unbeliever officer came to Bethel, spokewith the Lord and asked for His help to bring into life his daughter who hadjust died. God dwells in bethel, that is our dailylife, starting with a simple prayer as soon as we get up in the morning untilwe raise our thanksgiving to Him when go to rest at night. We make ourselves asbethels, so we will feel comfortable, we are happy and firm with ourselves. Whenother people come to us, they feel close and at home with us. Furthermore, theplace and environment we are in is a bethel too, because we bring ourselves tothat place. Hopefully there will be a lot of blessings anywhere, where we areand work. Let's pray. In the name of theFather ... O God, we thank you for you dwell in our hearts, the holy temples. May we always care for ourhearts to remain pure and obedient to you. Hail Mary full of grace ... In thename of the Father ...
Dibawakan oleh Suster Alfonsa SJMJ dan Suster Felisitas SJMJ dari Komunitas Suster SJMJ Siti Miriam Makassar di Keuskupan Agung Makassar, Indonesia. Kejadian 28: 10-22a; Mazmur tg 91: 1-2.3-4.14-15ab; Matius 9: 18-26.TUHAN ADA DI BETHEL Renungan kita pada hari ini bertema: Tuhan Ada di Bethel. Di dalam bahasaIbrani, bethel itu berarti rumah Tuhan. Di dalamnya ada altar, tempat Tuhandijumpai. Orang Yahudi yang menganggap Tuhan yang disapa dengan suara nyaringkarena Ia tinggalnya jauh di surga, maka bethel merupakan suatu representasisarana untuk menyapa Tuhan dan merasakan kehadiran-Nya. Cerita bagaimana sebuah bethel itu dibentuk, antara lain seperti yangdibuat oleh Yakob. Dalam perjalanan jauh ia singgah di sebuah tempat pemujaanallah-allah orang yang tidak percaya kepada Tuhan. Ia kelelahan dan tidur disana. Dalam tidur itu ia bertemu dengan Allah dalam mimpi, yang memberikan diasatu penglihatan. Ia kemudian mengambil batu yang mengalas kepalanya,menjadikan itu sebagai batu kenangan, menuangkan minyak di atasnya, lalumenamai itu sebagai bethel. Betapa suatu cara pembuatan rumah Tuhan begitu sederhana. Pembuatan rumahTuhan secara bebas dan pribadi yang mengesankan perbedaan mencolok denganbagaimana orang-orang saat ini membuat kapel, gereja, katedral atau jenis rumahibadat lain. Pembuatan bethel, tempat Tuhan berdiam yang bebas dan pribadi itusama maknanya dengan pemahaman injili dan spiritualitas kristiani yangmembenarkan bahwa pribadi setiap orang, atau persisnya hati nuraninya adalahrumah Tuhan. Jadi hal yang sering ketahui bahwa seseorang sedang mencari Tuhan, bahkantidak menemukan-Nya, sebenarnya suatu hal yang rancu. Dia mencari Tuhan yangsebenarnya sedang berdiam di dalam bethel, rumah Allah hati nuraninya sendiri.Beradanya Tritunggal: Bapa, Putra dan Roh Kudus di dalam pribadi Yesus dariNasareth, menguatkan keyakinan setiap orang di sekitarnya bahwa di situsesungguhnya rumah Tuhan, sebuah bethel yang bisa ditemukan atau didatangi ditempat ia berada. Maka seorang perwira yang tidak beriman datang ke bethel itu,berbicara dengan Tuhan dan meminta pertolongan-Nya untuk menghidupkan putrinyayang baru saja meninggal dunia. Tuhan ada di bethel diriku, demikian juga diri Anda pada hari ini, mulaidengan doa sederhana begitu bangun pagi sampai kita menyebut nama-Nya lagi danberdoa mohon penyertaan ilahi untuk istirahat pada malamnya. Kita jadikan dirikita sebagai bethel, maka kita akan merasa nyaman, senang dan mantap dengandiri sendiri. Orang lain mendatangi kita, merasa dekat dan betah dengan kita.Selanjutnya, di tempat dan lingkungan kita berada akan dengan muda menjadibethel juga, karena kita membawa diri kita ke tempat itu. Semoga terciptalahbanyak bethel di mana saja, di tempat kita berada dan bekerja. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan Allah yang maha baik, kami bersyukurkepada-Mu karena Engkau memilih untuk tinggal di dalam hati kami, sehinggamenjadi bait yang suci. Semoga kami menjaga dan memelihara hati kami untuktetap murni dan senantiasa patuh kepada-Mu. Salam Maria penuh rahmat... Dalamnama Bapa...
Delivered by Nia from the Parish of Good Shepherd in the Diocese of Surabaya, Indonesia. Isaiah 66: 10-14a; Rs psalm 66: 103a.4-5.6-7a.16.20; Galatians 6: 14-18; Luke 10: 1-12.17-20.THE SACRED NUMBER The title for our meditation today is:The Sacred Number. In the scriptures there are many numbers that are used toindicate important meanings about God's plan and work. One of them is number 70(or 72 according to other tradition). In the holy Gospel this Sunday, it issaid that Jesus Christ appointed and sent 70 of His disciples. Their duty wasto become servants of the Word of God. The number 70 was also used by Moseswhen he chose 70 elders to assist him in leading and taking care of the peopleof Israel during their wandering in the wilderness. The body of Sanedrin, theleadership of Israel as a nation, is a composition of council with 70 members.In Jesus' time, this number of 70 was a symbol to indicate that in this worldthere were 70 nations. Therefore Jesus sent the 70 disciples to each nation asapostles of the good news of God to them. The assignments for the mission wereindeed given priority to the 70 discipels. But we need to be honest that thecontents of the mission in the form of Jesus' commandments also apply to us. Inevery commission rite of the Eucharistic celebration and worship services, weare always sent to our Christian missions. The contents of the mission are inthe form of instructions on how we can carry out tasks as messengers of theLord. A messenger of Jesus must be a person who uses smartness andintelligence. This element requires that each messenger must have basicknowledge of the Lord Jesus Christ and the teachings of the Church that havebecome our sacred traditions. A messenger must equip himself withthe fullness of love, a form of selfless love, so that in every form ofself-sacrifice, he truly presents Jesus Christ Himself. The messenger is willedby God as a peacemaker, because it is a way to achieve a common living togetherwhere there is a life that is just, harmonious and solid. A messenger isexpected not to depend his life on mere worldly facilities and goods, such asmoney, clothes and food. All that, according to the Lord Jesus, is alreadyavailable in places and people to whom the messengers associate in theirmissions. Therefore the messenger needs to prioritize a simple lifestyle,meaning he depends entirely on divine providence. In essence, a messenger works not forprofit, but for saving souls and for the glory of God. But Jesus emphasizesthat if people do not accept all the preaching, ministry and work of themessengers, they are actually provide punishment for themselves and their ownlives. Let's pray. In the name of ...O most loving God, may we grow and renew ourselves as your trusted messengers.Hail Mary full of grace ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Tirto, Rini, Hendry dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Yesaya 66: 10-14a; Mazmur tg 66: 1-3a.4-5.6-7a.16.20; Galatia 6: 14-18; Lukas 10: 1-12.17-20.ANGKA KERAMAT 70 Tema renungan kita pada hari ini ialah: Angka Keramat 70. Di dalam kitabsuci ada banyak angka yang dipakai untuk menunjukkan makna tertentu tentangrencana dan pekerjaan Tuhan. Salah satunya ialah angka 70. Dalam bacaan sucipada hari minggu ini, dikatakan bahwa Yesus Kristus mengangkat dan mengutus 70muridnya. Tugas mereka ialah untuk menjadi pelayan-pelayan Sabda Tuhan. Angka 70 juga dipakai oleh Musa ketika ia memilih 70 orang penatua untukmembantunya dalam memimpin dan mengurusi umat Israel selama pengembaraan dipadang gurun. Lembaga Sanedrin, kepemimpinan bangsa Israel, merupakan suatukomposisi kepemimpinan yang berjumlah 70 orang anggota. Di dalam zaman Yesus,jumlah 70 ini merupakan simbol yang menyatakan bahwa di dalam dunia ini ada 70bangsa. Oleh karena itu Yesus mengutus ke-70 murid itu ke setiap bangsa sebagairasul-rasul kabar gembira Tuhan kepada mereka. Tugas-tugas yang diberikan dalam perutusan itu memang diutamakan kepadake-70 murid itu. Tetapi kita perlu jujur bahwa isi perutusan itu yang berupaperintah-perintah-Nya, juga berlaku bagi kita. Setiap akhir peryaan Ekaristidan ibadat-ibadat bersama, perutusan itu diberikan kepada kita. Isi perutusanitu berupa petunjuk-petunjuk bagaimana kita dapat menjalankan tugas-tugassebagai utusan. Seorang utusan Yesus harus menjadi pribadi yang menggunakankecerdikan dan kepandaian. Elemen ini mengharuskan bahwa setiap utusan harusmemiliki pengetahuan dasar tentang Tuhan Yesus Kristus dan ajaran-ajaran Gerejayang sudah menjadi tradisi suci kita. Seorang utusan harus melengkapi dirinya dengan kepenuhan kasih, sebuahbentuk persembahan diri tanpa pamrih, sehingga di dalam setiap bentukpengorbanan diri, ia sungguh menghadirkan Yesus Kristus sendiri. Utusantersebut dikehendaki oleh Tuhan sebagai pembawa damai, sebab itu adalah jalanuntuk mencapai suatu kehidupan bersama di mana ada kehidupan yang adil,harmonis dan bersolider. Seorang utusan diharapkan tidak bergantung hidupnyapada sarana dan barang duniawi semata, misalnya uang, pakaian dan makanan.Semua itu, menurut Tuhan Yesus, sudah tersedia di tempat-tempat dan orang-orangyang kepadanya ia menjalin suatu kehidupan bersama. Oleh karena itu utusantersebut perlu mengutamakan suatu gaya hidup yang sederhana, artinya bahwa iabergantung sepenuhnya kepada penyelenggaraan ilahi. Pada intinya, seorang utusan bekerja bukan untuk mencari keuntungan, tetapiuntuk menyelamatkan jiwa-jiwa dan demi kemuliaan Allah. Namun Yesus menekankanbahwa jika orang-orang tidak menerima semua pewartaan, pelayanan dan pekerjaanpara utusan itu, mereka sebenarnya sedang menciptakan hukuman bagi diri merekadan dunia kehidupannya sendiri.Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Allah, semoga kami bertumbuh dan membaharuidiri menjadi utusan-Mu yang diharapkan. Salam Maria penuh rahmat ... Dalam namaBapa ...
