Character in the Sailor Moon franchise
POPULARITY
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Tirto, Rini, Hendry dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Amsal 8: 22-31; Mazmur tg 8: 4-5.6-7.8-9; Roma 5: 1-5; Yohanes 16: 12-15.ALLAH YANGTRITUNGGAL Tema renungan kita hari ini Minggu, Hari RayaTritunggal Maha Kudus, ialah: Allah Yang Tritunggal. Ada suatu diskusi terjadi diantara umat setelah ibadat Rosario lingkungan. Fokus diskusi adalah maknaTritunggal Suci. Setiap orang punya penjelasan dan argumen yang mendasarinya.Hingga seluruh acara selesai, mereka semua tidak menemukan makna Tritunggalyang sesungguhnya. Seorang ibu berusia 80 tahun yang selama diskusi hanya diamdan menyimak, pada akhirnya berkata: “Kita bertanya terus saja tentang artinyaTritunggal maha kudus, jawabannya tak mesti didapat sekarang, atau mungkin takperlu tahu juga. Yang penting kita bisa sebut namanya dan percaya.” Kesulitan umum orang beriman ialah tak sepenuhnyamengetahui dan mengerti bagaimana atauseperti apa Tritunggal itu. Sebutan untuk satu Allah tiga pribadi itu ada dalamhafalan kita. Kita menyebut nama-Nya di dalam doa-doa dan ibadat. Kita rayakanpesta dan hari raya-Nya. Kita beriman kepada-Nya sejak dicap nama-Nya dalampembaptisan dan dimeteraikan oleh-Nya di dalam Krisma. Tetapi pengetahuan kitaterbatas tentang Dia. Kita sempat dengar dan belajar di sana sini, tetap sajakita tak puas. Bagaimana atau seperti apa keadaan, kerja sama,kehidupan satu Allah tiga pribadi secara persis tak ada yang tahu. Tak adakitab suci dan tradisi tersendiri tentang mereka. Kita hanya tahu persis Siapamasing-masingnya. Itu karena Tuhan Yesus sendiri yang mengatakan danmengajarkan di dalam Injil. Dia mengatakan itu sebagai misteri besar iman kita,yaitu persekutan tritunggal yang tak dapat terpisahkan. Tugasnya Yesus ialahmenyatakan kemuliaan Allah itu kepada kita: Allah Bapa, Allah Putra, Allah RohKudus, dan untuk mempersatukan kita semua dengan Tuhan di dalam satupersekutuan kasih. Persekutan kasih di dunia ialah Gereja. Tujuan terakhir yang akan dicapai oleh kitaorang-orang beriman ialah memasuki persekutuan sempurna di dalam kemuliaanabadi Tritunggal suci. Perutusan Yesus dan Roh Kudus sama, karena Yesus katakankepada para murid dan kita semua bahwa Roh Kuduslah yang akan mengajarkan kitadalam semua kebenaran. Yang dimaksudkan ialah kebenaran tentang Allah, misteriagung Tritunggal suci. Kalau kita saat ini belum mendapatkan jawaban lengkap,hanya sebagian-sebagian, bahkan mungkin tak perlu, tidak apa-apa. Nanti pada saatnyaakan kita peroleh. Yang penting kita tak boleh hilang iman dan kesetiaan kitakepada Tritunggal suci yang kita cintai.Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tritunggal suci, semoga Allah Bapamelindungi dan memenuhi kami dengan segala kemurahan, semoga Allah Putramempersatukan dan menyelamatkan kami sebagai satu kawanan umat kesayangan-Mu,dan semoga Allah Roh Kudus terus mengajarkan dan menerangi kami dalam segalakebenaran tentang kebesaran kemuliaan-Mu. Kemuliaan kepada Bapa dan Putra danRoh Kudus ... Dalam nama Bapa ...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Rini dan Tirto dari Paroki Katedral Roh Kudus di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. 2 Korintus 3: 15 - 4: 1.3-6; Mazmur tg 85: 9ab-10.11-12.13-14; Matius 5: 20-26.SINGKIRKAN PEMBATAS Tema renungan kita pada hari ini ialah: SingkirkanPembatas. Dalam suatu perayaan Misa dengan gereja yang dipenuhi oleh umat, saatkonsekrasi terjadi keributan sedikit di bagian belakang. Seorang bocahlaki-laki menangis. Pasalnya ibunya tidak bisa menduduki dia di pundaknya,seperti biasa yang dilakukan oleh bapaknya. Pada hari itu bapaknya berhalangandatang karena ada pekerjaan di luar kota. Bocah ini kadang duduk manis di bangku, atau asyik denganmainannya, atau mewarnai gambar-gambar. Pada waktu akan konsekrasi, iadinaikkan ke pundak bapaknya dan dengan senangnya menatap Tuhan Yesus di altaryang diangkat oleh imam. Sayang sekali, kali ini ia tidak bisa menatap karenaibunya tidak sanggup menaruh dia di pundak. Banyak orang yang berdiri membatasidia untuk melihat Tuhan. Ia menangis dan berontak. Pembatas dalam bentuk apa pun mesti disingkirkan supayakita bisa mempunyai kebebasan untuk melihat dan mengalami kehadiran Tuhan. Santo Paulus menggambarkan tentang selubungyang menutup hati orang-orang Israel ketika mereka membaca kitab Musa.Alasannya karena mereka telah menjauh dari Tuhan. Jika mereka berbalik kepadaTuhan, selubung itu akan tersingkir dari mereka. Pembatas pada prinsipnya diciptakan oleh kita sendiri.Malas dan bosan sering menjadi tembok semen tebal yang menghalangi kita kontakdengan Tuhan. Orang malas dan bosan kelihatan tertidur atau berbuat sesuatulain di sebelah tembok, padahal di sebelah yang lain ada Tuhan yangmemperhatikan dia. Mereka ini tinggal diajak dan dibujuk atau diberi pengertiansupaya bersemangat kembali. Marah, benci, dendam dan hati yang keras atau brutalmerupakan tembok besi baja yang tak bisa ditembus. Sampai-sampai Yesus menyuruhkembali dari hadapan Tuhan untuk hilangkan amarah, minta maaf, damai dahuludengan orang yang terlibat dalam marah atau benci, supaya saat kembali lagisudah tak ada penghalang atau pembatas. Orang-orang seperti ini, tidak cukupdiajak atau dibujuk. Mereka harus diberi ketegasan langsung ke pokok masalahseperti Yesus, bahwa seperti ini sangat tidak layak untuk menatap dan berjumpadengan Tuhan. Pihak luar sama sekali bukan penghalang atau pembatas bagikita untuk menatap Tuhan dan berjumpa dengan-Nya. Misalnya Anda dilarang untuk berdoa atau menghadiri Misa, namun hati, pikiran dan kehendakmu tetap sajaberkontak dengan Tuhan tanpa diketahui oleh si penghalang itu. Jadi seruanuntuk menyingkirkan pembatas, terutama adalah untuk diri kita sendiri. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Tuhan Yesus Kristus,Engkau menyambut setiap orang tanpa batas apa pun. Jadikanlah hati kami sepertihati-Mu supaya kami tetap dekat dengan Dikau dan menerima sesama kami sepertiyang Engkau kehendaki dari kami. Salam Maria penuh rahmat ... Dalam nama Bapa ...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Rini dan Tirto dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Kisah Para Rasul 20: 17-27; Mazmur tg 68: 10-11.20-21; Yohanes 17: 1-11a.MEMELUKKEMULIAAN TUHAN Tema renungan kita pada hari ini ialah: Memeluk Kemuliaan Tuhan. Yesussudah menjelaskan sedemikian banyak tentang Roh Kudus yang mengajarkan segalasesuatu tentang Dia kepada kita, termasuk tentang salib dan penderitaan. Jikakita sebagai pengikut-Nya mencintai dan menyanggupi salib yang diberikan Tuhankepada kita, kita pasti sangat disayangi dan diberkati Roh Kudus. Buktinya, Paulus merasa bahwa penderitaan dan salib sudah menjadisantapannya tiap hari. Roh Kudus menguatkan dan menghibur dia untuk menerimanyadengan senang hati, dan ia nikmati itu sampai akhir. Untuk bertahan sampaiakhir dengan salib ini, Yesus jadikan itu sebagai tantangan terbesar bagi parapengikut-Nya. Ada orang yang siap untuk itu seperti Paulus, tapi jauh lebihbanyak yang belum atau bahkan tidak siap. Maka Ia mendoakan mereka supaya tidakusah kuatir tentang semua jenis penderitaan dan salib. Berbahagialah kita yangdidoakan oleh Tuhan Yesus Kristus! Doa dan janji-Nya akan Roh Kudus yang menolong kita memikul salib,bertujuan supaya kita senantiasa menyukai salib itu, memeluknya, lalumemikulnya. Sebelum memikul salib, kita harus memeluk dahulu. Itu artinya kitamau, suka dan menyanggupinya. Kalau memeluk sesuatu atau seseorang, itu berartikita sayang, juga kita berhati-hati menjaganya supaya tidak jatuh. Kitaberusaha supaya salib itu tidak jatuh dari kita bahkan bisa berpindah ke pihaklain. Ini berarti kita memeluk kemuliaan Tuhan. Salib merupakan kemenangan dankemuliaan bagi kita, yang dicapai dengan penaklukan atas kesalahan dan dosa.Memeluk kemuliaan Tuhan berarti apa? Pertama, karena Yesus sendiri menyatakankemuliaan itu kepada kita, khususnya saat Ia mendoakan kita. Kedua, Yesusmempersembahkan kelimpahan hidup tanpa batas dan ini menggambarkan sebuahkemuliaan Tuhan. Kemuliaan Tuhan itu menunjuk pada berlimpah-limpah kemurahandan kebaikan-Nya. Ketiga, dengan memeluk kemuliaan Tuhan melalui salib-Nya itu, kitadipastikan mengenal Tuhan secara pribadi. Pada prinsipnya, jika kita dapatmengenal seseorang akan situasinya yang paling memprihatinkan, di situ kitamengenalnya secara mendalam dan pribadi. Dengan salib Tuhan, kita dapatmengenal orang-orang yang menderita di sekitar kita secara pribadi. Keempat,kemuliaan Tuhan kita alami juga melalui persekutuan kasih yang bertahan sampaiakhir, persisnya ketika kasih itu diungkapkan dalam melayani orang-orang yangmenderita. Salib menandakan Yesus Kristus bersatu dengan nasib manusia yangberdosa dan menderita. Marilah kita menyiapkan hari raya Pentekosta denganmemeluk kemuliaan Tuhan. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan yang mahabaik, bantulah kami untukselalu mengutamakan kemuliaan-Mu di dalam semua usaha dan tugas kami. Semogakami setia memikil salib kami. Salam Maria...Dalam nama Bapa...
"Şəhər adamı"nda qonağımız olan vertebroloq, fizioterapevt Sevinc Məmmədova bizə onurğa problemlərinin sadə yolla həllərindən, bu sahədə olan təcrübəsindən, onurğa xəstəliklərinin növlərindən və s. danışdı.
Dear HR Diary - The Unfiltered Truth You Wish They Taught in Management School
Send us a textIn this episode I sit down with renowned organizational designer and author Jurriaan Kamer to explore the high-impact concept of psychological safety—a key ingredient for healthy teams and effective leadership that often gets lip service but little follow-through.Psychological safety isn't just a buzzword—it's the bedrock of trust, collaboration, and innovation. So why do so many workplaces struggle with it?Together, we get into the heart of what psychological safety really means, the barriers that block it, and the leadership behaviors that foster (or destroy) it. If you're leading a team, supporting people through change, or working to create a culture of openness and accountability—this episode is your playbook.
Në këtë episod të “Live From Tirana”, Edea Demaliaj dhe Ronaldo Sharka, na kanë folur për një temë shumë interesante, siç është teoria “Let Them”. Çfarë është motoja “lërini” dhe pse ka rëndësi për mënyrën tonë të menduarit dhe jetuarit?
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Tirto, Hendry, Rini dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Kisah Para Rasul 15: 1-2.22-29; Mazmur tg 67: 2-3.5.6.8; Wahyu 21: 10-14.22-23; Yohanes 14: 23-29.ROH KUDUS YANG KATOLIK Tema renungan kita pada hari Minggu Paskah ke-6 ini ialah: Roh Kudus YangKatolik. Kita perlu membuat sebuah klarifikasi atas istilah atau nama “Katolik”yang kita pakai di sini. Istilah “Katolik” di sini tidak untuk membandingkanagama Katolik-Roma dengan Paus sebagai kepalanya dengan denominasi Kristenlainnya dalam Reformasi Protestant. Istilah “Katolik” di sini menunjuk padasemua dan segenap orang Kristen yang percaya kepada Yesus Kristus. Jika Kristus sebagai alasan dasar kita semua sebagai “Katolik”, maka secaralogis Roh Kudus juga adalah Katolik, karena Yesus sendiri mengutus Roh-Nya itukepada kita. Zaman kehidupan di dunia ini setelah Kanaikan Tuhan ke Surgadisebut Zaman Roh Kudus. Pekerjaan Roh Kudus adalah kelanjutan pekerjaan YesusKristus, yang intinnya ialah membaharui seluruh muka bumi dan menjadikansemuanya sebagai ciptaan Tuhan yang beriman kepada Allah. Pertanyaannya ialah: bagaimana kita dapat memahami bahwa Roh Kudus membuatsegala sesuatu menjadi milik Allah, sehingga sungguh-sungguh Katolik? Untukmenjawab pertanyaan ini, kita perlu berangkat dari Injil pada hari ini, yangmengatakan bahwa Roh Kudus yang diutus oleh Yesus memiliki peran untukmengingatkan kita tentang segala sesuatu yang telah Yesus ajarkan dan katakan.Peran dan tugas untuk mengajarkan segala sesuatu itu merupakan unsur hakikisebuah universalitas atau kekatolikan. Roh Kudus bekerja total dan sampaimencapai hasil yang tuntas. Kepenuhan hidup kita menjadi buah pekerjaan RohKudus. Gereja perdana di Yerusalem dan sejumlah kota di sekitarnya menyadari bahwaatas bimbingan Roh Kudus, Gereja itu sungguh menjadi Katolik. Sifat Katolikyang universal itu menjadi pesan Konsili Yerusalem yang sangat penting, denganamanatnya ialah semua bangsa apa pun budaya dan latar belakangnya dapat menjadimurid-murid Tuhan dan masuk ke dalam Gereja. Kekatolikan mencakup semua orangdari segala kultur, suku, bahasa, ras, agama, tempat dan wilayah. Dalam waktuyang tidak lama, berkat kerja keras Paulus dan Barnabas serta sejumlah pemukaGereja terpilih, wajah Gereja Katolik menjadi nyata di dalam dunia dan hatisemua orang. Sebagai Roh ilahi atau Roh Allah sendiri, peran Roh Kudus adalahmenguduskan dunia ini dan seluruh isinya. Pengelihatan Yohanes di dalam wahyumenunjukkan bahwa kepenuhan rahmat Allah, atau kekudusan bagi semua, adalahseperti sebuah kota yang kudus, Yerusalem, diturunkan dari surga dan dandidirikan di atas bumi ini. Kita adalah orang-orang Katolik, maka kita perluselalu berada dalam terang Roh Kudus dan selalu memancarkan terang itu.Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Tuhan Yesus Kristus, semoga Roh-Mu selalumenjadi terang dan kekuatan untuk membaharui seluruh muka bumi, danmenjadikannya sebagai kota yang kudus bagi semua. Bapa kami yang ada di surga... Dalam nama Bapa ...