Delivered by Bella from the Parish of Kristus Raja in the Diocese of Surabaya, Indonesia. Genesis 27: 1-5.15-29; Rs psalm 135: 1-2.3-4.5-6; Matthew 9: 14-17.PARTY STYLE AND FASTING STYLE The title for our meditation today is"Party Style and Fasting Style. A party requires the presence of peoplewho celebrate it. In the family of Isaac, the feast was celebrated in such away, though through a tactic of lies when Esau was absent, while Jacob wasdisguised to occupy Esau's position, then the element of celebration wasfulfilled. It's very difficult to understand aparty or celebration is made without the presence of all people concerned. Aparty contains meetings, talks, eating, drinking, ceremonials, singing,dancing, fun, and enjoying the joy of each other. In this understanding, thestyle of a party is clearly very different from a fast. Doing a fast, the most importantaspect in it is to experience an absence and emptiness. Aspects that are partof the absence and emptiness are like not eating, no joyful fiesta like music,singing, dancing, and meetings. There is an understanding that the Most High towhich the party is directed, neither near nor present with us humans, so thatby fasting, one can have the opportunity to focus more on finding, seeking andhoping to be with Him. These two different styles arepresented in the Gospel reading of today. John's disciples and Jewish people ingeneral did not realize, that Jesus as God was with them. They consider God wasvery far, He must be sought and asked for His coming. The strategy was to fast.While the apostles and disciples of Jesus were experiencing joy and feastbecause the Lord Jesus was with them. When the day came, when Jesus was notwith them anymore, then they fasted. For us today, fasting is stillimportant as well as parties. The Church provides regular opportunities for usas the faithful to celebrate them according to the time reserved for each ofthem. Personal fasting is often an option when people want to do certainspiritual practice. The party is also carried out both jointly and personally,as an opportunity to celebrate the presence of one another, God and men.Anyway, each one is done well, regularly and cannot be mixed up. Respect andsupport for others who are fasting or having parties are highly recommended,thus avoiding actions or certain interventions that disturb dan create trouble. Let's pray. In the name of theFather ... O Lord Jesus Christ, give us all courage to obey Your teaching aboutfasting and penance, and may we be guided always in Your Spirit to be able tocarry out the discipline of spiritual life to reach perfection as You want fromus. Hail Mary full of grace ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Suster Francietha OSF dan Suster Lorenza OSF dari Komunitas Santa Elisabeth Semarang di Keuskupan Agung Semarang, Indonesia. Kejadian 27: 1-5.15-29; Mazmur tg 135: 1-2.3-4.5-6; Matius 9: 14-17.GAYA PESTA DAN GAYA PUASA Tema renungan kita pada hari ini ialah ”Gaya Pesta dan Gaya Puasa. Sebuahpesta membutuhkan kehadiran orang-orang yang merayakannya. Di dalam keluargaIshak, pesta dirayakan sedemikian, meski melalui sebuah taktik permainankebohongan sehingga Esau yang tidak hadir, sementara Yakub disamarkan untukmenempati posisi Esau, maka terpenuhi unsur perayaan itu. Sangat sulit memahami apalagi melaksanakan sebuah pesta atau perayaan tanpaadanya kehadiran orang-orang terkait. Sebuah pesta berisi perjumpaan,pembicaraan, makan-minum, hal-hal seremonial, bernyanyi, berjoget, bersuka-ria,dan menikmati kegembiraan satu sama lain. Dalam pemahaman seperti ini, jelassekali gayanya sebuah pesta sangat berbeda dengan sebuah puasa. Menjalankan sebuah puasa, aspek terpentingnya ialah mengalami sebuahketiadaan dan ketidakhadiran. Aspek-aspek yang menjadi bagian dari ketiadaandan ketidakhadiran ialah seperti tidak makan minum, tak ada suasana suka riaseperti musik, menyanyi, joget, dan pertemuan-pertemuan. Ada suatu pemahamanbahwa Yang maha tinggi sebagai pihak yang ditujui kegiatan puasa itu tidakdekat dan hadir bersama manusia, sehingga dengan puasa manusia memilikikesempatan untuk lebih fokus mencari dan menjadi dekat dengan-Nya. Beda dua gaya inilah yang ditampilkan dalam bacaan Injil tadi. Murid-muridYohanes dan orang-orang Yahudi pada umumnya tidak menyadari bahwa Yesus sebagaiTuhan sedang berada bersama mereka. Mereka menganggap Tuhan sangat jauh, Iaharus dicari dan diminta kedatangan-Nya. Caranya ialah dengan berpuasa.Sementara para rasul serta murid-murid Yesus sedang mengalami suka cita danpesta karena Tuhan Yesus ada bersama mereka. Suatu saat nanti ketika Yesustidak bersama lagi dengan mereka, barulah mereka berpuasa. Bagi kita saat ini, puasa tetap penting demikian juga pesta. Gereja telahmemberikan kesempatan yang teratur bagi kita sebagai umatnya untuk menjalankanitu sesuai dengan waktunya. Puasa personal sering menjadi pilihan ketika orangingin melakukan suatu latihan rohani tertentu. Pesta juga dilaksanakan baiksecara bersama maupun personal sebagai kesempatan merayakan kehadiran bersama,Tuhan dan manusia. Pokoknya, masing-masing dijalankan dengan baik, teratur dantak boleh dicampur-adukkan. Hormat dan mendukung sesama yang berpuasa ataupesta sangat dianjurkan untuk dilakukan, dengan demikian dapat dihindariperbuatan mengganggu dan intervensi yang tidak perlu. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan Yesus Kristus, kami ingin mengikutidengan patuh ajaran-Mu tentang berpuasa dan bermatiraga, maka kami mohon semogakami dibimbing selalu di dalam Roh-Mu untuk dapat menjalankan disipilin hiduprohani dalam mencapai kesempurnaan seperti yang Engkau kehendaki terjadi padakami. Salam Maria penuh rahmat ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Gabriella from the Parish of Good Shepherd in the Diocese of Surabaya, Indonesia. Genesis 23: 1-4.19; 24: 1-8.62-67; Rs psalm 106: 1-2.3-4a.4b-5; Matthew 9: 9-13.LIFE AND DEATH IN FAITH The title for our meditation today is:Life and Death in Faith. Abraham and Sarai as God's chosen couple lived theirfaith fully, namely their lives and deaths were in God. Sarai died at the ageof 127 years, while Abraham died later at the age of 175 years. To this couple God gave such a greatpromise, which was to make it a blessed family with great and countless descendants.In fact, until they died, they had only Isaac as the only blessed son. Saraidied without seeing Isaac getting married and generating offsprings. Abrahamhimself also had no chance to see all the promises realized, while he onlychanced to see his two grandchildren, Jacob and Esau. Their faith remained strong but hadbeen tested, coupled with all the divine promises they had not yet enjoyed. Isthis a sign of the failure of faith? This is not the case. Rather, the LordJesus said that faith as small as a mustard seed will grow big and great,provided that faith is preserved and taken care. Jesus himself died at the age about 33years and declares Himself to be the Savior; He presented himself as the way,the truth and the life. But many people did not accept Him, and He wasabandoned by His disciples at the moment of His death. But this is not afailure of faith. In fact, good fruits come along in a world that is empoweredby the establishment of the holy Church. Faith preserved firmly in the Church. This church is built on the solidfaith of the first Christians with Jesus as the head. That solid foundation isthe faith of the apostles. Matthew the tax collector who was called by Jesus athis own time and received strong protests from the people around him, seemed tobe a wrong decision of faith. But he had proven to be one of the foundational figuresof the Church and is believed to have written one of the four Gospels. Of all the small, simple, yet strongand lasting examples of faith, stands together with God's plan and promise thatis so great, the best way to bridge this gap is when we commit to live and diein this faith. This means that our respective vocation is an important sign ofour faith. Joining this vocation is the work and responsibility we must carryout also in giving content to our faith. Then the fruits of our work, dutiesand responsibilities are signs of the fruits of our faith in God. So the advicefor us would be this one: do not underestimate your calling, work and fruits ofyour work. You certainly disappoint God if you underestimate or neglect them! Let's pray. In the name of theFather ... We ask for Your Fatherly blessings, O Lord, that our callings andworks give fruits that will contribute to the building up of our lives togetheron this world. Glory to the Father and to the Son and to the Holy Spirit ... Inthe name of the Father ...
Dibawakan oleh Suster Francietha OSF dan Suster Gemma OSF dari Komunitas Santa Elisabeth Semarang di Keuskupan Agung Semarang, Indonesia. Kejadian 23: 1-4.19; 24: 1-8.62-67; Mazmur tg 106: 1-2.3-4a.4b-5; Matius 9: 9-13.HIDUP DAN MATI DALAM IMAN Tema renungan kita pada hari ini ialah: Hidup dan Mati Dalam Iman. Abrahamdan Sarah sebagai pasangan pilihan Allah menghayati imannya secara penuh, yaituhidup dan mati mereka di dalam Tuhan. Sarah meninggal lebih dahulu pada usia127 tahun, sedangkan Abraham meninggal kemudian pada usia 175 tahun. Kepada pasangan ini Allah memberikan janji yang begitu besar, yaitumenjadikannya keluarga terberkati dan keturunan besar dan banyak. Hanyakenyataannya, sampai mereka meninggal dunia, anak mereka Ishak hanyasatu-satunya. Sarah meninggal tanpa melihat Ishak kawin dan menghasilkanketurunan. Abraham sendiri juga tak sempat melihat semua janji tersebutterwujud, sementara Ia hanya sempat melihat dua cucunya, Yakub dan Esau. Iman mereka tetap ada namun sempat diuji, ditambah dengan semua janji ilahiyang belum mereka nikmati semuanya. Apakah ini sebagai tanda kegagalan iman?Tidaklah demikian. Karena kata Tuhan Yesus sendiri bahwa iman sebesar bijisesawi akan tumbuh besar, asal iman itu tetap terpelihara dan bertumbuh. Yesus sendiri wafat pada usia sekitar 33 tahun dan menyatakan diri-Nyasendiri sebagai Penyelamat, Ia tegaskan diri sebagai jalan, kebenaran dankehidupan. Namun banyak orang tidak menerima Dia, dan ditinggalkan oleh paramurid-Nya saat kematian-Nya. Namun ini bukan kegagalan iman, tapi berbuah manisdan sangat menentukan pembaharuan dunia melalui Gereja yang didirikan. Gereja ini merupakan bangunan iman yang kokoh dengan Yesus sebagai kepaladan fondasinya ialah para rasul. Matius si pemungut cukai yang dipanggil olehYesus pada saat tersendiri dan mendapat protes keras dari orang-orangsekitarnya, nampak seperti suatu strategi iman yang salah. Namun ia telahterbukti sebagai salah satu fondasi Gereja dan dipercaya telah menuliskan salahsatu dari empat Injil. Dari semua contoh iman yang kecil, sederhana namun kuat dan bertahanberhadapan dengan rencana atau janji Tuhan yang begitu besar, cara yang palingtepat untuk menjembatani ini ialah kalau kita berkomitmen untuk hidup dan matidi dalam iman itu. Ini berarti bahwa panggilan kita masing-masing merupakantanda penting kita beriman. Ikut bersama panggilan itu ialah pekerjaan dantanggung jawab yang kita emban, juga memberikan isi pada iman kita. Kemudianbuah-buah dari pekerjaan, tugas dan tanggung jawab kita merupakan tanda kitamempertanggung jawabkan iman kita kepada Tuhan. Jadi nasihat bagi kita ialah:jangan remehkan panggilan, pekerjaan dan buah-buah pekerjaan kita. Tuhan kecewakalau kita remehkan atau lalaikan! Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Kami mohon berkat-Mu yang Bapa atas panggilankami dan limpahkanlah buah-buah dari perkejaan kami supaya kami tetap bergiatuntuk membangun hidup kami bersama dan memuliakan Dikau. Kemuliaan kepada Bapadan Putra dan Roh Kudus ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Ria from the Parish of Good Shepherd in the Diocese of Surabaya, Indonesia. Ephesians 2: 19-22; Rs psalm 117: 1.2; John 20: 24-29.DISAPPOINMENT The title for our meditation today is:Disappoinment. It is not too much to reflect on the apostle Thomas with the feelingof disappointment. He is one of the 12 apostles who is unique. He is alsocalled Didymus and known as a person who is doubtful. He was with other disciples and manypeople in his time, had perceptions about Jesus the Messiah, who would become aking like David as the liberator of the State of Judaism. But this perceptionwas totally wrong. Jesus turned out to be executed so shameful. This clearlydisappointed many people who already believed in the power of the Messiah. Disappointment grew strongly amongmany of these people, and one of them was Thomas. Consequently he chosed tostay away, was ashamed and perhaps also cried over the regret for had beenfollowing Jesus all that long. Anyway, he was very disappointed. The testimonyof the women who met the risen Jesus, along with the story of other fellowapostles who saw firsthand the risen Jesus, was not an interesting thing forThomas. He was very disappointed, so he needed other evidence that was strongerand not just stories. A great disappointment must beovercome with a new spirit that is far more superior. This spirit is not enoughto be given by humans, but must be given from above, namely God's intervention.So Jesus himself came to give evidence of his own resurrection. With this superintervention of Jesus, the apostle Thomas could change radically through therecognition of his very strong faith, "my Lord and my God". Every one of us has experienceddisappointment, despair and broken-hearted. This condition varies from the simpledisappointment to the severe one. Whatever the conditions, the suffering of thistype requires recovery. For those who experience disappointment, despair orsevere broken-hearted, of course, they need spiritual treatment. This serves togive them a new life, a new spirit in the Christian spirituality, and the strongrecognition of faith in God. Then we may have the following wiseadvice proposed to all of us, namely, if you are now experiencing such severedisappointment, heavy despair or painful broken-hearted, rely always on God's powerand intervention. Avoid hiding yourself, crying over yourself, even the worstis blaming God. Every disappointment, hopelessness or broken-hearted has itstime to terminate. Let's pray. In the name of theFather ... In your grace and power, OFather, strengthen us to always be in Your love, especially whendisappointment, despair and hurt befall us. May the Virgin Mary, guardianangels and saints always accompany us in those difficult moments. Hail Maryfull of grace ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Suster Germana OSF dan Suster Paskalin OSF dari Komunitas Yuniorat OSF di Keuskupan Agung Semarang, Indonesia. Efesus 2: 19-22; Mazmur tg 117: 1.2; Yohanes 20: 24-29.KECEWA Tema renungan kita pada hari iniialah: Kecewa. Tidak berlebihan kalau kita merenungakan tentang rasul Thomasdengan tema kekecewaan. Ia adalah salah satu dari ke-12 rasul yang punyakeunikan, selain namannya yang juga disebut Didimus, ia sangat dikenal sebagaiorang yang kurang percaya. Ia bersama para rasul lain danbanyak orang di zamannya punya persepsi tentang Yesus Mesias yang akan menjadiraja seperti Daud sebagai pembebas bangsa Israel. Tapi persepsi ini salahtotal. Yesus ternyata dihukum mati secara sangat memalukan. Ini jelas sangatmengecewakan banyak orang yang sudah terlanjur percaya pada kekuatan seorangMesias. Yang kecewa berlebihan di antarabanyak orang ini salah satunya ialah Thomas. Akibatnya ia memilih menjauh,menyendiri dan mungkin juga menangisi keterlanjuran telah mengikuti Yesusselama itu. Pokoknya ia sangat kecewa. Kesaksian para wanita yang menemui Yesusyang bangkit, berikut kisah rekan-rekan rasul lainnya yang melihat langsungYesus yang bangkit, tidak dipercayai Thomas. Ia sangat kecewa, maka ia perlubukti lain yang lebih kuat dan bukan sekedar cerita-cerita. Kecewa berat harus diatasi dengansemangat baru yang jauh lebih super. Semangat ini tak cukup diberikan olehmanusia, tapi harus diberikan dari atas yaitu campur tangan Tuhan. Maka Yesussendiri yang datang untuk memberikan bukti dari diri-Nya sendiri yang bangkit.Dengan campur tangan yang super ini, rasul Thomas dapat berubah secara radikalmelalui pengakuan imannya yang amat kuat, “Tuhanku dan Allahku”. Setiap dari kita pernah mengalamikecewa, putus asa dan sakit hati. Kondisinya bervariasi dari yang ringan sampaiyang berat. Apa pun kondisinya, penderitaan seperti ini memerlukan pemulihan.Bagi mereka yang mengalami kecewa, putus asa atau sakit hati yang berat, tentusangat memerlukan pengobatan rohani. Sehingga hidup baru diperolehkembali, semangat untuk bertumbuh datanglagi, dan pengakuan iman kepada Tuhan diperkuatkan. Maka nasihat yang bijak ialah,bila Anda mengalami penderitaan seperti kecewa berat, putus asa berat atausakit hati berat, andalkan kekuatan dan campur tangan Tuhan. Hindari sikapmenutup diri, menangisi diri bahkan yang paling jelek ialah Tuhan dipersalahkan.Setiap kecewa, putus asa atau sakit hati ada waktunya untuk berlalu pergi. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Di dalampenyelenggaraan dan kuasa-Mu, ya Bapa, kuatkanlah kami untuk selalu berada didalam kasih-Mu terutama pada saat kecewa, putus asa dan sakit hati menimpa dirikami. Semoga Bunda Maria, para malaikat pelindung dan para kudus selalumenemani kami di dalam saat-saat sulit itu. Salam Maria penuh Rahmat ... Dalamnama Bapa ...
Delivered by Gladys from the Parish of Saint Gabriel from the Diocese of Bandung, Indonesia. Genesis 21: 5.8-20; Rs psalm 34: 7-8.10-11.12-13; Matthew 8: 28-34.JUSTICEFLOWS LIKE A RIVER Ourmeditation today is entitled: Justice Flows Like a River. In a particularkingdom, the king, staff and officials, and all its peoplelived in fairness and prosperity. This kingdom was prosperous because it had abundant wealth to sustain every family. The king made justice as the principle rule to be observed by every one. Justice aimed to maintain the prosperity and happinessof everyone in the entire kingdom. Themost important dutyto maintain justice is the law andregulation to be alwaysenforced as best as the power holder can do. This is the same to what the king ofthat kingdom had practiced which was to make justiceflowing its way like a river. The way of the river must not beblocked so that the water will not stopflowing. Justice must continue to go its way inorder to keep protecting sense of security, comfort, prosperity,and unity as the one citizenship of a nation from which every one lives in happiness and peace. If the good king and his kingdom were able to make such a life in the world so peaceful and prosperous, how much more a kind of justice that the Almighty God provides for us. God's justice must be far more powerful and cannot be competed by anyone's justice or whatever justice exists in the world. The Lord our God had had established justice and taught it to Abraham on how to treat his offspring, that according to God would be abundant.Abraham believedin that teaching and he indeed guidedhis family based on thewill of God. Nowthere is a simple question to raise here is this: What is the most suitable, most effective and easiest way to create justice in our lives? The answer should be in a negative way,namely by eliminating all forms of injustice and opression. Abraham and Sarah saw the potentialfor injustice to happen iftheir ownson Isaac and the child from Abraham's slave wife would live and share their lives together. Then a solution was taken by Abraham and his wife Sarah that eventually givingthose two sons of Abraham each ownplace and opportunityto be followed. Each person mustbe able to respond tohis own life that isaccording to his calling. TheLord Jesus had madeit very clear to uphold justice from God, by silencing and expelling the evil power who tortured and destroyed human life. It is so unfair if our life possessed and oppressed by the devil. If the evil spirit and all his influences remain in power and leading our life, there will be no way for us to have a true relationship with God. The evil spiritsin our world today manifest themselves in materialism and all kinds of world allurement. This destructivespirit must be first removed from our midst so that we can create a just and peaceful evironment. Through this way, the Holy Spirit will fill us with anew life-giving spirit. Peace is obtained by the creation and perseverance in justice. Everyone of us iscalled to create justice. Let's pray. In the name of the Father... O God Almighty, cleanse our lives from all evilinfluences from this world, so that we can fully lead our hearts to you. Our Father who art in heaven ... inthe name of the Father ...