The Crew is joined by Musician RINI.
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Hendry, Tirto, Rini dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Kisah Para Rasul 14: 21b-27; Mazmur tg 145: 8-9.10-11.12-13ab; Wahyu 21: 1-5a; Yohanes 13: 31-33a.34-35.KARTU MURID YESUS Tema renungan kita pada hari Minggu Paskah ke-5 ini ialah: Kartu MuridYesus. Dunia kita saat ini, khususnya di bidang politik, ekonomi dan sosial,ditandai dengan penggunaan kartu-kartu. Kehidupan kita memfasilitasi hubunganantar manusia dan terlibatnya di antara mereka dalam kerja dan transaksibarang dan jasa, direpresentasi dengankartu. Fungsi utama kartu ialah merepresentasi identitas kita sehingga aksestentang diri kita menjadi lebih cepat dan terbuka. Melalui kartu tanda penduduk, akses kepada diri kita dapat memfasilitasisemua proses legal dalam hidup kita di dalam masyarakat. Dengan kartu siswaatau mahasiswa, segala urusan akademik terkait dengan pribadi siswa ataumahasiswa diurus dengan mudah. Dan masih banyak kartu lain yang dipakai terkaitdengan pelayanan pemerintah kepada rakyatnya atau lembaga-lembaga kepada paraanggota dan kliennya. Kartu menjadi tiket resmi bagi seseorang untuk masuk dankeluar berdasarkan aturan-aturan yang mengikat dirinya. Untuk menjadi murid-murid Yesus Kristus, Gereja memfasilitasi adanyalegalitas keanggotaan murid-murid Yesus sesuai dengan standar yangditetapkannya. Fungsinya ialah supaya segala urusan berkaitan dengan pelayananbaik rohani maupun jasmani oleh Gereja terhadap setiap anggotanya mengikutiaturannya. Kita menamakan kartu sebagai murid Tuhan Yesus Kristus sebagai suratpermandian, dan bersamanya banyak jenis surat atau sertifikat lainnya yangmenjadikan surat baptis sebagai rujukan utama. Sebenarnya, kartu murid Yesus dan semua sertifikat lain yang terkait itumerupakan elemen materi yang memiliki makna di baliknya, yang harus dipandangsebagai roh yang menjadikannya begitu penting bagi setiap orang. Roh atau intikartu murid Yesus ialah yang diungkapkan oleh Yesus sendiri di dalam Injil kitahari ini, yaitu seorang murid yang memiliki kasih. Jika setiap murid memilikikasih, maka yang terjadi di dalam hidup bersama ialah adanya saling mengasihi.Jadi Yesus sungguh berkata begini: “Orang-orang akan tahu bahwa kamu adalahmurid-murid-Ku yaitu jikalau kamu saling mengasih.” Kartu murid Yesus yang dimiliki oleh setiap pengikut Kristus diperkenalkandan dibagikan kepada orang-orang di seluruh pelosok bumi, antara lain dilakukanoleh Paulus dan Barnabas pada waktu Gereja Perdana mulai berkembang. Banyakwilayah yang mereka jangkau dan para penghuninya dijadikan anggota-anggotaGereja yang baru. Tugas seperti ini masih dijalankan oleh Gereja kita hinggasaat ini. Setiap orang yang sudah memiliki kartu murid Yesus, dan mereka yangakan menjadi murid-murid yang baru, diminta untuk tetap memiliki semangat cintakasih dan hidup bersama dengan saling mengasihi. Jika kita hidup di dalamsemangat cinta kasih, sesuatu yang baru selalu terciptakan.Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Tuhan, semoga semangat cinta kasih tetapmenjadi pegangan dan kekuatan hidup kami bersama. Salam Maria... Dalam namaBapa ...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Tirto, Hendry, Rini dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Kisah Para Rasul 13: 14.43-52; Mazmur tg 100: 2.3.5; Wahyu 7: 9.14b-17; Yohanes 10: 27-30.GEMBALA DAN DOMBA YANG BAIK Tema renungan kita pada hari Minggu Paskah ke-4 ini ialah: Gembala danDomba Yang Baik. Hari ini, menurut tradisi Gereja adalah hari Minggu Gembalayang Baik. Gereja merayakanan ini dengan kegiatan Minggu panggilan. Kita semuapaham bahwa para gembala dan pelayanan Gereja dan Masyarakat merupakan buahdari sebuah proses pembinaan orang-orang terpilih dan terpanggil. Mereka adalahpria dan wanita yang ingin menjawab panggilan Tuhan secara khusus yang disebutpanggilan imamat dan hidup membiara. Kata gembala dari bahasa Latin pastor, dan bahasa Inggris shepherd, menunjukpada diri Yesus Kristus, Gembala agung dan utama. Yesus mengatakan sendiritentang ini dalam Injil Yohanes pada hari ini. Ia lalu jadikan kita semuadomba-domba gembalaan-Nya. Bagi kita di dalam Gereja Katolik, misi YesusKristus sebagia gembala menjadi sebuah tugas partisipatif, yang berarti bahwamereka yang terpilih itu mengambil bagian dalam misi Yesus sendiri. Itulahmengapa kita memiliki Gereja dan ada perutusan yang diberikan Yesus dan Gereja. Partisipasi ini berwujud pada beberapa tingkat. Paus yang menggantikanposisi rasul Petrus, para Uskup yang menggantikan para rasul dapat kita katakanmereka adalah para gembala lingkaran pertama yang melanjutkan penggembalaanYesus Kristus. Sampai saat ini mereka menduduki tahta kepemimpinan GerejaUniversal dan Gereja Lokal. Jabatan yang menyusul ialah para imam yangberpartisipasi dalam tugas imamat Uskupnya. Ada imam diosesan yang bekerja dikeuskupan masing-masing dan imam tarekat yang bekerja melalui perutusan tarekatmasing-masing. Tingkat yang lebih luas ialah para biarawan dan biarawati, yang jugamemiliki perutusan dalam membesarkan Gereja, merawatnya dan sebagai saksi hidupKerajaan Allah. Dan yang lebih luas lagi ialah setiap orang pengikut Kristusyang memiliki tanggung jawab untuk berada bersama, menemani dan menjaga sesamadi sekitarnya. Setiap orang dibaptis untuk menjadi gembala bagi sesamanya yanglain. Ia harus berpartisipasi pada penggembalaan Kristus. Menurut inspirasi bacaan liturgi hari ini, perhatian gembala kepadadomba-dombanya dapat diringkaskan menjadi tiga. Pertama, gembala mengenaldomba-dombanya. Mengenal, mengetahui dan memahami merupakan bentuk-bentuk kasihsayang dan perhatian. Kedua, perhatiangembala yang lebih tinggi derajat dan kualitasnya ialah kalau ia berkorban demikebaikan dan keselamatan orang-orang yang disayanginya. Ketiga, gembala peduliakan kenyamanan dan keselamatan jiwa mereka yang ia perhatikan. Jadi, kitasebagai pengikut Kristus yang terpanggil dan terbentuk dalam seluruh perjalananiman di dunia ini adalah gembala. Kristus sendiri yang akan memampukan kitauntuk menjadi gembala.Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Allah dan Tuhan kami, jadikanlah kamidomba-domba yang benar dan baik di dalam Gereja-Mu. Bapa kami yang ada di surga... Dalam nama Bapa ...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Tirto, Rini, Hendry dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Kisah Para Rasul 5: 27b-32.40b-41; Mazmur tg 30: 2.4.5.6.11.12a.13b; Wahyu 5: 11-14; Yohanes 21: 1-14.BERJUMPA DENGAN TUHAN Renungan kita pada hari Minggu Paskah ke-3 ini bertema: Berjumpa DenganTuhan. Masa sesudah hari raya kebangkitan Tuhan atau Paskah disebut masa Paskah.Kita semua sedang berada di dalam masa ini. Semua yang terjadi di dalam masaini, seperti yang dikisahkan di dalam Kisah Para Rasul adalah serangkaianpertemuan Yesus yang bangkit dengan para rasul, murid-murid dan anggota-anggotaGereja Perdana. Kesaksian tentang Yesus yang bangkit datang dari pengungkapanlangsung tentang rangkaian pertemuan tersebut. Sebuah kebenaran membutuhkan fakta-fakta atau realita untuk mendukungnya.Di urutan pertama pembuktian fakta-fakta itu ialah kesaksian mereka yang secaralangsung mengalami melalui semua inderanya sebagai manusia yang memiliki akalbudi dan kepekaan. Kisah Para Rasul di dalam perjanjian baru mengisahkanpembuktian tersebut. Bila kesaksian para rasul dan murid-murid itu sangatdibantah dan berujung pada penganiayaan dari pihak Yahudi dan para pemimpinagama, penyebab utamanya ialah karena Yesus Kristus sendiri ditolak dan tidakbisa dijadikan Tuhan bagi mereka. Kesaksian para rasul adalah sebuah kesaksian kunci. Mereka melihat,mendengar, menyentu, dan berbicara secara langsung dengan Yesus yang bangkit. Pertama-tamamengalami itu sebagai pribadi-pribadi dan seterusnya sebagai satu komunitasjemaat Gereja Perdana. Yang kita dengar dari bacaan Injil hari ini sungguhmenggambarkan bagaimana pertemuan dan pengalaman dengan Yesus yang bangkitmencakup semua aspek jasmani dan rohani kehidupan Gereja. Tuhan menampakkandiri ketika umat-Nya sedang bekerja di tempat kerjanya masing-masing. Di dalampekerjaan itu, manusia diberikan jaminan akan penyertaan kuasa Allah, sehinggaia mampu mengatasi kesulitan dan kegagalan di dalam pekerjaannya. Perjumpaan dengan Tuhan juga terjadi melalui doa-doa dan ungkapan pujianserta syukur. Bagi Gereja kita, doa yang terbesar dan tertinggi tingkatnyaialah Ekaristi. Di dalam perayaan Ekaristi, Tuhan sendiri menyediakan santapandiri-Nya sendiri untuk kita pestakan dan nikmati bersama. Ekaristi jugamerupakan suatu tanda pelayanan, yang berawal di dalam Gereja melalui perayaansakramennya, dan akan menjadi utuh dan nyata ketika kita menghayatinya di luargedung gereja atau rumah ibadat. Oleh karena itu Ekaristi ini menjadi sebuahMisa, karena dengannya kita diutus untuk menjadi saksi-saksi Kristus ditengah-tengah dunia. Setiap dari kita, mulai dengan Bunda Maria dan para rasul sampai saat ini,perjumpaan dengan Tuhan perlu kita jadikan sebagai bukti kesaksian kita tentangTuhan. Biarpun di dalam keadaan yang sulit untuk memberikan kesaksian, bahkanbisa seperti pengalaman Yesus sendiri sebagai anak domba yang siap disembeli,kesaksian itu harus tetap ditunjukkan dan diungkapkan. Marilahkita berdoa. Dalam nama... Ya Tuhan, semoga perayaan pada hari Minggu iniadalah kesempatan istimewa perjumpaan kami sesungguhnya sebagai pribadi danpersekutuan jemaat dengan Dikau. Kemuliaan kepada Bapa dan Putra dan Roh Kudus... Dalam nama Bapa...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Rini, Tirto, Hendry dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Kisah Para Rasul 5: 12-16; Mazmur tg 118: 2-4.22-24.25-27a; Wahyu 1: 9-11a.12-13.17-19; Yohanes 20: 19-31ENERGI POSITIVE Tema renungan kita pada hari Minggu Paskah ke-2 ini ialah:Energi Positif. Di dalam rumah sering terjadi keributan antara suami dan istri.Entah masalah kecil yang sudah biasa atau yang baru terjadi, suaramasing-masingnya langsung meninggi dan kata-kata kasar meluncur begitukencangnya. Sering benda-benda melayang sampai mengenai tubuh, bahkan kekerasanfisik terjadi dengan tanpa halangan apapun. Singkatnya, yang sering keluar dari masing-masingnya ialahenergi negatif. Jarang sekali terjadi misalnya yang satu negatif dan yanglainnya positif. Yang satu keluar sebagai api sedangkan yang lain sebagai air.Apalagi misalnya mereka masing-masing seperti bunga dan kupu-kupu, hampir tidakpernah terjadi. Suasana kehidupan yang serba negatif dan sulit ini merupakancontoh dari banyak situasi kehidupan di antara kita. Kebebasan berkomunikasidan penggunaan media sosial saat ini, sering memperlihatkan adanya penyebaranenergi-energi negatif yang meresahkan hidup bersama di dalam rumah, masyarakatdan Gereja. Yesus yang bangkit menjalankan perutusan dari Bapa yangbertujuan untuk menghadirkan energi positif, yang menurut kitab suci dankeyakinan kita disebut Roh Kudus. Tuhan Allah tidak tega membiarkan konflik dankekacauan berlanjut terus-menerus yang disebabkan oleh energi-energi negatifantar-pribadi manusia yang saling menyerang, tanpa campur tangan-Nya. Kitaharus dapat mengamini bahwa justru karena keadaan kita yang penuh konflik danmasalah, maka Tuhan campur tangan. Sebaliknya jika keadaan kita aman, nyaman,damai dan bahagia, mustahil Tuhan harus berkorban dan mau menyelamatkan kita. Tuhan Yesus berkuasa untuk menutupi semua kesedihan,kerapuhan, dan kedosaan kita dengan energi dari Roh Kudus: “Damai sejahterabagi kamu!”. Ia mengatasi ketakutan dan kebingungan kita dengan energiperutusan: “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutuskamu.” Ia memenuhi pengetahuan dan kebijaksanaan kita dengan energi Roh Kudus:“Terimalah Roh Kudus.”. Ia melengkapi setiap dari kita dengan energi kerahimanilahi supaya dunia ini dibaharui: “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanyadiampuni, dan yang tidak diampuni maka dosanya tidak diampuni”. Satu contoh konkret yang menerima energi positif dan muliadari Tuhan ialah rasul Thomas. Contoh lain ialah orang-orang sakit di Yerusalemyang disembuhkan oleh para rasul. Begitu energi Roh Kudus masuk ke dalam dirimereka, hasil yang paling kentara ialah hidup mereka menjadi baru. Hidupnyayang lama ditinggalkan. Energi terbaru ini diungkapkan dengan sangat gamblangoleh Tuhan kepada rasul Yohanes: “Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidupsampai selama-lamanya. Energi baru kita ialah Roh Yesus Kristus yang bangkit. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Yesus, jadikanlahdiri kami pembawa suka cita Paskah sebagai Injil yang hidup kepada sasama kami.Bapa kami yang ada di surga ... Dalam nama Bapa ...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Hendry, Rini, Tirto dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Kisah Para Rasul 10: 34a.37-43; Mazmur tg 118: 1-2.16ab-17.22-23; Kolose 3: 1-4; Yohanes 20: 1-9KITA BERSORAK: ALLELUIA Renungan kita pada hari Minggu, Hari Raya Paskah iniialah: Kita Bersorak: Alleluia. Seorang bocah laki-laki yang masih sekolah diTaman Kanak-Kanak, ikut menyaksikan tablo Jalan Salib di gereja bersamakeluarganya. Ia ditemani kedua orang tuanya dan kakaknya perempuan. Kakek danneneknya juga ikut, sehingga mereka sebagai keluarga yang lengkap menghadiriibadat Jumat Agung pagi itu. Yang sungguh membuat lengkap ialah kakak sulungbocah itu, berusia 17 tahun dan siswa SMA kelas 3, yang berperan sebagai YesusKristus di dalam tablo itu. Bocah itu mulai menangis ketika melihat kakaknya disiksa,dipukul, diinjak, memikul salib kayu hitam dan dipaksa untuk berjalan.Tangisannya semakin keras pada saat Yesus dilucuti seluruh pakaiannya, kemudiandipakukan tubuhnya pada salib besar dan kokoh. Seterusnya, ketika salib ituditegakkan dan tubuh Yesus bergantung padanya, bocah itu menutup wajahnyasambil menangis sejadi-jadinya. Ia membenamkan diri dalam pelukan ibundanya,sambil bapaknya terus-menerus mengusap kepalanya untuk menenangkan dia. Begitu tablo Jalan Salib itu selesai, kakak sulungnya yangmemerankan Yesus bertemu dengan keluarga. Si bocah dipeluk dan digendong sangkakak. Ia sudah bangkit dan gembira, melebih semua rasa gembiranya selama ini,karena ia berjumpa dengan kakaknya dalam keadaan yang normal, segar, dan ceria.Seluruh keluarga juga ikut bergembira. Tangisan dan kesedihan bocah itu cukupmenjadi contoh konkret bagi kita semua yang mengikuti semua proses peristiwaYesus, sejak dari ruang atas tempat perjamuan malam terakhir sampaipemakamannya. Tahap pertama ini adalah penderitaan dan kematian. Tahap kedua yang menyusul ialah kepenuhan kehendak Allah,karena penderitaan dan kematian itu berubah menjadi suka cita dan kehidupan.Suasana dan pengalaman yang menyelimuti seluruh kehidupan lahir-batin kita yangmenjadi buah perubahan ini ialah sorak-sorai di seluruh alam semesta: Alleluia.Kehidupan dan keselamatan untuk memiliki karunia kehidupan abadi menjadi milikkita. Pengalaman Yesus adalah sebuah kenyataan, yang telah dipersiapkan olehTuhan melalui: penciptaan manusia, kejatuhan di dalam dosa, keluarnya bangsaterpilih dari Mesir, pewartaan para nabi, dan sampai puncaknya pada peristiwakedatangan Yesus orang Nazareth. Seluruh pengalaman itu, sepatutnya menjadi model bagiperjalanan hidup setiap pribadi kita dan komunitas orang beriman, maka poladasar yang kita ikuti sangat perlu berbentuk “dari taman Getzemani ke Golgota”kemudian memuncak pada kebangkitan. Dengan kata lain, kita akan mencapaikebahagian dan kemuliaan hanya dengan melalui perjuangan, penderitaan dankematian. Tidak ada kemuliaan tanpa penderitaan. Tidak ada kehidupan tanpakematian. Spiritualitas salib dan kebangkitan ini perlu menjadi pedoman hidupkita semua.Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Tuhan Yesus,terima kasih atas penderitaan dan kebangkitan-Mu yang menyelamatkan kami. SalamMaria penuh rahmat ... Dalam nama Bapa ...