Dibawakan oleh Suster Yohanisia OSF dan Suster Antonia OSF dari Komunitas Yuniorat OSF di Keuskupan Agung Semarang, Indonesia. Kejadian 21: 5.8-20; Mazmur tg 34: 7-8.10-11.12-13; Matius 8: 28-34.KEADILAN MENGALIR SEPERTI SUNGAI Tema renungan kita pada hari ini ialah: Keadilan MengalirSeperti Sungai. Di sebuah kerajaan, baik raja dan para pembantunya maupun semuawarga hidup adil dan makmur. Kerajaan ini makmur karena memiliki harta kekayaanmelimpah dan mencukupi kehidupan setiap keluarga. Raja membuat keadilan sebagaisuatu keutamaan yang paling diprioritaskan. Keadilan yang mempertahankankemakmuran dan kebahagiaan setiap orang di dalam kerajaan. Prinsip paling penting untuk mempertahankan keadilan ialahhukum dan peraturan selalu ditegakkan seadil-adilnya. Atau menurut ideologiyang dianut oleh raja, keadilan itu harus mengalir seperti sungai. Alirannyajangan dibuat tersumbat sehingga airnya berhenti mengalir. Keadilan harus terusmengalir supaya rasa aman, nyaman, kemakmuran terpelihara, dan hidup bersamasebagai warga kerajaan merupakan suatu suka cita dan kebahagiaan. Raja dan kerajaan yang adil mampu membuat kehidupan didunia sedemikian mantap dan sejahtera, apalagi Tuhan yang kita percayai sebagaiAllah yang maha adil. Keadilan Tuhan mesti jauh lebih hebat dan tidak bisadibandingkan dengan keadilan siapa pun atau apa pun yang ada di dunia. TuhanAllah menetapkan dan mengajarkan keadilan kepada Abraham tentang caramemperlakukan keturunannya. Abraham mengimani ajaran itu dan ia membimbingkeluarganya berdasarkan kehendak Tuhan. Sekarang pertanyaannya ialah: apakah cara yang palingcocok, cepat dan mudah untuk menghadirkan keadilan di dalam hidup kita? Caraitu ialah cara yang negatif, yaitu dengan menghilangkan semua bentuk tindakanketidakadilan dan kecurangan. Abraham dan Sarah melihat adanya potensi terjadiketidakadilan jika anak kandung mereka Ishak dan anak budak Abraham hidupbersama. Solusinya ialah mereka diberi tempat dan peluangnya masing-masinguntuk hidup. Masing-masing orang harus dapat menjalankan kehidupannya sendiri-sendiri,sesuai dengan panggilannya. Tuhan Yesus membuat menjadi sangat jelas dengan membungkamdan mengusir kuasa jahat yang menyandera dan menyiksa hidup manusia. Sangattidak adil kalau hidup manusia selalu penuh dengan penindasan dan penjajahan.Jika roh jahat dan segala tipu dayanya tetap menjajah dan menguasai hidupmanusia, tidak ada kemungkinan lagi bagi manusia untuk menjalin hubungan denganTuhan. Roh-roh jahat itu berwujud pada materialisme, semangat kedagingan,keserakahan, kerakusan, dan kesombongan. Semangat negatif ini harus pertama-tamadisingkirkan demi menciptakan suasana tenang dan aman, lalu baru ada ruanguntuk memberlakukan suatu semangat hidup yang baru. Untuk hidup damai, aman dankeadilan harus diciptakan. Setiap orang terpanggil untuk menciptakan keadilan. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan maha kuasa,bersihkanlah hidup kami dari semua pengaruh jahat di dunia ini sehingga kamidapat mengarahkan hati kami sepenuhnya kepada-Mu. Bapa kami yang ada di surga ...Dalam nama Bapa ...
Delivered by Samue Ivan Gunarsa from the Parish of Mary of All Nations in the Diocese of Bogor, Indonesia. Genesis 19: 15-29; Rs psalm 26: 2-3.9-10.11-12; Matthew 8: 23-27.STORM The title for our meditation today is:Storm. A person who is very distress, a family that is facing economicproblems, a Church hit by disputes between factions of faithful, and a countrythat is massively destroyed by corruption; these are all examples of stormsthat hit our human life. All people are affected by the damage of theirphysicall, mental and spiritual lives, just like natural disaster that destroysthe life of a particular neighbourhood. Various kinds of storms that threatenhuman life and their environment are known as the natural forces that do notprovide comfort and serenity, but trouble and destruction of life. When natureis calm and beautiful, we are certainly very fascinated to enjoy it. Naturetruly offers a kind of nourishment to our souls, so that we become peaceful andjoyful. But when nature rebels, for example hurricanes, floods, or earthquakes,human life instead perils. In the scriptures we can find so manynatural phenomena. In our lives, especially in the Indonesian lands, naturaldisasters have become the story of the entire population of the archipelago.Often people interpret every disaster as a form of punishment given by nature.The punishment is actually a consequence of human behavior which damages natureand does not care for the nature. This understanding can be further deepening.God allows the disasters or storms to happen to strike human life, so thathumans become aware of their sinfulness then return to God. The question we canwould be: by allowing that, is God far away and watching us suffer? Is itpermissible for humans to be tortured while God does nothing to protectcreation that He loves so much? Of course the answer is no. Godremains in the hearts of every human being. He is in the homes of families, inplaces where men work, and in all matters of this world. He lives there and isoften silent. We may be too busy with all things of the world, that is why wedo not remember and realize the presence of God in our midst. He seems to besleeping soundly in the midst of all the busy life of this world. But thestorm, even though as big as we cannot imagine, is impossible to eliminate thislife, because God is there, He is truly with us. We should always remember, realize andcall on Him when the storm comes and threatens us. With Him, even if the stormis real and very harmful, we are certainly able to face it. Let's pray. In the name of theFather ... O Lord, bless us that we are able to survive and face all kinds ofstorms in life. Our Father who art in heaven ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Sr. Maria Stavana dan Sr. Maria Visensia dari Komunitas Novisiat OSF di Keuskupan Agung Semarang, Indonesia. Kejadian 19: 15-29; Mazmur tg 26: 2-3.9-10.11-12; Matius 8: 23-27.BADAI Tema renungan kita pada hari ini ialah: Badai. Pribadi yang sedang dalampergulatan batin, keluarga yang sedang goyah permasalahan ekonomi, Gereja yangdihantam oleh perselisihan antara umat yang berkubu-kubu, dan negara yangdihancurkan oleh korupsi secara masif, semua ini adalah contoh-contoh badaiyang menghantam kehidupan manusia. Semua orang terkena dampak kerusakan baikfisik maupun mental, sama seperti bencana alam yang mengancam kehidupan sebuahlingkungan tertentu. Aneka macam badai yang mengancam kehidupan manusia dan lingkungannyamerupakan kekuatan alam yang bukan memberikan kenyamanan, tetapi memberontakdan menghancurkan kehidupan. Pada saat alam itu sedang tenang dan indah, kitatentu amat terpesona untuk menikmatinya. Alam sungguh menyajikan semacamsantapan jiwa, sehingga jiwa menjadi damai dan menggembirakan. Tetapi ketikaalam itu memberontak, misalnya terjadi angin ribut, banjir, atau gempa bumi,manusia sebaliknya jatuh ke dalam derita. Di dalam kitab suci kita dapat menemukan begitu banyak fenomena alam. Didalam hidup kita, khususnya di tanah air Indonesia, bencana alam sudah menjadimalapetaka yang tidak asing bagi segenap penduduk nusantara. Sering orangmengartikan setiap bencana sebagai bentuk hukuman yang diberikan alam kepadamanusia. Hukuman itu sebagai konsekwensi atas ulah manusia yang merusak dantidak memelihara alam. Pemahaman ini lebih dipertajam lagi, bahwa Tuhan mengijinkan terjadinyabencana atau badai menimpah kehidupan manusia, supaya manusia menjadi sadarakan kedosaannya dan kembali kepada Tuhan. Pertanyaannya ialah: apakah denganmengijinkan itu, Tuhan berada di tempat yang jauh dan menonton manusiamenderita? Apakah dengan mengijinkan itu, manusia dibiarkan saja tersiksasambil Tuhan tidak bertindak apa pun untuk melindungi ciptaan yang Ia sangatkasihi? Tentu jawabannya tidak. Tuhan tetap berada di dalam hati setiap manusia. Iaberada di dalam rumah-rumah keluarga, di tempat-tempat manusia bekerja, dan didalam segala urusan dunia ini. Ia tinggal di sana dan sering dalam keadaandiam. Kita mungkin terlalu sibuk dengan segala urusan sehingga keberadaan Tuhansepertinya tidak kita ingat dan sadari. Ia seperti sedang tertidur lelap ditengah segala kesibukan kita. Namun badai itu, meskipun sebesar apa pun, tidakmungkin menghilangkan kehidupan ini, sebab Tuhan ada bersama kita. Mestinya kita selalu mengingat, menyadari dan memanggil Dia ketika badaiitu datang lalu mengancam kita. Dengan bersama Dia, biarpun badai itu sungguhnyata dan sangat menyakitkan, kita tentu mampu menghadapinya. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan, mampukanlah kami untuk dapat bertahandalam aneka bentuk badai kehidupan. Bapa kami yang ada di surga... Dalam namaBapa ...
Delivered by Evelyn from the Parish of the Holy Spirit in the Archdiocese of Singapore. Genesis 18: 16-33; Rs psalm 103: 1-2.3-4.8-9.10-11; Matthew 8: 18-22.HE WHO INVITES Our meditation today is entitled: HeWho Invites. When you are invited to a place that is very beautiful panoramawith its natural charm, of course, a much pleasure arises in you. When peopleinvite you to eat your favorite food, of course you feel like having anextraordinary moment in life. When you are invited to take part in a veryimportant event from someone who is highly respected, you certainly feel veryhonored. A friend shared that every time beforeattending Holy Mass or certain prayer service, he always experiences aspiritual invitation from God. He feels the movement of his heart and minddirecting him, saying that the opportunity to pray must be taken seriously.With this invitation, he prepares himself as best as possible and invitesfamily members or friends to make use of their opportunities to pray. The invitation from a brother orfriend is a form of attention that pays the way to take part in his or her life.The person who invites you makes sure that he wants you to see and experiencewhat he lives and has. When he has a good car, then you are invited to takepart in the ride, how that experience becomes very special. When you areinvited to come to his new and beautiful home, you certainly feel very specialand wonderful. God always invites us. His invitationis not playful, but very fundamental for our lives. He invites us not only forin this world's purpose, but it is very important for our glory in heaven.Today, the word of God states that the Lord Jesus invites us to the greatestrelationship with Himself, namely our personal relationships with Him. In thisrelationship, there are love, friendship, trust and commitment to Him, whichmake our experience so profound and meaningful. To signify that the relationship istruly strong and constantly renewed is if we always give our "Yes"answers to Him. Maybe we often experience for ourselves how we undertake andpractice His invitation regarding positive and beneficial things. We actuallyshow it with our expressions of gratitude and joy. But it can be a challenge if we haveto answer "Yes" to God's invitation to us in relation to difficulty,obstacle, suffering or enemy's threat. Often our human nature tends to ask usto avoid it. We are encouraged to answer "no". But precisely here ourfaith and call are tested. God wants us to also answer "Yes" to suchinvitations. Let's pray. In the name of theFather ... O most loving Jesus, may we be strong and joyful with our callings.Hail Mary full of grace ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Sr. Maria Sisliani OSF dan Sr Renata OSF dari Komunitas Novisiat OSF di Keuskupan Agung Semarang, Indonesia. Kejadian 18: 16-33; Mazmur tg 103: 1-2.3-4.8-9.10-11; Matius 8: 18-22.DIA YANG MENGAJAK Tema renungan kita pada hari ini ialah: Dia Yang Mengajak. Ketika dirimudiajak ke suatu tempat yang sangat indah panorama dan pesona alamnya, tenturasa senangmu tinggi dan memuaskan. Ketika orang mengajakmu untuk makan makananfavoritmu, tentu rasa suka langsung memenuhi dirimu. Ketika dirimu diundanguntuk mengambil bagian dalam sebuah acara penting sekali dari seseorang yangsangat dihormati, dirimu tentu merasa sangat terhormat. Seorang teman bercerita bahwa setiap menjelang waktu untuk menghadiri MisaKudus atau suatu doa tertentu, ia selalu mengalami undangan rohani dari Tuhan.Ia merasakan dorongan hati dan pikiran yang mengarahkan dirinya supayakesempatan berdoa harus dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh. Atas ajakantersebut, ia menyiapkan diri sebaik mungkin dan mengajak anggota keluarga atausahabatnya untuk ikut menyempatkan diri dalam berdoa. Ajakan dari seorang saudara atau teman merupakan satu bentuk perhatiansupaya kita ikut ambil bagian di dalam kehidupannya. Orang yang mengajak dirimuberarti ia ingin supaya dirimu melihat dan mengalami apa yang ia hidupi danmiliki. Ketika ia memiliki mobil yang bagus, lalu dirimu diajak ikutmenumpangnya, betapa pengalaman itu menjadi sangat spesial. Ketika dirimudiundang untuk datang ke rumahnya yang baru dan indah, tentu rasanya sangatspesial dan menyenangkan. Tuhan selalu mengajak kita. Ajakannya tidak main-main dan sangatfundamental bagi hidup kita. Ia mengajak kita bukan saja untuk suatu tujuan didunia ini, tetapi sangat utama ialah untuk suatu pencapaian hidup yang mulia disurga. Pada hari ini, firman Tuhan menyatakan babwa Tuhan Yesus mengundang kita kepada suatu hubungan yang terbesardengan diri-Nya, yaitu hubungan pribadi. Di dalam hubungan ini, ada kasih,persahabatan, kepercayaan dan komitmen kepada Dia, yang menjadikan pengalamankita begitu mendalam dan bermakna. Untuk menandakan bahwa hubungan itu benar-benar kuat dan terus-menerusdibaharui ialah kalau kita selalu memberikan jawaban “Ya” kepada-Nya. Mungkinkita sering mengalami sendiri bagaimana kita menyanggupi dan mengaminiajakan-Nya menyangkut hal-hal positif dan yang menguntungkan. Itu sebenarnyaselalu kita jalankan dengan ungkapan syukur dan suka cita kita. Namun dapat menjadi tantangan tersendiri jika kita harus menjawab “Ya” atasajakan Tuhan kepada kita berkaitan dengan sebuah kesulitan, rintangan,penderitaan atau ancaman musuh. Sering kodrat kita yang manusiawi cenderungmeminta kita untuk menghindarinya. Kita didorong untuk menjawab “tidak”. Tetapijustru di sini iman dan panggilan kita diuji. Tuhan ingin supaya kita mestimenjawab juga “Ya” atas ajakan-ajakan semacam ini.Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Yesus, semoga kami kuat dan semakinmencintai panggilan-panggilan kami. Salam Maria penuh rahmat ... Dalam namaBapa ...
Delivered by Lukitananda Putra, Svara Nirmala, and Stella Wijaya from the Parish of Sacred Heart of Jesus Cathedral in the Archdiocese of Makassar, Indonesia. Acts of the Apostles 12: 1-11; Rs psalm 34: 2-3.4-5.6-7.8-9; 2 Tomothy 4: 6-8.17-18; Matthew 16: 13-19.THEY ARE BOTH SPECIAL Our meditation today is entitled: TheyAre Both Special. The proof of the apostles Peter and Paul's faith in Christthat is in our hands is the New Testament of the holy Scripture. Each of themhas a very unique story that continues to inspire us. They inherit to us thewritings we know through their letters. This is the fact of narration, words,and stories. Other evidences about them can bereferred to the facts of the stages, locations, or places they were everencountered. Now the Church makes use of these evidences as holy places andmeans of devotion for Christians. At present, the truth is that the stage thattestifies to the world about these two apostles is the city of Rome in Italy.They were actually Jewish people in the Palestine. But at present there arehardly any traces of relics from both Saints Peter and Paul found on thePalestinian lands. When people made a pilgrimage toJerusalem and the area of the Sea of Galilee and its surroundings, thestage evidences of these two apostles are very limited. Only the city of Jesusin Capernaum can provide some solid facts, for example there are ruins inPeter's in-laws. But when people visit Rome in Italy they will get many stagefacts about these two great apostles. Among these many facts, what the visitorslike most are their tombs. Each of the tomb now stands on St. Peter's Basilicaand St. Paul's Basilica. Acts of the Apostoles tell a littledrama of their journey to Rome to face the trials ruled by the Roman authority.Historical records of the Christian Church provide other details about theprocess of severe punishment of Peter and Paul in Rome. Time and history thenprove that the stage of the city of Rome give the highest witnesses of JesusChrist, namely through the martyrdom of Peter and Paul. Their shedding of bloodis fruitful in the growing of the Christian faith that is increasinglyworldwide. At present, Rome and especially the Vatican are the central stage ofthe Catholic Church, especifically because of the apostles Peter and Paul whohad opened the way to it. In Jerusalem and Judea, the initialstages of the call of Peter and Paul were proved true, in Rome they both showedthat the choice of following Jesus Christ must be radical, in the scripturesthey continue to teach the truth about Jesus Christ, and in heaven they areboth our proud models, praiseworthy saints. In this solemnity of Peter and Paulwe should be grateful for our universal and apostolic Church. Let's pray. In the name of theFather ... O Lord, may Your blessings make us fully devoted to Your Church likethe apostles Peter and Paul. Hail Mary full of grace ... In the name of theFather ...
Dibawakan oleh Hendry, Rini, Tirto dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Kisah Para Rasul 12: 1-11; Mazmur tg 34: 2-3.4-5.6-7.8-9; 2 Timotius 4: 6-8.17-18; Matius 16: 13-19.MEREKA BERDUA ISTIMEWA Renungan kita pada hari ini bertema: Mereka Berdua Istimewa. Buktikesaksian iman rasul Petrus dan Paulus kepada Kristus yang ada di tangan kitaialah kitab suci perjanjian baru. Masing-masingnya memiliki cerita yang sangatunik dan menggugah hati kita. Mereka mewariskan tulisan-tulisannya yang kitakenal dalam surat-surat mereka. Ini adalah fakta narasi, kata, dan kisah. Bukti lain mengenai mereka dapat kita sebut sebagai fakta panggung, lokasi,atau tempat yang dulu mereka dijumpai. Kini Gereja mengabadikanpanggung-panggung mereka sebagai tempat suci dan sarana devosi umat beriman.Saat ini, sejujurnya panggung yang memberikan kesaksian kepada publik duniatentang kedua rasul ini ialah kota Roma di Italia. Mereka sebenarnyaorang-orang Yahudi di Palestina. Tetapi saat ini hampir tidak ditemukanbekas-bekas peninggalan baik Santo Petrus maupun Paulus di tanah Palestina. Ketika orang-orang berziarah ke Yerusalem dan daerah Danau Galilea dansekitarnya, bukti panggung tentang kedua rasul ini sangat terbatas. Hanya kotaYesus di Kapernaum yang bisa memberikan beberapa fakta kuat, misalnya adapuing-puing rumah mertua Petrus. Tetapi ketika orang mengunjungi kota Roma diItalia mereka akan mendapatkan banyak fakta panggung tentang kedua rasul ulungini. Di antara banyak fakta tersebut, yang paling disukai pengunjung ialahmakam mereka. Masing-masing makam itu kini berdiri di atasnya Basilika SantoPetrus dan Basilika Santo Paulus. Kisah Para Rasul mengisahkan sedikit drama perjalanan mereka ke Roma untukmenghadapi tuntutan hukum yang ditangani oleh kekuasaan Romawi. Catatan sejarahGereja Kristen memberikan rincian lain tentang proses terjadinya hukuman beratatas Petrus dan Paulus di Roma. Waktu dan sejarah yang kemudian membuktikanbahwa panggung kota Roma telah membuat mereka memberikan kesaksian tertinggiakan Yesus Kristus yaitu melalui kemartiran mereka. Darah mereka yangditumpahkan itu berbuah dengan menumbuhkan iman Kristen yang kian mendunia.Saat ini, Roma dan khususnya Vatikan adalah panggung sentral Gereja Katolik,antara lain karena rasul Petrus dan Paulus yang merintisnya. Di Yerusalem dan tanah Yudea terbukti panggung awal panggilan Petrus danPaulus, di Roma mereka berdua mempertontonkan bahwa pilihan kepada Yesus memangharus radikal, di dalam kitab suci mereka tetap mengajarkan kebenaran tentangYesus Kristus, dan di surga mereka berdua adalah orang-orang kebanggaan kita,orang kudus yang terpuji. Pada hari raya Petrus dan Paulus ini hendaknya kitabersyukur atas Gereja kita yang universal dan apostolik. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan Allah, semoga berkat-berkat-Mumenjadikan kami berbakti penuh kepada Gereja-Mu seperti rasul Petrus danPaulus. Salam Maria penuh rahmat ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Joanna from the Parish of Saint Gabriel in the Diocese of Bandung, Indonesia. Isaiah 61: 9-11; Rs psalm 1 Sam 2: 1.4-5.6-7.8abcd; Luke 2: 41-51.ANANXIOUS HEART Thetitle for our meditation today is: An Anxious Heart. There was a girl of 5thgrade student of elementary school named Maria, playing Q and A (question andanswer) with her mother. She said: "Mom, answer this question. What is thedifference between Papa's heart and Mama's heart?" His mother tried tothink for a moment. Then she replied: "Papa's heart is a man's heart.Mama's heart is a woman's heart." Maria replied: "No. It's not theanswer." Her mother then continued: "Then what is the answer?""The answer is," said Maria, "Mama's heart is anxious, whilePapa's heart is indifferent." This child, of course, spoke according toher own experience with her parents. Therelationship of the heart between a mother and her child is the strongestrelationship between two human persons, more than any other kind ofrelationship that has ever existed in the world. Therefore, if a mother feelsanxious about her loved ones, surely this anxiety is an expression of a verydeep emotion in her heart. A mother's anxiety is not just a feeling ofdifficulty, uneasy or discomfort. More than that, mother becomes very sick,lost and paralyzed because half of her heart was broken into pieces. Thestory in the Gospel of Luke about the teenager Jesus who disappeared from thecare of his parents makes us understand that the worried heart came from themouth of the Virgin Mary. Like all mothers, Our Lady shows how much it hurtswhen part of her heart, or half of her life, which is her own Son missing. Amother's anxiety is like all major disasters, so the sky can open and heavenalso responds. Jesus had to answer the mother's anxiety so that she could calmdown, that He was really in His Father's house. Todaywe celebrate the most sacred Heart of Our Lady which helps us to understandthat the purity of her heart has the same role as the heart of the Lord JesusChrist. Both hearts give us solutions or answers to our problems in this world.Our Lady's anxious heart keeps her eyes open to see and point out any problemsor difficulties that each of us faces. Her anxious heart moves her to walk asfar as the ends of the earth and to reach all nations so as to bring thechildren of men to believe in God. Ifwe ourselves or the people we know and care about at this time have alreadydrifted away from the way of the Lord Jesus Christ; if the relationship betweenfriends or relatives has not improved; if there is still anger, hatred,resentment and envy towards our neighbours, let us realize that Our Lady is soworried about all this. She is working to fix all of this. Let'spray. In the name of the Father... O Father in heaven, may Your Spirit and theVirgin Mary always guide us and strengthen our commitment to walk in the pathof the Lord Jesus Christ. Glory to the Father and to the Son and to the HolySpirit ... In the name of the Father...