Hello, fellow listeners and readers! In this intriguing episode of The Brand Called You (TBCY) podcast, our host Stephen Ibaraki sits down with Rini Greenfield, the founding managing partner of Rethink Food, to delve into her fascinating journey and her efforts in revolutionizing the food sector.Let's break down the key moments and insights shared during this engaging conversation. Here are the significant timestamps alongside the key topics discussed:
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Hendry, Rini, Tirto dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Yesaya 50: 4-7; Mazmur tg 22: 8-9.17-18a.19-20.23-24; Filipi 2: 6-11; Lukas 19: 28-40.PENYAMBUTAN Tema renungan kita pada hari Minggu Palma atau MingguSengsara ini ialah Penyambutan. Pada waktu melakukan ibadat pemberkatan rumah,sampai pada bagian pintu depan atau gerbang, seorang Pastor terdengarmengucapkan doa berikut ini: “Semoga dalam kuasa Allah dan melalui manfaatpintu ini, kebaikan dan kebenaran disambut ke dalam rumah sedangkan kesalahandan kejahatan dikeluarkan.” Ucapan doa dan gerakan tanda salib serta siramanair suci atas gerbang itu selalu disaksikan langsung oleh anggota keluarga bersangkutan. Setiap tempat kita berada dan berkegiatan berfungsimenyambut dan melepaskan. Hati, pikiran dan diri kita menyambut informasi ataupengetahuan, tetapi juga mengeluarkan apa saja yang sepatutnya keluar. Rumahdan kota juga melakukan yang sama, menyambut dan melepaskan. Intinya ialahbahwa sistem alam dan pemahaman normal menjelaskan bahwa tindakan penyambutanmengandaikan adanya pengluaran. Supaya ada yang masuk, di dalamnya mesti keluarlebih dahulu agar ada tempat bagi yang masuk. Hidup kita di dalam masa PraPaskah ini diwarnai oleh perbuatanpenyambutan rahmat Tuhan yang mengalir tanpa henti, untuk membuat diri kitalayak berjalan beriringan dengan Tuhan Yesus Kristus. Tetapi tindakan untukpelepasan atau pengluaran segala rintangan yang ada di dalam diri kita jugasangat perlu kita lakukan. Aneka disiplin berupa doa yang semakin tekun,bermatiraga melalui puasa dan pantang, dan amal kasih sangat efektif untukmemperlancar gerakan pelepasan dan penyambutan tersebut. Gerbang Yerusalem dan perayaan Minggu Palma ini terbukabagi kita untuk menyambut Yesus Mesias, Raja dari segala raja, Sang JuruSelamat dunia. Yang harus dikeluarkan pertama-tama ialah cara paham yang salahtentang Raja Kristus. Ia tidak boleh dianggap sebagai raja atau pimpinan perangyang ada di dunia. Ia harus disambut sebagai raja damai, suka cita, dankeselamatan. Kita juga perlu mengeluarkan pandangan yang bodoh bahwa sebagaiTuhan Ia tidak boleh menderita dan mati secara keji. Sebaliknya kita harus menyambutDia sebagai Tuhan yang berkorban nyawa bagi setiap pribadi kita. Kita harus menyambut Dia sebagai manusia yang tidak pernahmenolak dan berontak balik, ketika martabatnya diinjak-injak dengan berbagaifitnahan keji dan kekerasan fisik. Maka kita perlu mengeluarkan anggapan bahwaYesus Kristus harusnya melarikan diri untuk menghindari bahaya dari paramusuh-Nya. Kita sepatutnya menyambut Dia sebagai Tuhan yang merendahkandiri-Nya, tetapi pada akhirnya akan ditinggikan oleh Bapa di surga. Oleh karenaitu kita perlu mengeluarkan segala bentuk egoisme dan kesombongan yang selalumenjadi hambatan bagi kita untuk sesungguhnya mengikuti jejak Kristus.Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Yesus Sang Raja,kuatkanlah iman kami untuk selalu mengakui-Mu sebagai Raja yang sejati,sehingga hidup kami selalu bertujuan untuk melakukan kehendak Bapa. Kemuliaankepada Bapa dan Putra dan Roh Kudus ... Dalam nama Bapa ...
现在应该有许多地方都进入了雨季,雨天渐渐多了起来。其实我特别喜欢雨天,当天开始变得灰蒙蒙,雨滴轻轻敲打窗户,街道在雨幕中变得模糊的时候,如果我在室内,我的内心会有非常多的安全感。而此刻,我就会变得不想说话不想思考,只想要有一段不被打扰的空白,听着雨声还有音乐,安静地待一会,这是能让我感受到特别治愈的一件事。今天为了这个场景而准备的歌单,不会有激烈的节奏,只会有像毛毯般能包裹我们情绪的旋律。我推荐你可以窝在沙发的角落,或者靠在窗边发呆,甚至关了灯躺在床上,来听这期节目。希望这期节目能让雨声掩盖城市和内心的喧嚣,让音乐填补安静的缝隙,接住我们的情绪,成为一片充满治愈感的温柔的庇护所。
The phase 3 LITESPARK-005 trial evaluated patient-reported outcomes (PROs) for belzutifan, a HIF-2α inhibitor, versus everolimus in patients with advanced renal cell carcinoma previously treated with immune checkpoint and anti-angiogenic therapy.
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Rini, Hendry, Tirto dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Yosua 5: 9a.10-12; Mazmur tg 34: 2-3.4-5.6-7; 2 Korintus 5: 17-21; Lukas 15: 1-3.11-32KEMBALI Tema renungan kita pada hari minggu ke-4 Pra-Paskah iniialah: Kembali. Kita merenungkan “kembali”nya kita di sini untuk mengingatkankita bahwa hari raya Paskah semakin mendekat. Kita semakin merasakan kemeriahandan kehangatan Pesta Raya kita semua. Jadi “kembali”nya kita bukan untuk suatukemunduran, kegagalan, dan kepada masa lalu dalam kedosaan. Karena satu dan lain faktor, kita sebagai manusiaterlanjur jatuh dan menjadi jauh dari Tuhan. Dalam pemahaman rohani, dosa,keterasingan dan kesesatan telah membuat kita menjadi jauh. Maka panggilanuntuk kembali kepada yang benar, jalan Tuhan, dan naungan kasih-Nya menjadi halyang sangat penting di dalam iman kita. Masa ini adalah kesempatan kitadipanggil untuk kembali. Tuhan adalah pemanggil utama supaya kita kembali dari dosadan keterasingan hidup kita. Ia tidak tega dengan Adam dan Hawa, Daud, Petrus,Saulus, Maria Magdalena dan setiap dari kita yang terbelenggu dengan deritakarena dosa-dosa yang mendera. Ia menantikan kita di gereja, melalui sakramendan firman yang diwartakan, di dalam dovosi-devosi, dan melalui pelayanankasih, supaya kita kembali kepada-Nya. Mendengarkan panggilan-Nya itu, berartimembawa kita untuk diterima, diampuni, dan diakui kembali sebagai putra-putri-Nyaterkasih. Orang-orang yang bertanggung jawab atas kita, jugamemanggil kita. Mereka adalah orang tua, pembina, pendidik, pemimpin, atausaudara kita. Yosua adalah pemimpin dan saudara yang memanggil sesamanya untukdatang kepada janji Tuhan yang terpenuhi. Orang tua memanggil kita untukkembali mengabdi dan melayani mereka dan tanah air, tumpah darah kita. Parapemimpin Gereja dan negara memanggil supaya kita kembali ambil bagian dalam kegiatanmenggereja dan bernegara yang konstruktif dan transformatif. Dan berbagaipanggilan lain yang banyak, ingin supaya kita kembali kepada hidup yang layakdan benar. Giliran berikutnya yang ikut memanggil ialah diri kitasendiri. Panggilan nurani kita sendiri sangatlah penting. Ketika menyadaribahwa diri kita sudah terlanjur ke dalam hal-hal yang tidak penting,superfisial, atau kenikmatan semata, sebaiknya kita mendengarkan panggilannurani kita. Ia pasti mengatakan hal yang sebaliknya, yaitu memanggil kitakepada yang indah, baik dan benar. Ketiga sumber kekuatan yang memanggil kita: Tuhan,orang-orang yang bertanggung jawab kepada kita, dan nurani kita sendiri adalahkekuatan besar yang menarik kita, sehingga kita tidak bisa mengelak, selainmenuruti untuk kembali pada saat dan di waktu yang sesungguhnya. Hari iniadalah saat yang tepat bagi kita untuk kembali. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Bapa, semogadengan ibadat hari Minggu ini, kami dikuatkan untuk kembali kepada-Mu dengangembira. Kami ingin menjadi putra dan putri-Mu seperti sedia kala. SalamMaria... Dalam nama Bapa ...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Tirto, Hendry, Rini dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Kejadian 15: 5-12.17-18; Mazmur tg 27: 1.7-8.9abc.13-14; Filipi 3: 17 - 4: 1; Lukas 9: 28b-36PENAMPAKAN BARU Tema renungan kita pada hari Minggu Kedua PraPaskah iniialah: Penampakan Baru. Di dalam era komunikasi yang sangat mengutamakanvisualisasi dan kesan orang terhadapnya, sebuah penampakan baru merupakankeharusan. Siapa pun di jaman ini yang tidak terjamah oleh yang baru atau yangter-updated, ia otomatis ketinggalan. Program-program aplikasi di hp dankomputer yang Anda miliki, jika tidak membaharui diri untuk mendapatkan produkyang baru, program itu tidak akan berfungsi lagi dan sangat mengganggupekerjaanmu. Profil akun pribadi di media sosial sangat perlu dibaharuipenampakannya. Halamannya juga berubah penampilan tiap hari supaya lebihmenarik. Setiap perubahan mendefinisikan eksistensi yang bersangkutan danmendapatkan pengakuan dari orang lain. Di dunia periklanan, penampakan baruuntuk memperkenalkan produk hukumnya adalah wajib. Di dalam dunia politik,penampilan baru generasi terkini akan mempengaruhi wajah politik seluruhnya. Singkatnya, kebutuhan sebuah penampakan baru terkaitdengan keberadaan, kegiatan dan mentalitas kehidupan merupakan kebutuhan dasardalam era komunikasi saat ini. Ciri spesifik semua penampakan baru ini adalahbahwa perubahan terus terjadi. Ia seperti air mengalir dan tidak bisa sebagaiair yang sama. Kebutuhan dan keinginan kita memang tak terhentikan. SantoAgustinus berkata bahwa keinginan hati kita hanya dapat berhenti ketika iasampai kepada Tuhan. Penampakan Tuhan di Tabor sungguh memberikan kita keyakinanbahwa itu adalah perhentian perjalanan dari segala keinginan kita. Penampakanitu menggambarkan kemuliaan kekal, yang menjadi tujuan setiap orang beriman dansemua yang dikasihi Tuhan. Sejalan dengan penampakan baru dunia ini yang menjadikebutuhan dasar kita, sangat dituntut pula penampakan baru dalam jiwa dan imankita. Bersama penampakan di Tabor, menerima pengajaran Santo Paulus tentangperubahan tubuh kita yang fana menjadi tubuh yang mulia di dalam Yesus Kristus,dan mengimani perjanjian kekal Tuhan Allah dengan kita manusia, kiranya kitamengusahakan penampakan-penampakan baru bangunan rohani diri kita di dalam masaPra-Paskah ini. Perubahan penampilan rohani kita hendaknya bertambah dalamkelipatan. Tujuannya supaya semakin berjalannya waktu untuk menuju ke akhirhidup ini, kita semakin dekat dengan pencapaian yang mulia tersebut. Pada hariini, jika Anda berdoa pribadi selama 15 menit, besok waktunya ditambah lebihlama dan intensinya ditambah lebih banyak. Berpuasa, bermatiraga dan beramalkasih juga perlu penampakan baru. Begitulah kelipatan kehidupan rohani kita.Maka terjadilah penampakan-penampakan baru di dalam kehidupan iman kita. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Allah, semogaRoh-Mu menggerakkan kami untuk membuat pembaharuan rohani yang sesungguhnya.Salam Maria penuh rahmat ... Dalam nama Bapa ...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Tirto, Rini, Hendry dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indoensia. Ulangan 26: 4-10; Mazmur tg 91: 1-2.10-11.12-13.14-15; Roma 10: 8-13; Lukas 4: 1-13PENGAKUAN IMAN Tema renungan kita pada hari Minggu pertama Pra Paskah iniialah: Pengakuan Iman. Apa maksudnya kita merayakan hari Minggu PertamaPra-Paskah dengan memberikan perhatian renungan kepada pengakuan iman? Bukankahpengakuan iman yang terungkap dalam doa “Aku Percaya” selalu kita ucapkan? Kitasebenarnya diarahkan untuk kembali kepada suasana tertantang, terjebak,tergoda, terancam, dan terdakwa sebagai pendosa. Seperti apa sebenarnya suasana tersebut? Tantangan danjebakan yang kita hadapi ialah membuktikan bahwa kita sebagai orang-orangterpilih dan dikuduskan. Jangan-jangan ini hanyalah teori belaka atau konsepmati yang tidak diwujudkan di dalam kenyataan. Maka kita menghadapi tantanganuntuk menunjukkan bahwa kita memang benar terpilih. Jebakan apa pun bentuknya,pasti berwujud pada keadaan atau pengalaman berupa kesulitan tertentu yangmembuat seseorang merasa ragu dengan imannya. Sama halnya dengan seseorang yang dalam keadaan terancamdan tertuduh sebagai pendosa. Misalnya ia seorang Katolik yang taat. Dia dankeluarganya dipaksa untuk melepaskan imannya, dengan pilihan meninggalkan imanKatolik berarti dibebaskan, tetapi kalau mempertahankan imannya berartidihabisi. Ada kemungkinan dia dan keluarganya memilih dibebaskan dari ancamanitu, dengan resiko harus meninggalkan iman Katolik. Suasana seperti ini ataulainnya yang semacam merupakan pengalaman real di mana-mana di dunia ini. Banyak sekali peristiwa di dunia ini yang menempatkan kitadalam pilihan apakah tetap mengikuti kehendak Tuhan dalam kebenaran dankebaikan, atau mengikuti godaan dan jebakan Setan hanya demi suatu kenyamanandan kenikmatan dunia ini. Di sinilah pesan firman Tuhan tentang pengakuan imanyang terus menerus dan semakin tegas dituntut dari kita. Khususnya, kepadasiapa pun yang saat ini menyadari dirinya berada di dalam suasana ini, atauyang berpeluang menghadapi semua jenis situasi yang sulit itu, nasihatnya ialahpakailah pengakuan imanmu sebagai senjata yang dapat diandalkan. Kita diajarkan pada hari ini bahwa pengakuan iman adalahseperti yang dilakukan oleh Musa dan bangsa Israel, yaitu menguatkan identitassebagai umat terpilih dan pengakuan imannya akan Tuhan sebagai penyelamat.Santo Paulus menegaskan identitas Kristen karena pengakuan imannya kepada YesusKristus, satu-satunya jalan keselamatan. Setiap jenis arah hidup, budaya, latarbelakang, ideologi dan pengetahuan, mengakui hanya satu Tuhan Yesus Kristus.Bahkan pribadi Yesus Kristus sendiri berhadapan dengan Setan yang menggodanyadengan begitu kuat dan menarik, pendirian Yesus tidak pernah goyah. Ia tetapsebagai Putra Allah, yang selamanya bersama Bapa di surga.Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Tuhan Yesus,bantulah kami untuk tetap kuat dan utuh di dalam iman kami kepada Allah. Bapakami... Dalam nama Bapa ...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Rini, Hendry, Tirto dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Sirakh 27: 4-7; Mazmur tg 92: 2-3.13-14.15-16; 1 Korintus 15: 54-58; Lukas 6: 39-45KARUNIA UNTUK BERBICARA Tema renungan kita pada hari Minggu Biasa ke-8 ini ialah:Karunia Untuk Berbicara. Kemampuan berbicara adalah hekekatnya Tuhan Allah.Tindakan-Nya dalam menciptakan adalah melalui berbicara. Kemudian dalamberkomunikasi dengan manusia, Tuhan Allah berbicara. Singkatnya, Iamengungkapkan diri-Nya kepada manusia melalui firman-Nya dan supaya didengardan dipahami, Ia berbicara. Dalam gambar dan rupa Allah, kita diberikan kemampuanuntuk berbicara. Ini adalah salah satu karunia dasar yang mencirikan manusiayang pada prinsipnya berbeda dari makluk hidup lainnya. Manusia berbicaradengan menggunakan bahasa yang ia tahu dan pakai dalam hidup sosialnya. Pada hari ini bacaan-bacaan suci mengajak kita untukmerenungkan tentang kemampuan kita berbicara yang dikehendaki Tuhan. Tuhan mausupaya kita berbicara seperti diri-Nya dalam menciptakan, mengasihi,menyampaikan kebenaran, dan mengucapkan syukur. Ini adalah perbuatan-perbuatanberbicara yang dapat kita kategorikan dalam suasana damai dan tenang. Selain itu, di dalam suasana krisis, konflik, dan sakit,kemampuan kita berbicara juga harus sama dengan yang Tuhan perbuat. Ia adalahpengasih, pengampun, penyembuh, dan penyelamat. Kita hendaknya mengungkapkanmaaf, mengakui kesalahan, menghibur yang menderita, mengajak dialog, mengoreksidengan baik, memberikan solusi, dan berdiam atau hening. Tidak berbicara namundiungkapkan dalam gerak dan simbol, juga sangatlah penting. Karena begitu pentingnya kita berbicara, yaitumenyampaikan kehendak dan perintah Tuhan baik dalam suasana damai maupunkrisis, kita perlu memperhatikan batasan-batasannya yang disampaikanbacaan-bacaan pada hari ini. Kitab Putera Sirakh mengingatkan kita untukmenghindari dosa yang keluar dari mulut pada waktu berbicara, karena hal itulangsung dari hati dan pikiran. Sebaiknya sebelum berbicara, mantapkanlah duluisi hati dan pikiran. Sebab jika faktor itu diabaikan, akibatnya selalu buruk.Menyesal kemudian tidak berguna. Komunikasi kita dengan sesama berawal dari hati danpikiran. Komunikasi itu adalah buah-buah yang mengungkapkan siapa sebenarnyadiri kita. Ini adalah pesan Injil Lukas kepada kita, yang intinya ialah supayakita tidak menjadi munafik: antara hati/pikiran dan perkataan tidak sejalan.Yang berbahaya ialah pembicaraan manis dan menarik, tetapi pikiran dan hatisedang marah. Pada waktunya nanti, perang akan meledak. Maka firman Tuhanmelalui santo Paulus ingin menyadarkan kita untuk tidak diperbudak oleh budayakematian ini. Kita harus teguh dalam pekerjaan Tuhan untuk mewartakan yangbenar dan baik. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Yesus, bantulahkami untuk selalu berbicara tentang suka cita Injil, yaitu kebenaran dankebaikan. Semoga kami selalu berbicara di dalam nama-Mu yang kudus. Kemuliaankepada Bapa ... Dalam nama Bapa...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Hendry, Rini, Tirto dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. 1 Samuel 26: 2.7-9.12-13.22-23; Mazmur tg 103: 1-2.3-4.8.10.12-13; 1 Korintus 15: 45-49; Lukas 6: 27-38CINTA GANTI BENCI Tema renungan kita pada hari Minggu Biasa ke-7 ini ialah: Cinta GantiBenci. Kita sudah biasa tahu atau sering diberitahu, berdasarkan kitab suci, tentanghukum “mata ganti mata”. Hukum ini mirip dengan karma atau yang juga dinamakantabur tuai. Hukum rimba juga bisa dikategorikan dalam pemahaman ini, karena disini sangat mengandalkan yang kuat mengalahkan yang lemah. Jadi upaya mainkuasa, kekuatan, nafsu jahat dan mematikan pihak lain, menghadirkan wajahkebencian sebagai representasi sifat manusia yang destruktif. Sikap benci terungkap dalam suatu tendesi umum yaitu menghancurkan,melumpuhkan dan meniadakan pihak lawan atau musuh. Pihak-pihak yang bermusuhantidak mungkin menyimpan rasa cinta, hormat, dan dukungan terhadap lawannya.Yang ada ialah kumpulan benci, marah, dan penghinaan kepada lawannya. Tujuanperjuangannya ialah menghabiskan musuh tersebut, karena dianggap sebagaipenghalang dan kompetitor bagi pencapaian tujuan dan keinginannya. Makamenghancurkan lawan adalah tugas yang dipentingkan. Naluri tidak suka dan tidak senang kepada pihak lain adalah bagian darikodrat manusia. Apa yang kodrati ini jika tidak dikelola dan ditaruh di dalamkeutamaan penguasaan diri, ia akan berkembang menjadi sebuah sifat benci.Setiap orang, hal atau suasana yang berbeda dan berlawanan dengan diriseseorang yang bersifat demikian, pasti dianggap sebagai musuh yang harusdimatikan dan dikalahkan. Kitab suci memberikan kita banyak contoh tentangkebencian terhadap pihak lain, dan upaya membinasakan mereka. Salah satunya ialah kisah tentang raja Saul yang membenci Daud dan inginsekali menghabiskannya. Kisah seperti ini dapat kita temukan sepanjang waktukehidupan ini, termasuk saat ini di tengah kehidupan kita. Santo Paulusmenasihatkan kita, supaya kedagingan kita harus dikuasai kerohanian. Janganselalu membiarkan nafsu kedagingan dan jasmani itu teramat kuat berkuasa, yangberakibat pada perlakukan terhadap sesama atau saudara hanya sebagai objek danmusuh. Jika Roh Kudus yang menguasai diri kita maka sesama dan saudara akandihargai dengan sesungguhnya. Penghargaan harus berpatokan pada rumusan cinta menggantikan benci. Jikarumusannya ialah benci menggantikan cinta atau benci berbalas benci, tujuankita untuk sampai kepada Tuhan segala cinta tidak akan tercapai. Kita tidakmungkin menjadi sempurna seperti Bapa yang sempurna adanya. Kita tentu hanyamenemukan kehancuran dan kebinasahan. Maka Tuhan Yesus melalui Injil pada hariini mengajarkan kita satu sisi kekuatan dari cinta-Nya, yaitu mengasihi danmendoakan para musuh atau orang-orang yang melawan kita. Kitab pertama Samueljuga memberikan kita contoh bagaimana Daud berbaik hati kepada Saul. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Allah, penuhilah kami dengan cinta-Musupaya kami mampu mengampuni seperti diri-Mu. Kemuliaan... Dalam nama Bapa...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Tirto, Rini, Hendry dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Yeremia 17: 5-8; Mazmur tg 1: 1-2.3.4.6; 1 Korintus 15: 12.16-20; Lukas 6: 17.20-26JALAN KEBAHAGIAAN Renungan kita pada hari Minggu Biasa ke-6 ini bertema:Jalan Kebahagiaan. Di dalam dunia kita ini promosi untuk menjadi bahagiasangatlah banyak. Sebuah toko di transmart mempromosi barang dagangan seperties krim dalam aneka sajian, kemudian tulisan iklan berukuran besar dan menonjol adalah: “Bawa PulangKebahagiaan”. Penjualan apartemen juga memiliki cara jitu untuk menarikpeminat, maka iklan mereka berbunyi: “Beli Apartemen Dapat Suami” atau “Beli ApartmenDapat Isteri”. Tiap saat kita temukan iklan yang menawarkan kebahagiaanmelalui media digital, cetak, billboard, audio, televisi dan melalui mediasosial. Segmen masyarakat yang memikili kebutuhan atau keinginan yang dapatdijawab oleh tawaran iklan itu, diarahkan untuk memenuhinya. Jika dapatmemenuhinya, hidupnya menjadi nyaman. Kenikmatan dimiliki dan semangat hidupmeningkat. Kehidupan yang mencapai tahap seperti ini wajar sekali dipandangsebagai kebahagiaan. Orang-orang kebanyakan ketika mendapatkan kesenangan, rasaenak akan makanan, kepuasan hati di tengah teman-teman, tujuan tercapai setelahperjuangan besar dan panjang, mereka merasa bahagia. Setiap orang menemukanjalan-jalan kebahagiaannya. Semua jalanitu bisa saja berwujud cara-cara yang positif dan sehat atau cara-cara negatifdan tidak sehat. Hal itu sangat bergantung pada pilihan, kehendak bebas, dankedewasaan setiap orang. Kita sangat pahami bahwa kebutuhan di dunia ini tidakterbatas. Satu pencapaian yang dipenuhi tidak menjamin rasa bahagia sepanjangmasa. Ada kebutuhan lain lagi datang, dan orang berusaha mewujudkannya, dantetap berlanjut seperti itu. Jadi banyak jalan untuk kebahagiaan tersebutmembuka peluang untuk penggunaan cara-cara yang bebas sesuai dengan keinginandunia ini, dan kebahagiaan yang dihasilkan tidak bertahan selamanya. Dengankata lain, jalan kebahagiaan adalah kebebasan dan kebahagiannya sementara. Ada satu jalan kebahagiaan yang pasti dan yang memberikankebahagiaan untuk selamanya, ialah jalan kebagiaan dalam spiritualitaspenyangkalan diri. Misalnya, orang perlu memiliki semangat kemiskinan akanharta duniawi, supaya hatinya menyediakan ruang yang cukup bagi Tuhan. Rasabahagia dari sikap ini akan bertahan, bahkan dapat menjadi kekuatan dalambekerja dan melayani. Segala keterbatasan dan kesulitan perlu kita hadapidengan kekuatan dari Tuhan, karena Dialah yang mencukupi semuanya. Hidup denganspiritualitas ini adalah menjalankan semangat kebangkitan, sebagai antisipasiuntuk kebahagiaan abadi yang sudah disediakan oleh Tuhan bagi kita semua.Marilah kita berdoa. Dalam nama ... Ya Tuhan, perkuatkanlahiman dan semangat kami sehingga kami sungguh mengandalkan Engkau saja dalamhidup kami, terutama dalam mencapai kebahagiaan . Salam Maria...Dalm nama Bapa ...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Rini, Hendry, Tirto dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Yesaya 6: 1-2a.3-8; Mazmur tg 138: 1-2a.2bc-3.4-5.7c-8; 1 Korintus 15: 1-11; Lukas 5: 1-11NOTHING TO LOSE Tema renungan kita pada hari Minggu Biasa ke-5 ini ialah:Nothing To Lose. Di dalam perlombaan atau kompetisi apa pun, prinsipnothingto lose atau berjuang dan berlomba tanpa beban apa pun, membuat orang-orangyang berpartisipasi hanya fokus pada perlombaan itu. Dalam menghadapi ujian disekolah atau tes menjadi pegawai di kantor, semangatnothing to losemembuat seseorang tidak berambisi dan tetap tulus dengan kemampuannya yangsebenarnya. Ketika seorang menjalankan sebuah pekerjaan yang diberikandan ada target pencapaian yang diproyeksikan, sikap mentalnothing to losemembuat dia bekerja sesuai detail standar operasionalnya dan ia sangat percayadiri. Seorang yang berjuang mempertahankan harga dirinya karena telah difitnahdan direndahkan, keyakinannothing to lose mendorongnya untuk menempuhjalan hukum yang seadil-adilnya. Atau berdasar pada keyakinan itu ia relamenyelesaikannya secara kekeluargaan dan bijaksana, dengan tanpa ada beban kemarahanatau kebencian apa pun. Singkatnya, prinsipnothing to lose berperan untukmembuat seseorang berbuat sesuatu dengan benar, lancar, tulus, fokus, serius,tanpa beban dan jelas targetnya. Kita belajar dari bacaan-bacaan pada hari initentang sikap mental tersebut. Prinsipnya ialah kita berangkat dari ketulusandan totalitas sikap Tuhan yang memilih untuk datang ke dalam dunia. Tuhan tidakpunya beban dan tak ada keberatan untuk hidup bersama kita manusia. YesusKristus total menjadi bagian dari kita, bahkan Ia memilih yang terburuk daridunia ini. Kita sebagai pengikut Kristus memiliki kewajiban untukmenjalankan kehendak Tuhan. Panggilan Tuhan kepada kita masing-masing untukmemiliki jalan hidup, profesi, pelayanan, dan pengabdian, merupakan tindakanTuhan untuk menyatakan kehendak-Nya. Ketika kita menerima dan menyanggupinya,sikap kita hendaknya total dan tulus seperti Tuhan Yesus sendiri yang total dantulus. Nabi Yesaya sebagai teladan bagi kita dengan ungkapannya yang terkenal:Inilah aku, utuslah aku. Sementara itu, para murid yang dipanggil oleh Yesusdengan tugas untuk menjala manusia, meninggalkan segala sesuatu lalu mengikutiYesus. Santo Paulus menguatkan kita dalam ketulusan dan totalitaskristiani, yaitu sebagai seorang pribadi yang kredibel. Bagi dia, tidak adakesaksian Kristen yang hakiki, kalau tidak ada kesesuaian antara pengajaran dankehidupan, yang dipikirkan dan yang dibuat, yang diwartakan dan yang dihayati,yang didoakan dan yang dihayati. Jika Anda berkata yang satu dan berbuat yanglain, kredibilitas Anda sebagai seorang Kristen harus dipertanyakan. Anda tidakmemiliki prinsipnothing to lose dalam perjalanan sebagai seorang muridmenuju kepada Bapa. Oleh karena itu marilah kita bersikap tulus, fokus, dantotal sebagai pengikut Kristus.Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Bapa yang baik,berkatilah dan rahmatilah kami untuk menjadi anak-anak-Mu yang sejati. Bapakami yang ada di surga ... Dalam nama Bapa ...