Dibawakan oleh Suster Antona OSF dan Suster Ivon OSF dari Komunitas Keluarga Kudus Tanjung Priok di Keuskupan Agung Jakarta, Indonesia. Yesaya 61: 9-11; Mazmur tg 1 Sam 2: 1.4-5.6-7.8abcd; Lukas 2: 41-51.HATI YANG CEMAS Tema renungan kita pada hari ini ialah: Hati yang Cemas. Adaseorang bocah perempuan kelas 5 SD bernama Maria, bermain tebak-tebakan denganibunya. Ia berkata: "Ma, jawab tebakan ini ya. Apa perbedaan antara hatiPapa dan hati Mama?" Ibunya mencoba berpikir sebentar. Kemudian iamenjawab: "Hati Papa adalah hati seorang laki-laki. Hati Mama adalah hatiseorang wanita." Jawab Maria: "Bukan. Bukan jawabannya." Ibunyamenyambung: "Lalu jawabannya apa?" "Jawabannya ialah," kataMaria, "Hati Mama suka cemas, sedangkan hati Papa suka cuek." Anakini tentu saja berkata sesuai pengalamannya sendiri. Hubungan hati antara ibu dan anak adalah suatu hubunganterkuat antara dua manusia, melebihi semua jenis hubungan lain yang pernah adadi dunia. Oleh karena itu kalau seorang ibu merasa cemas terhadap orang-orangkesayangannya, pasti kecemasan ini merupakan suatu ungkapan hati yang sangatmendalam. Kecemasan seorang ibu itu tidak sekedar rasa susah, gelisah atautidak nyaman. Lebih dari itu, ibu sangat sakit, kehilangan dan lumpuh sebabsebagian hatinya terlepas atau hilang. Kisah di dalam Injil Lukas tentang Yesus remaja yangmenghilang dari pengawasan kedua orang tuanya membuat kita mengerti bahwa hatiyang cemas itu keluar dari mulut Bunda Maria. Seperti semua ibu yang lain,Bunda Maria menunjukkan betapa sakitnya dia ketika sebagian hatinya, atausetengah bagian hidupnya, yaitu Putranya sendiri menghilang. Kecemasan seorangibu bagaikan semua bencana besar, sehingga langit pun bisa terbuka dan surgajuga memberi tanggapannya. Yesus harus menjawab kecemasan ibunda agar ia tenang,bahwa Dia sungguh berada di rumah Bapa-Nya. Hari ini kita merayakan Hati Bunda Maria yang amat suciyang membantu kita untuk mengerti bahwa kesucian hatinya mempunyai peran yangsama dengan hati Tuhan Yesus Kristus. Kedua hati tersebut memberikan kitasolusi atau jawaban atas permasalahan-permasalahan kita di dunia ini. HatiBunda Maria yang cemas membuat matanya selalu terbuka untuk melihat danmenunjukkan setiap masalah atau kesulitan yang masing-masing kita hadapi.Hatinya yang cemas menggerakkan dia untuk berjalan sejauh ujung bumi dan mencapaisegala bangsa supaya membawa anak-anak manusia untuk percaya kepada Tuhan. Jika kita sendiri atau orang-orang yang kita kenal dansayangi pada saat ini sudah terlanjur menjauh dari jalan Tuhan Yesus Kristus;jika sedang terjadi hubungan di antara teman atau saudara belum membaik; jikamasih ada marah, benci, dendam dan iri terhadap sesama kita, marilah kitamenyadari bahwa Bunda Maria sangat cemas dengan semua ini. Ia sedang bekerjauntuk memperbaiki semua ini. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Bapa di surga,semoga Roh-Mu selalu menyertai dan Bunda Maria membimbing kami untuk memperkuatkomitmen kami berjalan di jalan Tuhan Yesus Kristus. Kemuliaan kepada Bapa danPutra dan Roh Kudus ... Dalam nama Bapa...
Delivered by Clifford from the Parish of Saint Vincentius a Paulo in the Diocese of Malang, Indonesia. Ezekiel 34: 11-16; Rs psalm 23: 1-3a.3b-4.5-6; Romans 5: 5b-11; Luke 15: 3-7.A RUNNING HEART The title for our meditation today is:A Running Heart. In this meditation we want to interpret the sacred heart ofthe Lord Jesus Christ as an expression of love from God's great mercy that isendless and lasting. The love of the almighty God is revealed in His actionsthat come out of Himself, His place, and the throne of His glory to reach Hisbeloved children. God's mercy is manifested to the worldsince human beings fell into sin and lived under the power of sin. God wants tosave humanity from this evil power so that it does not perish forever. In thisprocess of redemption that lasted for so long, finally came the Messiah, JesusChrist, God's own Son. The incarnation is the event of God who has come out ofHis eternal dwelling, became human and lived with people in the world. Thishuman person Jesus Christ carried out His task with the main purpose of redeemingand saving the world and all its contents from the powers of sin and death. In all of His actions in the world, asnarrated in the Gospels, the Lord Jesus had a preference to save the needyones. Here we can understand the true meaning of the heart of Jesus Christ. Hisheart always moves in all directions to meet, reach, and touch souls who aresick, oppressed, hopeless, tormented and lost. In our readings today, we meetthe person of God who is depicted with a running heart. Why? Because we as His sheeps tend to runand stay away from home, family, community, Church and God Himself. Oftenpeople run because they realize they are not worthy of their own mistakes, thenthey feel ashamed or unworthy. There are others who move away and keep goingfar because they are not accepted by others in their families, communities andthe Church. Others ran away and farther away because they felt they had noplace among many who were more dominant in their groups and cultures. There arestill many other motivations why members of God's people go and stay away fromthe community of believers. The heart of the Lord Jesus filledwith love and mercy goes, runs and catches them all. There are some or many whosurrender in God's hands and they are brought home to the Lord, namely in ourChurch. Many of us experience this when we regreted our mistakes and sins, then received thesacrament of reconciliation. Returning to the house is the most beautifulexperience for people who are drawn by the most sacred heart of Jesus. Butthere are people who are at this moment keep running and are being followed bythe heart of the Lord Jesus. Realize that at the right time God will catch andbring them home. Let's pray… In the name of theFather ... God Almighty, may the sacred heart of Jesus always unite us all inour situation of divisions and scattered as your holy people. Our Father whoart in heaven ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Suster Chriscentiana OSF dan Suster Eliana OSF dari Komunitas Santo Fransiskus Asisi Tanjung Selor di Keuskupan Tanjung Selor - Kalimantan Utara, Indonesia. Yehezkiel 34: 11-16; Mazmur tg 23: 1-3a.3b-4.5-6; Roma 5: 5b-11; Lukas 15: 3-7.HATI YANG BERLARI Tema renungan kita pada hari ini ialah: Hati Yang Berlari. Di dalamrenungan ini kita ingin memaknai hati kudus Tuhan Yesus Kristus sebagaiungkapan belas kasih Allah yang maha rahim. Kasih Allah yang maha rahimterungkap dalam tindakan-Nya yang keluar dari diri-Nya, tempat-Nya, dan tahtakemuliaan-Nya untuk menemukan anak-anak kesayangan-Nya. Kerahiman Allah ditunjukkan sejak manusia jatuh ke dalam dosa dan hidupdalam hukuman dosa. Tuhan hendak menyelamatkan manusia ciptaan-Nya supaya tidakbinasa selamanya. Di dalam proses penebusan yang berlangsung sekian lama,akhirnya datang Mesias, Yesus Kristus, utusan Allah sendiri. Inkarnasimerupakan peristiwa Tuhan yang sudah keluar dari kediaman yang abadi, menjadimanusia dan tinggal bersama umat beriman di dalam dunia. Yesus Kristusmenjalankan tugas-Nya dengan tujuan utama ialah menebus dan menyelamatkan duniadan seluruh isinya dari belenggu dosa dan maut. Di dalam semua tindakan-Nya di dunia, seperti yang dikisahkan di dalamInjil, Tuhan Yesus memiliki preferensi untuk menyelamatkan manusia yang sangatmembutuhkan keselamatan. Di sini kita dapat memahami makna hati Yesus Kristusyang sebenarnya. Hatinya senantiasa bergerak ke segala arah supaya menemui,menjangkau, dan menyentuh jiwa-jiwa yang sakit, terbelenggu, putus asa,tersiksa dan tersesat. Di dalam bacaan-bacaan kita hari ini, kita menemuipribadi Tuhan yang digambarkan dengan hati yang berlari. Mengapa? Karena kita domba-domba cenderung berlari dan menjauhi rumah, keluarga,komunitas, Gereja dan Tuhan sendiri. Sering orang berlari karena menyadari diritelah tidak layak lantaran kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya, lalu merekamerasa diri malu atau tidak layak. Ada yang lain menjauh dan terus pergi karenatidak diterima oleh sesamanya di dalam keluarga, komunitas dan Gereja. Yanglain lagi berlari pergi dan semakin jauh karena merasa tidak punya tempat diantara banyak kalangan yang lebih dominan golongan dan kulturnya. Masih adabanyak motivasi lain mengapa anggota-anggota umat Tuhan pergi dan menjauh darikomunitas orang-orang beriman. Hati Tuhan Yesus penuh dengan kasih dan kerahiman itu pergi, berlari danmengejar mereka semua. Ada yang berhasil didapatkan oleh Tuhan dan merekadibawa pulang ke rumah-nya Tuhan, yaitu di dalam Gereja kita. Banyak di antarakita mengalami itu ketika kita menyesali kesalahan dan dosa, kemudian menerimasakramen tobat. Kembali ke dalam rumah adalah pengalaman terindah bagi orangyang ditarik oleh hati Yesus yang maha kudus. Tetapi ada orang yang saat inisedang diikuti oleh hati Tuhan Yesus. Sadarlah bahwa pada saat yang tepat Tuhanakan mendapati dan membawa mereka pulang. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan mahakuasa, semoga hati kudus Yesussenantiasa mempersatukan kami semua yang saat ini saling menjauh dan terpisahsatu sama lain sebagai umat-Mu yang kudus. Bapa kami yang ada di surga ...Dalam nama Bapa ...
Delivered by Elyanne from the Parish of Saint James in the Diocese of Surabaya, Indonesia. Genesis 16: 1-12.15-16; Rs psalm 106: 1-2.3-4a.4b-5; Matthew 7: 21-29.TEACHING WITH ACTIONS Our meditation today is entitled:Teaching with Actions. The father of faith who is depicted so famous in thescriptures, Abraham, was asked by God proof of the firmness of his faith. ThenAbraham showed it by sacrificing his own son Isaac. Another story in the oldtestament which also illustrates the power of faith is the fight of the prophetElijah against hundreds of evil powers namely Baal. Elijah showed it in a a celebrationof his faith as he offered sacrifice of burnt offerings. In the new testament, the beginning ofthe Gospel of Luke describes the profile of the Virgin Mary, which in all herstories really shows that she acted and perfomed her faith according to will ofGod. The apostle Peter who was caught in confusion and error, misleading inthought and words, was rebuked strongly by Jesus because his fragile faith. Inthe end after Jesus ascended to heaven, he abandoned all failures andobscurities then dedicated all his life only to Jesus Christ and the growth ofthe Church. We give all these descriptions tounderline the words that Jesus tells us today, namely the spiritual building -the individuals of every follower of Christ - must be strong and firm built on thefoundation that is also strong and firm. Jesus Christ desires that His everyfollower, as expressed extensively in the scriptures, is the one who hears theword of God, understands it, and finally can carry it out in the real action oflife. Indeed, our own growth of faith can bestrong and last forever because it can bear fruit, namely in all actions andinvolvements. In a real life context, someone who is full of work experiences,will be needed in the company and the world of works, when compared to thosewho have just graduated from study. Someone who has a lot of experience inmanaging government, will be the teacher who will teach those who are new togovernment activities. So the principle that has beencommonly followed, when a performance determines how someone is trusted, morethan a document that contains description of the concept and its analysis. Theteaching given to children, students or beginners needs to be implemented in aprocess of showing ways to do and giving examples, rather than lecturing andinstructing that are full with words and writings. Therefore Jesus in His Wordtoday confirms that our lives will be very useful, successful and last forever,because we can carry out His Word and practice His commandments. Let's pray. In the name of theFather ... O God almighty, bless our life and work, especially today, so thatthrough words and actions we may present you in this world. Glory to the Fatherand to the Son and to the Holy Spirit ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Suster Brigitta OSF dan Suster Dorothy OSF dari Komunitas Santo Fransiskus Asisi di Keuskupan Manokwari Sorong, Indonesia. Kejadian 16: 1-12.15-16; Mazmur tg 106: 1-2.3-4a.4b-5; Matius 7: 21-29.MENGAJARKAN DENGAN PERBUATAN Renungan kita pada hari ini bertema: Mengajarkan Dengan Perbuatan. Bapakiman yang terkenal di dalam kitab suci, Abraham, dimintai oleh Allah buktikekuatan imannya. Lalu Abraham menunjukkan itu dengan tindakan mengorbankanputra-nya sendiri Ishak. Kisah lain dalam perjanjian lama yang jugamenggambarkan kekuatan iman ialah perjuangan nabi Elia melawan ratusan baal.Elia tunjukkan itu dalam suatu drama perayaan iman, yaitu mempersembahkankorban bakaran. Di dalam perjanjian baru, permulaan Injil Lukas menggambarkan sikap PerawanMaria, yang dalam semua kisahnya sungguh menunjukkan bahwa ia berbuat danbertindak sesuai yang dikehendaki Tuhan. Rasul Petrus yang terperangkap dalamkebingungan dan kesesatannya berpikir dan berkata, ditegur dengan keras olehYesus karena imannya yang rapuh. Pada akhirnya setelah Yesus naik ke surga, iameninggalkan semua kesesatan itu dan membaktikan segenap hidupnya hanya untukYesus Kristus dan pertumbuhan Gereja. Kita memberikan gambaran-gambaran tersebut untuk menggarisbawahi firmanyang disampaikan oleh Yesus pada hari ini, yaitu bangunan rohani – pribadisetiap pengikut Kristus – haruslah kuat dan kokoh berdiri di atas sebuahfondasi yang juga kuat dan kokoh. Seorang pengikut Kristus yang diinginkan olehYesus Kristus sendiri, seperti yang disampaikan secara besar-besaran dalamseluruh kitab suci, ialah orang yang mendengar firman Tuhan, memahaminya, danakhirnya dapat melaksanakannya di dalam perbuatan yang nyata. Sesungguhnya bangunan diri kita dapat menjadi kuat dan bertahan selamanyakarena dapat berbuah, yaitu dalam tindakan-tindakan dan perbuatan. Di dalamkonteks kehidupan yang nyata, seseorang yang sudah penuh dengan pengalamankerja, akan sangat dibutuhkan di perusahaan dan dunia kerja, jika dibandingkandengan mereka yang baru saja tamat kuliah. Seseorang yang sudah berpengalamanbanyak di dalam mengurusi pemerintahan, akan menjadi guru yang diandalkan untukmengajarkan mereka yang masih baru dalam urusan pemerintahan. Jadi prinsip yang sudah umum diikuti, ialah seperti kinerja lebihmenentukan seseorang itu dipercayai daripada makalah yang berisi uraian konsepdan analisanya. Pengajaran yang diberikan kepada anak-anak, murid-murid ataupara pemula, ialah contoh atau praktek melakukannya di dalam sebuah proses,daripada ceramah dan uraian teoritis yang penuh dengan kata dan tulisan. Olehkarena itu Yesus di dalam Firman-Nya hari ini menegaskan bahwa hidup kita akansangat berguna, berhasil dan bertahan sampai selama-lamanya, karena kita dapatmelaksanakan Sabda-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya.Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Allah mahakuasa, berkatilah hidup danpekerjaan kami, khususnya pada hari ini, supaya melalui kata dan tidakan, kamimenghadirkan Dikau di dalam dunia ini. Kemuliaan kepada Bapa dan Putra dan RohKudus... Dalam nama Bapa...
Delivered by Ariel from the Parish of Saint Albert the Great in the Archdiocese of Makassar, Indonesia. Genesis 15: 1-12.17-18; Rs psalm 105: 1-2.3-4.6-7.8-9; Matthew 7: 15-20.FRUITS AS EVIDENCES Our meditation today is entitled:Fruits as Evidences. At the dining table of a community of priests, in additionto normal lunch dishes as usual, there were also several types of fruit served.The fruits were picked from the garden by one of the employees. One of thepriests who was the eldest seemed so cheerful because he would enjoy hisfavorite fruits. He has more than 10 years not been involved in his favoritework, which was gardening, because he was by now old and his health hasdeclined. That elderly priest said the followingstory: "These bananas were imported from Bandung (West Jawa), one of thebest and planted about 8 years ago. These pineapple seeds came from Lampung(South Sumatera), a brother brought here when returning from holidays. Thismango I myself brought the seeds from Bangkok (Thailand)." He was soexcited to tell all those present about his perseverance in planting theseseeds and many other plants. He also diligently cared for them. And in propertime the trees provide fruits to be consumed by many people. From the illustrations of the treeswhich then produce the best fruits, we can draw a straight line to understandhow our mental and spiritual growth are like. Just imagine, the process ofpreparation for a big celebration in an organization that involves you. Theconcept and vision-mission of the activity is the subject of all affairs. Theconcept is then actualized to planning process by taking into account all thesupporting elements, the synergy of each element, and the ability to implementit. From a good, open, and measurable process, we believe that the results willbe as expected or even more than expected. Each of our mental and spiritualgrowth also give priority to the process so that we can achieve the results wehope for. Let's imagine this. Family or community is the main tree in our livesin the world. Every form of education or formation that occurs step by step,year after year, and from experience of errors or failures to truth andsuccess, this process is good and convincing. This process of course wants toarrive at the achievement of results, namely children or the new generation upto certain level of growth as expected by family, community, Church and nation. The Lord Jesus gives us good newstoday that says like this: the falsehood in life is brought by false prophets,whose purpose is to eliminate the process, or destroy the process. The resultwill surely be a life filled with falsehood and can ruin people's life. Abrahamis an example for us, because he only comes from God, and not from other falsegods. For us, our process and goal is Christ. Let's pray. In the name of theFather ... O Lord, consecrate us always in Your Spirit so that we will grow infaithfulness and in sanctification to be the lights to this world. Hail Maryfull of grace ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Suster Elfina OSF dan Suster Yosi OSF dari Komunitas Santa Elisabeth di Keuskupan Agung Dili, Timor Leste. Kejadian 15: 1-12.17-18; Mazmur tg 105: 1-2.3-4.6-7.8-9; Matius 7: 15-20.BUAH SEBAGAI BUKTI Tema renungan kita pada hari ini ialah: Buah Sebagai Bukti. Di meja makansebuah komunitas para pastor, selain hidangan makan siang yang normal sepertibiasanya, ada juga beberapa jenis buah yang ikut tersajikan. Buah-buah itudipetik dari kebun oleh salah seorang karyawan. Salah seorang imam yang sudahtua nampak begitu ceria karena ia akan menikmati buah-buah kesukaannya itu. Iasudah lebih dari 10 tahun tidak terlibat dalam pekerjaan kesukaannya, yaituberkebun, karena usianya sudah lanjut dan kesehatannya menurun. Kata pastor lansia itu: “Pisang kepok ini bibitnya didatangkan dariBandung, salah satu yang terbaik, dan ditaman sekitar 8 tahun yang lalu. Nanasini bibitnya dari Lampung, seorang frater membawa ke sini saat kembali darilibur. Mangga ini saya sendiri yang membawa bibitnya dari Bangkok.” Beliaubegitu semangat bercerita tentang ketekunannya menanam tanaman buah-buahtersebut dan banyak tanaman yang lain. Ia juga tekun memeliharanya. Dan padawaktunya pohon-pohon itu memberikan buahnya untuk dinikmati banyak orang. Dari ilustrasi tentang pohon-pohon yang kemudian menghasilkan buah-buahnyayang terbaik, kita dapat menarik garis lurus untuk memahami seperti apapertumbuhan mental dan rohani kita sebagai manusia. Bayangkan saja, dalam aspeksebuah proses persiapan perayaan besar di organisasi yang melibatkan dirimu.Konsep dan visi-misi kegiatan itu adalah pokok segala urusan. Pokok itukemudian diturunkan kepada perencanaan dengan memperhitungkan segala elemenpendukung, sinergitas setiap elemen, dan kemampuan implementasinya. Dari prosesyang baik, terbuka, dan terukur, kita percaya bahwa hasilnya nanti akan sesuaiharapan atau bahkan melebihi yang diharapkan. Pertumbuhan mental dan rohani setiap dari kita sangat mengutamakan prosessupaya dapat mencapai hasil yang kita harapan. Marilah kita bayangkan begini.Keluarga atau komunitas adalah pohon utama dalam kehidupan kita di dunia.Setiap bentuk pendidikan dan pembinaan yang terjadi melalui langkah demilangkah, tahun demi tahun, dan dari pengalaman kesalahan atau kegagalan menjadikebenaran dan kesuksesan, proses ini adalah baik dan meyakinkan. Proses initentu saja ingin sampai pada pencapaian hasil, yaitu anak-anak dan generasibaru yang diharapkan keluarga, komunitas, Gereja dan bangsa. Tuhan Yesus memberikan kita kabar gembira pada hari, dengan berseru begini:kepalsuan yang ada di dalam hidup ini digerakkan oleh nabi-nabi palsu, yangtujuannya ialah meniadakan proses, atau merusak proses. Akibatnya ialahhasilnya juga berwujud kepalsuan dan membawa orang kepada kebinasahan. Abrahammenjadi contoh bagi kita, karena ia bersumber pada Allah saja, dan bukan padasumber palsu yang lain. Bagi kita, proses dan jalan itu ialah Kristus. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Tuhan, kuduskanlah kami selalu di dalamRoh-Mu supaya kami semakin bertumbuh di dalam kesetiaan dan dalam pengudusandiri untuk menjadi cahaya bagi dunia ini. Salam Maria penuh rahmat ... Dalamnama Bapa ...