上周在整理旧物的时候,我翻出七八年前还在某设计媒体工作时候买的一本日本室内设计杂志,我翻到杂志中的某一页,发现有行小字写着:”音乐是流动的家具”,这是我当时记下的笔记。我们总在谈论居家空间的时候,会说到北欧风的沙发或是包豪斯的灯具,却常忘记真正让空气产生密度的,往往是那些看不见的声波轨迹。有时候我们可能没有太察觉,但其实我们早就在用声音来重构空间了,为的就是实现我们对于美好生活的笨拙向往。在本期节目,我们将穿梭八个居家场景——从晨间的唤醒时刻、居家办公的专注时分,到阳台上观看落日和与音乐一同冥想放松。相对应歌曲风格也会涵盖清新的独立流行、lo-fi Hiphop、流行摇滚乐、古典交响乐现场、日式爵士嘻哈等等,希望这些音乐,能成为你在家时候最好的陪伴。
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Hendry, Rini, Tirto dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Nehemia 8: 3-5a.6-7.9-11; Mazmur tg 19: 8.9.10.15; 1 Korintus 12: 12-30; Lukas 1: 1-4; 4: 14-21 SABDA SEBAGAI ROTI DAN KEHIDUPAN Renungan kita pada hari Minggu Biasa ke-3 ini bertema: Sabda Sebagai Roti dan Kehidupan. Bagi kita manusia sebagai makhluk yang berkomunikasi, sabda merupakan alat yang sangat fundamental. Sabda adalah kata atau perkataan yang diungkapkan melalui bahasa yang dapat dimengerti. Saat ini dengan bantuan media komunikasi yang semakin canggih, kita juga semakin canggih dan berkembang dalam menggunakan ungkapan pikiran, perasaan dan perkataan dalam bentuk verbal dan non verbal. Media memperbanyak dan mempercepat penyebaran sabda itu. Jadi sabda adalah alat yang sangat esensial untuk komunikasi dan relasi di antara kita. Sabda merupakan tanda peradaban manusia yang tinggi. Jika makanan jasmani seperti nasi, roti atau daging sungguh bermanfaat untuk memberikan pertumbuhan tubuh kita, sabda sesungguhnya merupakan makanan yang cocok untuk kehidupan dan kegiatan mental kita seperti berpikir, berbicara, dan berkomunikasi. Semua kegiatan mental itu akan memberikan kita kepuasan rohani, ketika ada pengertian atau pemahaman yang membentuk keyakinan dan komitmen hidup kita. Kalau memakai istilah yang dipakai kitab Nehemia, Sabda Tuhan dibaca dengan sangat jelas sehingga dimengerti oleh para pendengarnya. Menurut Injil Lukas, Yesus menegaskan bahwa kitab suci terpenuhi saat Ia sendiri yang berbicara, para pendengar mengenal-Nya, mendengarkan, dan menerima Dia sebagai Mesias. Kita masing-masing mempunyai makanan kesukaan. Setelah menikmatinya kita pasti menjadi puas dan membaharui semangat hidup. Tuhan menciptakan kita lengkap dengan selera akan makanan. Untuk itu banyak sekali bagian kitab suci yang menyinggung istilah makan, hidangan, dan perjamuan. Sama dengan selera untuk makanan jasmani, kita juga dilengkapi dengan selera makan rohani. Selera rohani kita tertuju pada santapan utama yang satu dan abadi yaitu Sabda Tuhan. Bagi kita, Sabda Tuhan adalah roti dan kehidupan. Hal ini diwartakan oleh Mazmur Tanggapan pada hari minggu ini. Sabda menjelma menjadi satu Tubuh Kristus dan kita yang menyantapnya adalah para anggota. Kita baik sebagai pribadi maupun bersama dalam Gereja atau umat Allah menjadi bagian dari Tubuh itu. Setiap orang terbaptis wajib mengambil bagian di dalam diri Yesus Kristus. Tanda yang kita pakai dalam mengartikan dan membuatnya hidup selalu di dalam diri kita ialah Ekaristi, yang berwujud pada roti yang kita santap. Tidak ada ekaristi untuk memaknai persekutuan jika tanpa roti dan tanpa memiliki maknanya sebagai makanan. Sebagai makanan rohani, manfaatnya tentu saja mendukung dan menciptakan kehidupan. Sabda Tuhan dan Ekaristi yang selalu kita rayakan harus dapat menumbuhkan raga dan jiwa kita. Jika tidak, berarti bisa saja kita sedang mengalami krisis di dalam iman kita. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan, kuatkanlah hasrat kami akan Sabda-Mu yang menjadi makanan yang tak akan habis. Jadikanlah kami pewarta-pewarta Firman-Mu yang bertanggung jawab. Bapa kami ... Dalam nama Bapa ...
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Rini, Hendry, Tirto dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Yesaya 62: 1-5; Mazmur tg 96: 1-2a.2b-3.7-8a.9-10ac; 1 Korintus 12: 4-11; Yohanes 2: 1-11 HIDUP YANG BERISI, BUKAN KOSONG Tema renungan kita pada hari Minggu ke-2 masa biasa ini ialah: Hidup Yang Berisi, Bukan Kosong. Penciptaan alam semesta oleh Tuhan yang maha kuasa adalah dari ketiadaan, kehampaan, kosong. Tuhan tidak perlu bahan dasar atau materi mentah. Ia hanya memakai Sabda-Nya, dengan cukup menyebutkan barang itu untuk berada, maka beradalah dia. Maka sejak terjadinya penciptaan itu, seluruh isi langit dan bumi membentuk apa yang disebut creature beings, atau ciptaan. Dengan demikian hidup dan keadaan alam semesta ialah berisi, bukan kosong. Hidup kita sebagai manusia ada isinya, tak ada satu pun manusia yang kosong atau hampa. Meskipun psikolog Schopenhauer mengatakan bahwa pribadi manusia itu bagai kertas kosong, ini tidak sepenuhnya benar. Ia tidak melihat manusia dalam keseluruhan dirinya. Ia hanya melihat dari segi kognitif saja. Walaupun entah gurauan entah sindirian serius misalnya di dalam diskusi, seseorang dicap kepalanya kosong untuk mengatakan bahwa ia bodoh sekali, anggapan ini juga sebenarnya tidak benar. Ia hanya melihat diri manusia pada satu aspek saja. Padahal pribadi secara keseluruhan adalah jasmani dan rohani, serta seluruh sejarah hidupnya. Jadi hidup kita sebenarnya berisi dan bukan sekedar bodoh, kurang pengetahuan, keterbelakangan atau kelemahan lainnya. Hidup kita sangat berisi, atau lebih tepat diri kita sebagai manusia sangat berharga antara lain didasarkan pada alasan-alasan penting yang merupakan pengajaran dari ketiga bacaan dan mazmur tanggapan pada hari ini. Ungkapan terkenal dari Mazmur 8 ayat 5 menyebutkan bahwa begitu spesialnya manusia sehingga Tuhan Allah memperhatikannya. Ini diperkuat lagi seruan mazmur tanggapan hari ini bahwa kemuliaan dan kehebatan Tuhan dinyatakan dalam setiap manusia dan suku bangsa. Hidup dan diri kita sungguh berisi dengan hikmat Allah, atau wisdom, karena seperti yang dikatakan nabi Yesaya, Tuhan menjadikan diri kita masing-masing berkenan kepada-Nya sebagai kekasih-Nya. Ini bagaikan perkawinan pria dan wanita. Diri kita sungguh spesial maka Tuhan memilih untuk bersama kita. Dengan lebih spesial lagi, di dalam diri kita dikaruniakan talenta dan panggilan-panggilan yang sangat pribadi. Maka seorang imam mengambil bagian imamnya Tuhan. Seorang pendoa dan pembawa mujizat mengambil bagian kuasa mujizatnya Tuhan. Seorang pekerja dan pelayan mengambil bagian Tuhan sebagai pekerja dan pelayan. Hidup dan diri kita berisi karena kita dibaharui dan terus-menerus berada dalam pembaharuan demi mencapai kesempurnaan. Kita bagaikan anggur baru yang dibaharui dari air atau dari anggur lama, dan akan terus-menerus demikian. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan Yesus, baharuilah kami supaya diri kami senantiasa menjadi seperti diri-Mu. Bapa kami... Dalam nama Bapa ....
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
Dibawakan oleh Tirto, Rini, Hendry dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Yesaya 60: 1-6; Mazmur tg 72: 1-2.7-8.10-11.12-13; Efesus 3: 2-3a.5-6; Matius 2: 1-12 TERANG TUHAN TERBIT ATAS KITA Renungan kita pada hari Minggu, Hari Raya Penampakan Tuhan ini bertema: Terang Tuhan Terbit Atas Kita. Kejadian lebih dari 2000 tahun lalu mengenai kunjungan tiga orang majus dari Timur kepada bayi Yesus di Bethlehem, yang terbaring dalam palungan hewan, memaknai penampakan Tuhan Yesus Kristus kepada Dunia. Makna yang pertama ialah Yesus tampak sebagai raja. Seorang raja, apalagi yang merupakan utusan dari Allah, sangat dihormati dan disembah oleh semua pihak yang memiliki iman kepada Allah. Raja ini tidak bisa disetarakan dengan raja mana pun di dunia, yang mendapatkan kekuasaan itu baik melalui warisan maupun dengan menang perang melawan musuh. Martabat Raja Kristus datang dari Surga sehingga posisinya netral dan berada di atas semua raja atau penguasa dunia. Karena itu Ia paling tepat disebut Raja dari Surga, yang merupakan Matahari bagi dunia, sehingga Ia adalah terang bagi kita semua. Peristiwa Natal, baik yang pertama maupun yang dikenangkan setiap tahun, menegaskan tentang terang yang terbit atas kita semua. Semua orang dari segala penjuru dunia dapat melihatnya, karena Ia seperti Matahari bagi segenap alam semesta. Ia adalah terang yang bercahaya sepanjang masa, menjangkau setiap sudut muka bumi, dan merajai setiap pribadi manusia. Setiap manusia yang terbuka hatinya kepada kekuasaan dan rahmat Tuhan, mendapatkan daya tarik yang begitu kuat sehingga mereka datang bertemu dan menyembah-Nya. Sedangkan mereka yang tertutup mata-hatinya, yang hanya memahaminya sebagai ancaman bagi kemapanan, kenyamanan, dan kekuasaan mereka di dunia, akan menghadapi raja Yesus Kristus sebagai musuh yang harus disingkirkan. Herodes mewakili penguasa dan stabilitas duniawi dalam arus yang melawan Kerajaan Yesus Kristus. Hal ini membawa kita kepada makna penampakan Tuhan yang kedua, ialah sebuah penampakan diferensiasi. Merek atau label untuk Yesus Kristus ialah serba bersahaja supaya tetap sebagai Anak Domba Allah yang melayani, bahkan sampai mengorbankan diri-Nya. Diferensiasi ini mengungkapkan preferensi Tuhan Yesus untuk melayani. Ia sangat berbeda dari semua penguasa atau raja di dunia yang berorientasi kekuasaan, mengumpulkan kekuatan dan harta, serta harus dilayani. Mereka semua terbukti berakhir karena termakan usia dan waktu di bumi ini. Tiga orang Majus memberikan bayi Yesus persembahan istimewa mereka, ini adalah inspirasi bagi setiap dari kita. Sekiranya kita ingin berbuat yang sama, selayaknya kita persembahkan diri kita seutuhnya dan setulusnya. Kita ingin berada di dalam kerajaan-Nya, kini dan sepanjang masa. Kita menikmati dan merawat bersama kerajaan-Nya itu. Marilah kita berdoa. Dalam nama... Ya Yesus Kristus, buatlah kami saksi-saksi-Mu yang benar dan bertanggung jawab. Bapa kami... Dalam nama Bapa...
Charles Rini was a suburban father and businessman who vanished on March 30, 1981 after leaving his home to meet someone. Could his ties to the Cleveland Mafia and selling diamonds be the reason he disappeared? In this episode, 19 News investigative reporter Sara Goldenberg goes into the theories behind Rini's mysterious disappearance and the dismantling of the mob by the federal government in the 1980s. If you have any information regarding the disappearance of Charles Rini, call the Moreland Hills Police Department at 440-248-7585.
What can business leaders learn from the high-stakes world of professional motorsports? Find out, in this conversation between Thinkydoers host Sara Lobkovich (whose "other life" is in professional motorcycle road racing) and organizational change expert Jurriaan Kamer, co-author of "Formula X: How to Reach Extreme Acceleration in Your Organization" and his new release, "Unblock: Clear the Way for Results and Develop a Thriving Organization." We cover a lot of ground here -- from how pro racing teams approaches to goal clarity, mistake recovery, and rhythmic learning can transform your leadership practice, to creating blame-free cultures, and mastering the art of strategic alignment. In this lively and engaging conversation, you'll discover how racing's high-performance, high-stakes principles can accelerate your business performance—whether you're a motorsports fan or not. Episode Highlights: Three core principles business can learn from racing teams: Crystal-clear goals and their role in driving focus Balanced autonomy and alignment in high-performing teams Rhythmic learning: how racing teams turn every moment into an opportunity for improvement Creating blame-free cultures in high-stakes environments The power of "even over" statements in explicit prioritization Decision-making frameworks: understanding "hats, haircuts, and tattoos" How consent and choice drive organizational ownership Notable Quotes: "Failure avoidance is more dangerous than failure recovery." - Jurriaan Kamer "If you look at Formula 1 teams [...] execution is not 99% of the thing. They understand that everything they do is an opportunity to reflect and improve. These meetings, these rituals, are built into their cadence. It's not something somebody has to plan - it's just part of how they operate." - Jurriaan Kamer "If you try to convince a group of people, the first thing you need to do is not tell them why you think you're right, but ask them what they think is going to go wrong. And then you can start to build conviction together." - Jurriaan Kamer "We have to take a systemic perspective when things go wrong... As an outsider, you think 'Oh, this person needs to be fired, because they blew the chances of a victory.' Which is just very short-term focused because [mistakes] will repeat [themselves] if you don't understand all the factors that were at play." - Jurriaan Kamer Guest Information: Jurriaan Kamer is an organizational change expert based in the Netherlands and author of "Formula X: How to Reach Extreme Acceleration in Your Organization" and "Unblock." Drawing from his unique access to professional car-racing teams and extensive experience with self-managing organizations, he helps leaders worldwide create high-performing, adaptable organizations. Jurriaan's Resources Mentioned: Formula X: How to Reach Extreme Acceleration in Your Organization (Book by Rini van Solingen and Jurriaan Kamer) Unblock: Clear the Way for Results and Develop a Thriving Organization (Book by Jurriaan Kamer) Website: jurriaankamer.com Unblock book website: unblockbook.net Sara's Links and Resources: Join this Fall's Goal Fridays free live series: https://findrc.co/goalfridays Join Sara's Email Newsletter: https://findrc.co/newsletter Email Sara at hello@redcurrantco.com Other Free No-BS OKRs Resources: Access all free resources Thinkydoers (not-just-an OKR podcast) Home Page: https://saralobkovich.com/thinkydoers-pod Follow CW Moto Racing on Instagram: https://instagram.com/cw_moto Find full show notes and the episode transcript via https://findrc.co/thinkydoers !
Die Auswirkungen sozialer Medien auf unser Gehirn und Verhalten werden häufig immer noch unterschätzt – und das Thema der digitalen Achtsamkeit war wahrscheinlich noch nie so relevant wie heute. Um genau darüber zu sprechen, habe ich Rini Pegka als Gast in meinen Podcast eingeladen. Rini bringt über 20 Jahre Erfahrung im Marketing mit und ist außerdem Life Coachin, Meditations- und Yogalehrerin. Sie unterstützt vor allem selbstständige Frauen dabei, Stress effektiv zu bewältigen und sich durch achtsame Selbstfürsorge mehr Ruhe und Ausgeglichenheit im beruflichen und privaten Alltag zu schaffen und einen bewussteren und gesünderen Umgang mit Smartphone, Social Media & Co. zu finden. Im Interview sprechen wir darüber, was digitaler Stress eigentlich ist, wie er unser Nervensystem und unser Leben im Allgemeinen beeinflusst und was wir konkret tun können, um achtsamer mit digitalen Medien umzugehen. Rini tellt außerdem sechs Anzeichen mit uns, die darauf hinweisen, dass wir uns in Richtung eines Suchtverhaltens bei der Nutzung von Social Media bewegen könnten. Sie gibt auch konkrete Tipps, wie Selbständige digitale Achtsamkeit praktizieren können und welche Alternativen neben Social Media Marketing gut funktionieren. Alles Liebe und viel Spaß beim Anhören, Britta MEHR ÜBER RINI PEGKA Website Rini's Bücher Digitale Achtsamkeit für Selbstständige Raunächte für Anfänger ERGÄNZENDE LINKS NeuroEmbodiment Online-Retreat ➔ zur Anmeldung NeuroEmbodied Soul Centering® (NESC) Coaching-Ausbildung: https://www.nesc-coaching.com/coaching-ausbildung/ 3-teiliges Video-Training: Die Neurobiologie echter Transformation: https://www.nesc-coaching.com/video-training BEWERTE DEN PODCAST Ich würde mich riesig freuen, wenn du den Podcast auf iTunes bewertest und eine Rezension hinterlässt. Das hilft, dass der Podcast von Anderen noch leichter gefunden werden kann und dass noch mehr Leute Zugang zu den Themen bekommen. Vielen Dank schon mal dafür!
HORROR WITH SIR. STURDY EPISODE 520: SATAN'S SLAVES COMMUNION (2022)
We're ending our journey with X-Men ‘97 on a high note, and Sailor Moon's swan song is coming up soon! Rini gets a bold new look, Gambit gets deep in his feelings, and Austin has some exciting new business updates about his latest investment.THIS WEEK'S EPISODESSailor Moon (DIC) Episode 78, “The Birth of Wicked Lady”X-Men ‘97 Season 1 Episode 5, “Remember It”Join our Discord! https://discord.gg/StaYgR7HW2Support us on Patreon: https://www.patreon.com/satamtuesdays Our Website: http://www.satamtuesdays.com/The Hosts: Andrew Eric Davison, Austin Bridges, Rory VoieAudio Production: Andrew Eric Davison
This week, I talk with Carinn Jade about her deliciously twisty thriller The Astrology House. We dive into her lifelong interest in astrology, the inspiration for the book, and exploring fate vs free will.Check out the Pop Fiction Women podcast too!The Astrology House SynopsisMargot needs a minute. She's been working eighty-hour weeks as a newly minted partner at her law firm. She's disconnected from her brother, the only family she has left. And she's still not pregnant after years of trying.Stars Harbor Astrological Retreat promises rest, relaxation, and wisdom for Margot and her friends. With Instagram-worthy views and nightly astrology readings in an impeccably restored waterfront Victorian house, this resort should be the ultimate getaway.For Margot's brother, Adam, it's the perfect opportunity to invigorate his romantic life and inspire his writing. But his wife, Aimee, hides the darkness of her past with a beautiful social media feed. Their friend, Farah, is a successful doctor who cannot admit that she's losing control.Yet no one holds a greater secret than their astrologer host, Rini. She has a plan for her guests, and one of them won't be leaving Stars Harbor alive.
Eu sou a Ju e este é o nosso podcast Falar Português Brasileiro. É claro que quero desejar uma ótima semana para todos vocês que escutam esse conteúdo semanalmente. Estou muito feliz hoje! Muito feliz por ter conseguido um espacinho na agenda de uma pessoa muito querida! No episódio passado falei sobre os 150 anos da imigração italiana aqui no Brasil. Neste episódio ... gente ... deu certinho! Você ouviu o episódio passado? Neste episódio conversei com um italiano apaixonado pelo Brasil em todos os sentidos ... música, paisagem, idioma, gastronomia ... Bom ... hoje, não vou fazer nenhum tipo de publicidade, nem vou dizer sobre o curso de português apenas para mulheres! Você pode acessar a minha página falarportuguesbrasileiro.com Como eu disse ... tenho um convidado para o episódio de hoje, sim... um convidado italiano muito querido! Ele é Ph.D em engenharia elétrica e Ph.D em física. Ter 2 phds não é para qualquer pessoa. Atualmente, é editor da revista de física e também professor adjunto de redação e comunicação científica na Universidade de Nova York. Matteo Rini, chegou até os 30 minutos de conversação falando pouquinho, bem baixinho ... hoje faz até piada em português. Imita sotaques brasileiros, coloca apelidos nos colegas. Tudo muito divertido e muito leve. Foi com essa leveza que ouvi atentamente a fala do pesquisador. Penso que foi a primeira ou uma das poucas vezes que pude conversar com o cientista. Pegue o seu papel ou abra o seu app para as anotações. Você ficará surpreso com esta aula. Vamos ouvir? --- Support this podcast: https://podcasters.spotify.com/pod/show/falar-portuguesbrasileiro/support
The journey continues! X-Men ‘97 explores a two-fer approach that features our least-favorite recurring alien, and Sailor Moon sees what hap-pens when Rini gets re-kidnapped and everyone fails to notice.THIS WEEK'S EPISODESX-Men ‘97 Season 1 Episode 4, “Motendo/Lifedeath Pt 1”Sailor Moon (DIC) Episode 77, “Jealousy's Just Reward”Join our Discord! https://discord.gg/StaYgR7HW2Support us on Patreon: https://www.patreon.com/satamtuesdays Our Website: http://www.satamtuesdays.com/The Hosts: Andrew Eric Davison, Austin Bridges, Rory VoieAudio Production: Andrew Eric Davison
On this episode of Reverberations, host Majel Connery and Peni Candra Rini discuss her double album, 'Wulansih' and 'Wani.' Candra Rini, who is from Indonesia, talks about her stylistic flexibility, vocal abilities, and the diverse regional influences in her music. She also addresses the recurring theme of climate change in her work and her ambition to become one of the few prominent female composers from her country.Support the show
Get ready to unwind and chill to the soulful vibes on 'Chillmode' with Metro Beatz! This week, enjoy the smoothest R&B and slow jam tunes that will soothe your soul. This week unwind to the melodies of Jaz Karis, WanMor, Odeal, Tyla, De La Soul, Rini, Babyface, Daniel Caesar, Bobby Brown and many more incredible artists! Tune in every Sunday night at 10pm for the ultimate chill-out session exclusively on mocradio.com. Let Metro Beatz be your guide as he curates a mesmerizing playlist made for relaxation & chill. Whether you're winding down the weekend or seeking a soothing escape, 'Chillmode' is the perfect soundtrack to set the mood.
Tune in to 'Music Discovery Radio' hosted by Metro Beatz, for fresh new music releases. Join us every Sunday evening from 6pm to 8pm (EST) on mocradio.com for a new music journey. In this week's episode, Metro spins an all new lineup of new music from Mary J. Blige, Metro Beatz, Shawn Mendes, Quavo x Lenny Kravitz, Clean Bandit, Mahalia, Will Smith, LL Cool J, Rini, Moby and many more. Prepare for an eclectic mix of genres and be the first to discover the hottest new tunes hitting the airwaves.