Delivered by Vici from the Parish of Saint John the Baptist in the Archdiocese of Jakarta, Indonesia. Isaiah 49: 1-6; Rs psalm 139: 1-3.13-14ab.14c-15; Acts of the Apostles 13: 22-26; Luke 1: 57-66.80.BECAUSE OF JESUS The title for our meditation today is:Because of Jesus. The plan to welcome the coming of Jesus Christ to the worldbegan from the moment the first human beings fell into sin. In relation withthis plan, the word of God today proclaimed in the book of Isaiah, says thatthere is a prophet whose birth was specially designed by God and has thespecial task of preparing the world for welcoming Jesus Christ. This can happenonly because of Jesus. Saint Luke in the Acts of the Apostlesand in the Gospel of Luke we have just heard, reveals that the prophet we allalready know is John the Baptist. His birth is very special as told in theGospel. Likewise when we celebrate the birth of the Virgin Mary on September 8,or the birth anniversary of each of us, the celebration is special for eachindividual celebrant, all because it is associated with Jesus Christ. If it isnot Jesus as our reason to celebrate life, there is no meaning of a birthdaycelebration that is filled with gratitude, spiritual motivation and hope. John the Baptist was so happy forJesus was his cousin, or better, Jesus was very special to John. They were notjust related as brothers, but above all in them, God set up plan for thesalvation of mankind. The beginning of their relationship is the news from theangel Gabriel to Zacharia, John's father, about the birth of his son who wastruly miraculous. Giving the name "John" became a problem in thefamily when at that time Zacharia became mute. Elisabeth with her strong faithkeeping John's name, which means "God is generous" or "God istruly pleased". Miracle then occurred in order to fulfill the purpose ofpreparation to welcome Jesus Christ. The life of John the Baptist was fullof enthusiasm that brought others to Christ and the coming of the Kingdom ofGod. He had been full of the Holy Spirit since in the womb of his mother, andit was during this mission that the Holy Spirit made everything happenaccording to the divine plan, so that Jesus really coming to the world. Hisfamous words and we repeat every time we are prepared to receive the HolyCommunion, "This is the Lamb of God" (John 1, 29 and 36). He bringsothers to know Jesus Christ, so also draws Jesus Christ closer to people whowant to know Him. Now the challenge is for us, namely tobring others to know Christ and bring Jesus Christ to be close to the lives ofothers. We can do this if our lives are filled with divine grace. Let's pray. In the name of theFather ... O God, we are grateful that You give us Your mercy by presentingJohn the Baptist as an example for us how to be faithful to Jesus Christ, YourSon. May the example of John the Baptist remain a light in our lives. Hail Maryfull of grace ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Suster Francietha OSF dan Suster Romana OSF dari Komunitas Santa Elisabeth Semarang di Keuskupan Agung Semarang, Indonesia. Yesaya 49: 1-6; Mazmur tg 139: 1-3.13-14ab.14c-15; Lukas 1: 57-66.80.HANYA KARENAYESUS Tema renungankita pada hari ini ialah: Hanya Karena Yesus. Rencana untuk menyambutkedatangan Yesus Kristus ke dunia dimulai sejak jatuhnya manusia pertama kedalam dosa, dan khususnya pada hari ini diwartakan secara lantang dalam kitabYesaya, bahwa ada nabi yang kelahirannya dirancang secara istimewa oleh Allahdan mendapat tugas khusus mempersiapkan kedatangan Yesus Almasih. Ini bisaterjadi hanya karena Yesus. Santo Lukas didalam Kisah Para Rasul dan Injil Lukas yang telah kita dengar, menungkapkanbahwa nabi yang dimaksud ialah Yohanes Pembaptis. Kelahirannya menjadi sangatspesial seperti yang dikisahkan dalam Injil. Demikian juga ketika kita rayakankelahiran Bunda Maria pada 8 September, atau ulang tahun kelahiran setiap darikita, perayaannya menjadi spesial bagi masing-masing orang. Semuanya karenadikaitkan dengan Yesus Kristus. Kalau bukan Dia sebagai alasan, tak ada maknaperayaan ulang tahun kelahiran yang diisi dengan nuansa bersyukur, perayaanrohani dan harapan-harapan. Yohanes Pembaptissangat istemewa bagi Yesus, atau sebaliknya Yesus sangat istimewa bagi Yohanes.Mereka bukan sekedar berhubungan saudara, tetapi adanya rencana Tuhan bagikeselamatan umat manusia. Awal hubungan antara keduanya ini ialah kabar darimalaikat Gabriel kepada Zakaria, ayah Yohanes, tentang kelahiran putranya yangsungguh ajaib. Pemberian nama “Yohanes” menjadi soal dalam keluarga ketika padasaat itu Zakaria menjadi bisu. Elisabeth dengan imannya yang kuatmempertahankan nama Yohanes, yang berarti “Tuhan itu murah hati” atau “Allahsungguh berkenan”. Keajaiban terjadi karena maksudnya ialah untuk menyiapkankedatangan Yesus Kristus. Hidup YohanesPembaptis penuh dengan semangat yang membawa orang lain kepada Kristus dankedatangan Kerajaan Allah. Ia sudah penuh dengan Roh Kudus sejak dalamkandungan bundanya, dan selama menjalankan misinya Roh Kudus itulah yangmembuat semuanya terjadi sesuai rencana ilahi, hingga Yesus sungguh berada didunia. Kata-katanya yang terkenal dan kita ulangi dalam setiap kali hendakmenerima Komuni Kudus, “Inilah Anak Domba Allah” (Yoh 1, 29 dan 36). Ia membawaorang lain untuk mengenal Yesus Kristus, demikian juga mendekatkan YesusKristus kepada manusia yang ingin mengenal-Nya. Sekarangtantangan ada pada kita, yaitu membawa orang lain mengenal Kristus dan membawaYesus Kristus menjadi dekat pada hidup orang lain. Kita dapat melakukan inijika hidup kita dipenuhi rahmat ilahi. Marilah kita berdoa.Dalam nama Bapa... Tuhan, kami bersyukur karena Engkau memberikan kemurahan-Mu,dengan menghadirkan Yohanes Pembaptis sebagai contoh bagi kami bagaimana setiakepada Yesus Kristus, Putera-Mu. Semoga teladan Yohanes Pembaptis tetap menjaditerang dalam hidup kami. Salam Maria penuh rahmat ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Ria from the Parish of Good Shepherd in the Diocese of Surabaya, Indonesia. Genesis 12: 1-9; Rs psalm 33: 12-13. 18-19.20.22; Matthew 7: 1-5.WHOJUDGES RIGHT? Thetitle for our meditation today is: Who Judges Right? Ferdinand is a cheerfulsenior high school student. He was elected president of the Catholic Youth ofhis local parish a week ago. But after one week he resigned. The reason he quittedso quickly as chairman was because many of his friends gave him constructivecomments and suggestions. However, many more criticized and gave him negativeviews and slander. Negativejudgments or being judgmental is found everywhere made by anyone among us.According to the Lord Jesus Christ, this should not be done, and should not bethe lifestyle of His followers. It is a sin to make someone the lord of truthand goodness. TheLord Jesus gives us an affirmation and insisting us to stop our habit to judgeand condemn others because we consider them sinners. Instead, He teaches us toprioritize goodness and good qualities of others, because through this wayhuman education takes place, love grows as it should be, and solidarity amongGod's people remains. Judgment,criticism and sharp comments are still needed for every person, group andcommunity, but we should do them in gentleness and love. This is a sacred duty.Parents correct and even judge their children about the relationship betweenthe opposite sex which is already worrying many people around. Maybe some youngreligious men and women are judged quite strong in the matter of daily lifediscipline that has dried up and lost its quality. This should be considered asacred judgment. So,Jesus' best advice for us is that whoever judges, criticizes and values hisneighbour in goodness and in love, he will be judged accordingly by God. Who,then, can judge properly or correctly? It is God who gives. He is the source oflove and goodness. We as His people participate in giving correction, properjudgments and appropriate criticism because we are indeed made as God'sinstruments to such duty. Weshould do this beginning from ourselves to judge ourselves, whether we areclean or free from mistakes and sins or we are truly sinners. If we commit thesame sin as the person for whom we are judging, while we ourselves have not anyslightest of repentance, it is tantamount to lying or hypocrisy. That will notwork because people will challenge us to first give the proof if we are cleanor we have changed. Words and deeds must walk together. Let'spray. In the name of the Father... O Lord Jesus Christ, make us sincere andtrue in giving judgments, criticisms and correction to our fellowmen and women,and make us credible Christians through our words and actions. Glory to theFather and to the Son and to the Holy Spirit... In the name of the Father...