Dans cette saison de La Traque, découvrez comment l'affaire Jacky Le Mat s'est inscrite de manière indélébile dans l'histoire judiciaire française. De ses premiers pas dans le monde de la délinquance à l'ascension vertigineuse vers des crimes bien plus graves. Découvrez comment Jacques Imbert est devenu l'une des plus importantes figures du grand banditisme français et comment la police française a, durant de nombreuses années, tenté de le mettre sous les barreaux. Vengeance sur le clan Guérini. Après plusieurs passages en prison pour des petits délits, Jacky Le Mat est passé dans la cour des grands. Proche du grand banditisme français, il devient très vite le protégé de grands noms du milieu. Mais après l'assassinat de celui qu'il considérait comme son père, Jacques n'a qu'une seule idée en tête, venger sa mort, et si possible se débarrasser de tous ceux qui entravent sa route… Crédits : Production : Bababam Textes : Pierre Serisier Voix : Anne Cosmao, Aurélien Gouas Montage : Jean-Gabriel Rassat En partenariat avec Upday. Learn more about your ad choices. Visit megaphone.fm/adchoices
Rini and Ash kick Lucas out of the band and take over this episode of the podcast! What memories are associated with these tracks? Are they any good? Check it out! IG: https://www.instagram.com/ebpcast/?hl=en Podcast Website: https://anchor.fm/lucas-indrikovs0 Youtube: https://www.youtube.com/channel/UCaXJwMl2HWRhXCOmcf5Y8dg Spotify: https://open.spotify.com/show/7aAOPfmSbV9aJkdrKPYbWl?si=e46eb010fabb4258
Going Pro Yoga (Formerly the Yoga Teacher Evolution Podcast)
Discover how Rini, a yoga teacher, transitioned from a 17-year corporate career to pursuing her passion for yoga. Despite her shyness, Rini began teaching yoga eight months ago, starting with private classes that boosted her confidence. She then transitioned to subbing classes, seizing opportunities, and gradually building her teaching career. Rini shares her journey of discovering yoga in 2017 in Singapore, initially as a physical practice that positively transformed her reactions and life balance, especially during COVID-19. Balancing her corporate job and yoga teaching, Rini managed to expand her classes from once a week to three times a week. She emphasizes the importance of preparation and self-care, customizing sequences for her students and incorporating inspirations from other teachers. Rini also brings a personal touch to her classes by playing the guitar and considering singing after class, though she is mindful of setting expectations. The conversation highlights Rini's growth and the gradual approach to transitioning careers. She advises new teachers to start small, reach out to studio owners, sub classes, and be patient in the process. Rini encourages listeners to take leaps, notice opportunities, and balance passion with financial stability, sharing her own healing journey of stepping out of her comfort zone. Connect with Rini on Instagram to follow her inspiring journey. Episode Chapters: 00:00 - Grounding and Gratitude: A Meditation Exercise 03:13 - Rini's Yoga Journey: From Bali to Teaching 05:36 - The Path to Becoming a Yoga Teacher: Rini's Inspiring Journey 07:52 - The Boss Lady Behind the Yoga Teacher 10:02 - The Impact of Yoga on Work and Relationships 11:51 - How to Build Confidence as a Yoga Teacher 16:13 - Improving Language Skills for Teaching Yoga 18:19 - How I Taught My First Yoga Class 21:35 - Becoming a Yoga Teacher: Challenges and Opportunities 31:02 - Create Your Own Yoga Sequence 31:46 - Byron's Advice on Sharing Musical Talent 33:13 - Dreams of Transitioning to Yoga Teaching: A Journey of Balance and Success 36:56 - Find Healing and Inspiration Through Taking Leaps Rini's Instagram: https://www.instagram.com/riniraharjanti/
FinaleIn 7 parts, based on the posts by senorlongo. Listen to the ► Podcast at Explicit Novel. I stood there, my arm around Hosi for what seemed forever, my fingers lightly caressing the soft skin of her back, ribs, and breast. We watched the water flow in a graceful arc into the fountain. I was…what can I say...overjoyed…elated…thrilled…ecstatic? Hosi had told me I was going to be a dad again. I had Kela who I loved to pieces and Davy who was just a helpless infant, and now another was on the way. It reaffirmed my desire to make sure the valley would last as it was forever. I realized, not for the first time, how rich I really was. I had clean clear air to breathe, fresh delicious water to drink, wholesome food in quantity, a community where people lived in harmony, helped each other, and loved each other both physically and spiritually, and most of all a beautiful sexy wife who loved me unconditionally. What else could anyone ask for?Now that we had handled the challenges of the slavers and the poachers it was time to get back to our daily lives. We would still maintain our patrols—there was no substitute for vigilance although I had some thoughts on how we could discourage interlopers. It was gory, really a disgusting idea, but I was pretty sure it would keep trespassers away. I'd take the necessary steps later in the week, but first we needed to have a meeting of the men and their lovers.I gathered all the new men in the dining hall. We'd already had some meetings to discuss how they were adjusting to life here, but Hosi wanted to know how they were doing sexually. She considered that to be a critical part of their adjustment to life in the valley. I tried to explain that they were unlikely to go into much detail—it just wasn't something that was done in our society, but Hosi was not to be deterred. I called the meeting to order, asked the servers for some juice and fresh rolls and began my explanation, “Umm…uhh…I don't really know where to begin so I think I'll just repeat what Hosi told me—she wants the details of your sex lives here in the valley.”“What? If I tell you that I'll probably kiss my lover good-bye.” It was Harry who, after a life of kidding and joking had finally become serious. His explanation was simple—“I was always insecure, especially with women. Here I'm actually in demand and I have my pick, although I don't think I could ever find anyone who could beat Sila. She's incredible.”“I have to agree, David,” Gene added, “I know everything here is pretty open, but Tama would break my headin two if I blabbed about what we do in bed. Shouldn't that be private?”All the men agreed. They'd speak candidly about anything…anything but their sex lives. I laughed and laughed. “If you can keep quiet…really quiet, just follow me.” We removed our sandals and tiptoed down the hall toward the throne room. The women, all the lovers, were meeting there with Hosi and their conversation was anything but chaste.“Oh, my Queen,” Tama began, “I just love it when Gene makes love to me. We always bathe first. I wash his body and I pay extra special attention to his penis and his ass. I love to watch his face when I stick my finger in there. Gene squeals like a pig, but it makes him so hard. Then I lead him back to our house. I usually hold his penis all the way.” The other women were giggling non-stop at Tama's remarks. “When we get home I pick him up and lay him on the bed. I lean down and let him suckle my breast. He is just like a little boy...a little boy with a great big penis. I stroke his penis and rub his testicles. He also loves to put his finger into my vagina. I tell you, my Queen, he makes me so wet down there. Eventually, I can't take any more and I cover him with my body. I rub his penis into my slit and when it's nice and wet I slide it into me. I am a big woman, but I am very tight town there and I love how Gene stretches me. I feel all tingly and then I begin to ride him. Gene holds on to my hips and drives that big penis into me with incredible force. He may be a small man, but he is very strong. Sometimes when he spurts he will actually lift me this much (she spread her hands more than a foot apart) off the bed. I lie on him until we are both rested and then I love to lick his penis until it is clean.”I turned to Gene who was just as red as red can be. He stumbled forward into the throne room before I had a chance to stop him. “Tama! How could you? I thought you loved me.” He fell, crying unashamedly, to the floor. Tama reacted immediately, her hands flying to her face. “Oh, Gene! I am so sorry!” She rushed to his side, caressing him to her breast. “Oh, Gene…oh, Gene,” she repeated over and over. It wasn't long before she was crying as much as he was.I looked at Hosi; she was clearly upset. I shrugged my shoulders, telling her I knew it wasn't a great idea. She walked to Tama and Gene, “Take him home…make love to him. I know you still love each other. This was all my fault.” Tama picked up Gene, carrying him in her arms as he cried into her large firm breasts. She soothed him with her words and kisses.Hosi dismissed the remaining tribeswomen; they paired up with their men and walked slowly out of the palace still stricken by what they had witnessed. I took Hosi by the hand, looked her in the eyes, and kissed her. “I tried to tell you. In our society people just don't talk so openly about sex. They all but refused to talk to me so I thought I'd bring them up here with the women. I'm sorry. I didn't think….”“Hush, David. We both know this was my idea and it was a bad one. Let's go back to our quarters. I need something from you.” She grinned and reached into my pocket, finding my flaccid cock. She grinned even wider when I began to harden immediately under her touch. “I'm glad you're not angry with me.” She pulled my by the cock to our bed.Hosi stripped off my shirt and shorts; I'd given up wearing underwear long, long ago. She removed my shoes and socks (these I did insist on wearing) and pushed me back onto the bed. “Pushy today, aren't you?” I teased. She gave me a smirk as she removed her skirt and the undergarment I now referred to as a G-string, something Hosi never understood, but to be honest, neither did I. She slipped out of her sandals and slid next to me. We held each other, me savoring the incredibly warmth of her skin, she loving the feeling of the hair on my chest rubbing against her naked swollen breasts.Hosi kissed me briefly and pulled away to nuzzle my ear--lick and nibble my lobe—while her hand explored my body. She knew her way around very well, finding my hard erect cock in only seconds. She rubbed up and down the shaft, enjoying the soft, smooth skin in her hand. Cock in hand she climbed onto my body. Hosi rubbed me into her moist slit; I gasped from the elation I was feeling—the hot wet soft smooth tissues of her vagina as it stretched around my shaft. She released my ear, shifting her attention to my open needy mouth. Her tongue felt like it was half-way down my throat as her mouth clamped over mine. I raised my hips, driving myself into her core. Now it was Hosi's turn to gasp. She backed off from my mouth to gain freedom of movement; she was always active on my cock. Hosi bent my poor penis into shapes I could never even imagine. However, her motions always did the job for me, just as I always seemed to be able to take care of her. We started out herky-jerky—uncoordinated--but in minutes we were moving together, our actions forcing me deeper and deeper into her. I could feel it—a tiny tingle deep within me. It grew more rapidly than I could ever believe. I looked up at my wife—my lover—my Queen. I could see the rapture in her face. She looked down at me and nodded. I knew then that she was close. I increased my pace, moving wildly until I froze—stock still for almost thirty seconds—until my body exploded in a massive spasm of ecstasy that shook the two of us. Hosi growled as her orgasm struck. It was a low guttural moan that lasted for almost a minute as we shook and shuddered together until she fell onto me, or sweat mingling and pooling on my abdomen.I held my dear wife and kissed her hair…her neck…her shoulder. I looked up at her and whispered, “I love you so much.”Hosi laughed, “Sometimes I think you just love the way I fuck.”“Well, I do love that, too.” She laughed, and then I laughed. We laughed together until we cried. At one point early in Hosi's reign the guards would rush in whenever they heard us, concerned for their Queen's safety. Now, after more than a year they knew it was just a part of our love making.Hosi slipped off me and my cock popped out of her pussy. She leaned against me and closed her eyes, falling swiftly to a relaxing sleep. I lay there thinking…wondering about the men's reactions to what they had seen this morning. In time I too closed my eyes and found slumber.Tama held Gene close as she carried him to their home. She was an Amazon in every sense of the word. At six feet three inches and 180 pounds of rippling muscles, she possessed incredible strength. She could carry a lightweight like Gene who only weighed 140 pounds nonstop for a week. However, she had a soft tender side that loved Gene deeply and completely. She had only spoken about their relationship because she was commanded by her Queen; she would never intentionally hurt Gene in any way.They were several blocks from the palace when Gene stopped crying. Tama immediately drew his lips to her teat. She knew that Gene loved to suckle almost as much as she loved the sensation of his lips tight on her nipple. She was able to hold him in one arm so she stroked his head to calm him as he suckled.Tama lived on the edge of the village. Strong as she was her skills with bow and spear rarely exceeded mediocre and she knew it. As such she had no ambition to ever move beyond her copper skirt and bracelet, furthermore she loved living on the edge of the open grassy plain. Her house overlooked the fields and gardens. The scent of flowers and the other plants filled her house and she found it much more pleasant than the odors that surrounded the plaza—the odor of human and animal sweat and feet and dust.She strode purposefully; she wanted to have Gene to herself to heal his wounds within her vagina. She knew the power her vagina held over Gene. He had admitted it freely—he loved fucking her. He loved dipping his long tongue into her tunnel. At last they passed the final corner and entered. The dim light of the large room was welcoming after the heat of the village streets. The paving stones kept the dust to a minimum, but they were hot in the sun. Gently she laid Gene onto the bed. She leaned down to kiss his neck and cheek. “I love you, Gene. You know I would never hurt you. My Queen commanded me to speak so I had to. Let me show you how much I care for you.”She stepped away, dropped her skirt and the triangle that covered her sex. She could see that it was wet and sticky much more from her arousal than the miniscule effort associated with carrying her diminutive lover through the village. She returned to her lover, caressing his face as she delicately removed his shirt and shorts. His shoes and socks fell to the floor as Tama covered his body with hers. She held his head in her hands and kissed him as she wrapped those muscular arms around his body. In a second she had rolled over, bringing Gene over her, his head resting on her massive breast. Gene sighed as his hard thick eight-inch organ was led to Tama's tight pussy. It was reflex only that told Gene to press forward. His fears were gone—evaporated the very instant that his organ entered her wetness. He pressed forward, driving into her and as he did she knew he was still hers and that he would be forever. Tama rose to meet him, her muscular cunt convulsing with pleasure, squeezing him as only she could. Gene had never experienced success with women in the outside world. That's why he wanted to come with his brother Harry, the jokester—the prankster. He had met Tama almost by accident when she was the only Amazon left to deal with him and his brother.Tama had volunteered to serve the two of them. The assertive Harry had dominated the threesome, but left her unfulfilled. Once Harry had his orgasm he had fallen deeply asleep. Gene took Tama into his mouth and brought her to her very first orgasm. It was the beginning of a long and loving relationship, one which they both prayed would end in their being declared mates.The two danced together, their bodies intertwined and connected by their sex. They were lost in each other as their heat grew—as their love for each other flowered. Suddenly Gene arched his back, ramming his cock deep within Tama's inner being. Hot white semen shot from his cock repeatedly and forcefully as it filled her cunt to overflowing. So much was there that if flowed down her legs to the sheet, drenching it in the slick fluid. Gene's ejaculation was more than enough for Tama. She would have been more than satisfied just to have him cum, but, as usual, his eruption pushed her over the edge into that abyss she loved so much. Her entire body shook and tingled with the ecstasy of her orgasm—what she fervently hoped would be the first of many this memorable day.“I love you, Gene. I hope you know that now. I hope you will always know it.”“I knew it before, my love,” he replied, “I was just so shocked to hear you, but now it makes sense. David wanted all of the men to tell about our love lives, but we refused. In fact, I told him you'd break my head in two if I talked like that.”Now it was Tama's turn to take offense. She feigned injury until Gene's face expressed his concern. Only then did Tama smile and laugh drawing Gene into the mirth. They laughed together for many minutes until she looked into his eyes with fire and lust and he knew it was time for round two.Harry and his woman Sila left the palace shortly after Tama had carried Gene out in her arms. Harry was understandably upset over his brother's reaction. “Explain again, Sila,” he asked, “exactly what was going on that Tama was telling all about their sex life?“It was on the Queen's command, Harry. Tama had no choice. I was very glad that she went before me. I also had to listen to Rini tell about her and Scott. She is very much in love with him, just as I am very much in love with you. But, Harry, I don't understand what the big problem was.”“I suspect it all started with the Puritans. I've read that they were real prudes.”“Who? How could they be prunes? Isn't that a dried fruit?”Harry had to chuckle. Sila was beautiful and oh so sexy, but she knew nothing of the outside world. “The Puritans, Sila, and the word is prude, not prune.” He explained about colonization and the search for religious freedom in the New World. “There are still many who are reluctant to talk about sex and love in our society. Some women even dress and undress in a closet and that's also why making love is usually done in the dark and behind locked doors, although young people tend to ignore those so-called rules.”Had Sila not known Harry she would have been sure he was lying. “What is the point of all that, Harry? Do they not make love naked? Why would they be afraid or ashamed of their bodies?”Harry kissed her nose. She could be a bit dense at times, but she was just so cute—and she was head over heels in love with Harry. “Sweetie, not every woman looks like you or has a body like you. In my country many women are fat—they weigh too much. Often they are really sloppy looking.” He cupped her breasts, a solid C-cup, and continued, “Their breasts sag and sometimes hang down to here.” He pointed to her belly button. “But, they are married to men who love them so I don't know what the big deal is either.”Sila thought for a minute, “I wonder what Tama and Gene are doing?” She sounded serious, but there was that twinkle in her eye—the one that always told Harry that she wanted to be fucked.“Hmmm…probably the same thing I want to do with you.” He took her hand and led her down the lane to her house. Like David and Hosi years ago Harry had his own house across the lane, but, like David, he only used it when he had to fuck the other tribeswomen. Hosi provided laundry services in the form of fresh towels and sheets. Harry was more than willing to fuck the tribeswomen—he felt it was his duty, something he and the other men did to thank the tribe for taking them in and welcoming them to the valley. However, he only made love to Sila. He knew she was gorgeous—in the U.S.A. or Europe she could have easily been a Sports Illustrated swimsuit model, earning millions.Surprisingly--to Harry anyway--Sila didn't consider herself to be anything special—just one of the girls. At just under six feet in height and 135 pounds she had a slender frame with a waspish waist and narrow hips to go with her broad shoulders and large symmetrical breasts. Despite being a breast man in his previous life he considered Sila's best feature to be her tight firm ass—he just loved to stroke and caress her butt.Once in her house he turned and pulled her to him. She tilted her head down and kissed the shorter Harry passionately, her tongue finding his and wrapping around it sinuously. They kissed, holding it for many minutes, edging to the bed inch by inch until the back of Harry's calves struck the frame. This was Sila's cue to lean forward, using her weight to force Harry back until she bounced on him several times playfully. She giggled as she opened his shirt and worked her way down Harry's body, kissing every inch of the way.Harry had introduced Sila to oral sex, going down on her first and making her cum several times as an inducement to blowing him. He could never have guessed that she would love it so much—sucking his lollypop, that is. She was more than open to having Harry suck her, but she absolutely loved swallowing his cock, having it pass her tonsils and then pull out slowly until just the head was in her mouth. Like many in the tribe she had incredible muscle control. Not only could she contract and vibrate her vaginal muscles, she could do it just as well with those in her throat. Harry came in Sila's throat often. His only concern was that—as a result-- he had less access to her delightful pussy.Back in New York Sila would have been classified as a slut. She loved to suck; she loved to fuck; hell, she loved to take it in her ass. She masturbated Harry occasionally with her feet, wrapping them around his shaft and squeezing as her feet ran up and down his shaft. She'd have him shoot into her lap where she could scoop it up and lick it eagerly off her fingers. Three, even four times a day weren't enough for Sila. She wanted sex even in her sleep.Today, though, she wanted Harry inside her. The thought of Tama and Gene fucking at the same time made her pussy tingle with delight. She could see them in her mind, the big Amazon and the tiny man with the big penis. She wanted—no she needed—to emulate them in her mind and her body. Whatever Tama could do she knew she could do better. She opened Harry's shorts and pulled them down to his ankles. Her skirt and G-string followed as she fell to her knees and took Harry into her mouth. Harry always groaned when her lips circled his cock and again when he bottomed out, her lips kissing his pubic hair.He pulled out slightly before pushing in again. He loved to fuck her mouth almost as much as she loved receiving, but not today. She pulled back and jumped onto the bed, pulling Harry over and between her legs. She moved the slimy cock into her slit and wrapped her legs around his butt. She used those strong legs to pull him into her. Sila looked up at Harry and wondered if he would consent to be her mate. They were together almost all the time either here in the house or in the baths. They played a lot, but they also worked together. They had been on patrol when they found the poachers and brought Paulo back.Now she pushed up every time Harry drove his thick cock into her. Harry knew something about Sila that she didn't even realize herself—she was a rarity--able to have vaginal orgasms, and anal, too. Harry was 35 and single. He had dated a lot and hung out at a load of clubs back in the City. He fucked a different woman at least once a week so he knew how unusual and fortunate he was to find a woman who could cum just from having a hard cock in her. Rarer still was finding a woman who could cum from a cock in her ass. Damn! He loved this woman.They moved together grinding into each other as their skin rubbed and mixed their sweat despite the coolness of the room. Their eyes were locked on each other as their breathing grew ragged and shallow as they came together—Sila squirting all over Harry, he drowning her tight cunt with his slick white juice. Harry fell onto his lover drained, but knowing that he'd be back in the saddle again in a few hours. It was a tough job, but someone had to do it.I woke the following morning with Hosi's breast in his mouth. I gnawed a bit as Hosi laughed, “I guess you liked my morning gift for you. I'm afraid that's all I can give you for now. We have a mission right after breakfast." She pulled me from the bed. We walked to get Kela and took her with us out to the toilets and baths. It was wonderful sitting in the cool flowing water from the river. From our position we could see the fresh pure water arcing into the fountain. We'd made quite a few improvements in our few years here in the valley. I just hoped they were enough.We returned to the palace for breakfast—scrambled eggs and sliced tomatoes along with ketchup which Kevin had made from our gardens' tomatoes. I had to admit the meal was delicious. We dropped Kela off with Scott and Rini—a play date with her buddy Sama.Hosi walked at a fast pace, determined to catch Tama and Gene at home. They both kneeled but Hosi motioned them up. “I wanted to see how you were doing this morning. I am really sorry, Gene if you were hurt or embarrassed yesterday. It is never my intention to hurt anyone in the tribe.” Gene and Tama told her that they were both OK and that they attributed the whole situation to a misunderstanding.“That is very kind of you—both of you. Now, Gene, I am told you wish to ask me something.”Gene began to shake, “Uh…yes, my Queen..uh, that is…I…I mean…I think…we…Oh, jeez what's wrong with me?”Hosi giggled, but rested a hand on the nervous man's shoulder. “Gene, David has told me that lawyers are very good public speakers. Why are you having a problem? Would you like me to help you?” The bewildered Gene nodded, physically unable to respond. “Very well, then…Tama…Gene you have my permission. I hereby declare you to be mates. I will instruct Dennis to remove your implant, Tama. Would you like to have a child?”“Oh, yes, my Queen,” they replied simultaneously as they smiled, obviously relieved that Hosi had granted their unstated request. We all hugged and chatted amiably until Hosi decided we should leave. We went straight to the hospital to give Dennis the news about Tama. Hosi told me we could relax now; I steered her to the pool. We shed our clothes and walked into the cool water. A guard brought Kela and Sama. They ran into the water. I knew we didn't have to worry about them—they swam like fish. We relaxed until lunch then walked naked and dripping wet to the palace to eat. I had an important meeting shortly afterward.Hosi and I met with Paulo and Harry's patrol team which included Paulo's twin lovers. I explained what I wanted to do. “Would you mind terribly if I threw up?” It was Harry and he was giving voice to everyone's feelings.“Listen…I know it's disgusting, but I think it will help keep trespassers out. You did leave the bodies near that big ant hill, right?”“Yes, I wondered why you wanted that, but now I understand. I just hope the ants are finished. I really don't want to tangle with them and the idea of picking up a skull with all that…stuff oozing out…ugh!” it was the leader of the team that had disposed of the bodies who had taken the initiative.“OK, I know you are supposed to patrol tomorrow. That's when we'll look. Also, Paulo, I want to bring back as much steel as we can carry so you'll go in that direction toward your camp. Hosi is scheduling another twenty warriors to carry. I want you to be careful. Someone might be looking for the poachers by now. I don't want anyone here injured or worse. Everyone understand what we're going to do?” There were no questions so we adjourned until dawn tomorrow morning.Hosi and I spent the afternoon relaxing. We went for a long leisurely walk up to the forges with Kela and Sama tagging along—running and playing tag and hide-and-seek. They were much better at hiding than I was at seeking although I'd have to be deaf not to hear their giggling every time I came near. That was always my cue to turn and walk in the other direction.We took much longer to reach our destination, but my reward was a giant hug and a great big kiss from Kela who told me, “Funny…Daddy…I love you.”“I love you too, Dumpling.” That was my pet name for her, although how I could call a warrior princess something as sappy as “Dumpling” was something I could never explain even to myself. I found what I was looking for—five old spears with bronze heads. They were strong enough for the task I had in mind. I took them in hand and we returned home. I held the spears on one shoulder, my other arm wrapped around my beloved as our daughter scampered with her friend.The following morning came early. We were up before the sun had risen. I dressed and retrieved my gear from my knapsack in the corner. I strapped my web belt with the machete around my waist, grabbed a piece of fruit and walked out to the plaza where the patrol waited patiently. We walked out of the valley at a brisk pace and were soon in the jungle. I sent Paulo and the twenty warriors to the poachers' camp, reminding them to be careful. I had little reason to worry; these were seasoned warriors who could steal through the jungle without leaving a trace or strike down any threat with arrow or spear. Harry's party and I headed in the other direction.We found the ant hill. It was hard to miss, being more than four feet high and roughly eight in diameter. The ants had done their work—the poachers' bodies had been completely consumed, leaving only the bare bones of the skeletons. I shook one of the skulls; it was still firmly attached to the neck and body by the cartilage. I severed the bond with the machete and moved to the next one. Brave warriors all, they cringed at carrying the skulls. It was only the stern orders from their Queen that made them comply. We walked to the border of the tribe's property. I dug the old spears into the ground almost two feet so they wouldn't fall in the wind or rain. I jammed a skull on each spear. They would serve as a warning to any who came this way—the only way into the valley.We turned and followed the other group. We caught up with them in the poachers' camp. They had gathered all the steel—fenders and doors from their Land Rover, pieces of the cages, pots, pans, and assorted knives and other cutlery. We bagged up the small pieces and carried the large ones on our shoulders as we made our way back to the valley. On to the forges we walked carrying what seemed to be a ton of steel. We could make many daggers and sharp spear heads from this load and there was even more still in the broken camp. That would have to wait for another trip.It was now afternoon and I had to rest before tomorrow's trip to the city. I would go in my “missionary” role to purchase some of the necessities we needed to survive. I often took Hosi with me, having promised to never again spend a night apart, however we had an infant, Davy, who required his mother's milk. Yes, Hosi had placed him with the Amazonian equivalent of a wet nurse on occasion, but this had proved to be less than satisfactory. On both occasions Davy had been extremely hungry the following day—he hadn't had anywhere near enough to eat. He needed Hosi's plump milk-filled breasts.I decided to go alone. All the men were involved with one project or another, Sean with melting and forging the recovered steel into bars that could be used to manufacture daggers, knives, and swords; Kevin, with Gene and Harry, expanding the gardens and installing fences to keep the livestock out; Dennis, of course, with the hospital; and Paulo—well, Paulo had dates to inseminate three of the women. It was easier to go alone. I retrieved my chain and wooden cross from the shelf and headed down river.I docked the boat and made arrangements for a room at the hotel before beginning my shopping excursion. I had a lengthy list to fill, including some tasty treats for the many children in the tribe. I had just returned from my second trip back to the boat when I was approached by a man. He looked to be maybe late twenties, tall and lanky, dressed in the most ragged t-shirt and shorts I'd seen in many years—black hair and a long wispy goatee.I was on the defensive at first, expecting a robbery attempt or worse, but he was unusually polite and respectful, “Senhor,” he began in Portuguese, “I have been told you are a missionary and that you live in the deep jungle with the savages.” I nodded and he continued, “I am Benedito. I search for my…cousin. His name is Paulo. I am ashamed to tell you…his parents sold him to some bad men. I am sure they have hurt him. I try to buy him back—his family now has money--but I cannot find him. They went into jungle months ago and they not come back. I hear that you live in jungle. You know or hear of anyone like Paulo?”I was taken aback; I didn't know what to say. How could I even be sure that this guy was Paulo's cousin? I didn't like the way he hesitated before saying “cousin” as though it was an afterthought. “I will return to the jungle tomorrow and I will check with the natives to see if we can learn anything. Are you staying here in the city?”“Si, Senhor, I have job. I wash dishes and help in restaurant. It not much but I do not need much. I worry about Paulo.”“I will return in another month and I will bring whatever news I can get. How will I find you?”“I come here every day at three o'clock. I am between shifts. No work until dinner.” I agreed to meet him in exactly four weeks. By then I'd have confirmed his story. I finished my shopping, acting the role of the innocent missionary. I checked the reflection in a window of a store I entered; Benedito was speaking animatedly to a small group of hard looking men.I finished my shopping and returned to the hotel. I showered and went out to dinner. There were restaurants in the city, but they weren't anything special. I picked one that looked clean and walked in; I was surprised to find Benedito bussing a table. I ordered and waited, enjoying a “chopp,” a draft beer in local parlance, cold with the glass sweating in the humid evening. I enjoyed many of the local beers, especially Brahma, locally brewed and pretty good. I only drank occasionally and primarily in the city. There was wine in the valley and I enjoyed it occasionally, but there was nothing like a nice cold draft—a “chopp!”I ate a decent steak and another Brahma before returning for a boring night of watching TV. I already missed my Hosi and my children. I went to bed early, falling asleep almost immediately, and woke early for the return up river. I docked the boat and had the goods lifted up to the village. Then I had an errand. I could hear the grunting as I approached Paulo's house. He was taking his reproductive duties seriously. I could see him plowing a tribeswoman's cunt with his long thick tool. His partner's legs were wrapped around his neck, his cock burying itself deep into her cunt with every thrust. She looked over toward me, “Oh, hi David…I think we'll be done soon…oohhhh, I don't want it to end…oohhh, I don't, but…Ohhhhhhhhhhhhhh…unnnggghhh! She came hard and Paulo followed only seconds later. She moved her legs down to his waist and held him inside her for another ten minutes.“Paulo, I need to speak with you. No…stay where you are. It looks like you're having so much fun and I'll bet it's a lot better IN there than OUT. Do you know someone named Benedito…late twenties…tall and thin, funny looking goatee?”“Mother of God! He is the leader of the group that bought me from my parents. I pray you did not tell him I was here!”“Not to worry…he tried to tell me he was your cousin and that your family now had money to buy you back.”“Ha! What a lie. My parents could never get that much money. They are barely surviving. Can you tell me what happened?” He extricated himself from his lover, pulling his slimy cock from her vagina. She rose and kissed him before kneeling to clean his organ and pull the last few drops of semen into her mouth.“Is this ‘duty' or ‘recreation'?” You two seem to be having an awfully good time together.”“David, I think you know Lina, one of the twins who have taken me in.” I looked closer in the dim light. Yes, it definitely was Lina...or was it Lita? I never could tell the two of them apart. Just then I heard another voice from the rear of the house, “Hi, David what brings you all the way out here? I would have thought you'd be home with Hosi by now. Did you have a good trip?”I explained all about the trip and meeting Benedito. I suggested we meet tomorrow to plan a strategy. I was afraid these men might be a threat. I kissed the twins good-bye and trotted off to my Hosi. I walked into the throne room, but it was empty. I looked in the dining hall; it too was vacant. I walked into our quarters to change out of my filthy sweat-laden clothes; Hosi was there reclining on our bed, “What took you so long? I've been waiting here ever since you were reported back.”I leaned down to kiss her and explained what had happened. She tugged at my clothing, opening my belt and dropping my shorts. “I'm filthy,” I told her. “I've been sweating all the way up the river.”“I don't care…I missed you all last night and today. I need you inside of me and I need you now.” What could I do? I certainly couldn't disobey the Queen. I'd have to make the sacrifice and give my body to her. I stripped off my shirt and fell next to her. She pulled me to her lush body, wrapping a leg over me as we embraced and fell into the most delicious kiss. Hosi's tongue entered my mouth, enfolding itself around mine as she teased me and prepared me for what was to come.I always marveled at the sensation of Hosi's body. How one with such powerful muscles could have skin that was so soft and smooth amazed me. There were few things that I enjoyed more than running my hands over her back and hips and, well…everything. She was impatient today, showing how much she did miss me last night. We made love every single day…usually multiple times. Hosi rolled me onto my back. I put my hands behind my head; it was obvious that this was going to be her show. She ran my erect phallus up and down her slit several times until she was ready. She was wet and slick; I oozed pre-cum; I entered her easily and suddenly I was enveloped in her warmth. I could feel the heat of her core and I was lost to the world. Hosi was my life—everything else had vanished…disappeared. She was my world…my universe.I began to thrust. We met each other, slowly at first, but faster with every second. In no time we were fucking like rabbits. Her sweat dripped from her nipples onto my chest. Suddenly, she leaned down and we kissed again. I could feel the tension in her lips disappear as her body prepared for her orgasm. She began to shake just a little as she neared the edge and then she was over. Her body was smothered in a massive spasm of ecstasy. Exhausted she may have been, but she continued to move with me until I felt a torrent of magma erupt from my cock into her tight cunt. I felt like a volcano, so massive was my ejacuation. I pulled her to me as we rested. I could have stayed there all night, resting with my love in my arms, but we were interrupted by my other love. Kela ran in yelling, “Daddy…daddy!” I withdrew from Hosi as I reached down to hug and kiss my beautiful daughter. She reminded me of another job I had to do. I shrugged on my shorts and a pair of sandals, grabbed my bag of sweets and walked with Kela to the plaza. I had the guard ring the bell once—the signal that I had candy for the children. Every one who could walk or crawl found their way to the plaza, some still dripping wet from the baths or the pool. I gave each five pieces of salt water taffy—peppermint, strawberry, cherry, grape, and chocolate. I made sure they knew to throw out the paper wrappers responsibly. We burned them along with other combustible garbage. To avoid detection we only burnt in the middle of the night and only under the strictest supervision.Hosi and I ate our dinner and retired to our rooms. I began to prepare for bed, but Hosi stopped me. I could see the wheels turning in her head. “What trouble are you brewing now,” I asked.“Well…I was thinking….” I knew this was going to be a disaster. I could tell just by the tone of her voice. “If we can't get the men to tell us, we could go and find out for ourselves.”“What you mean is…spy on them…absolutely not! If you thought they were upset about talking just imagine what would happen if we were caught peeking in some window. No, Hosi…not a good idea…in fact, terrible.” I stripped and climbed into bed. Reluctantly, Hosi joined me a few minutes later.There was a big group meeting with us in the dining hall the following morning. Hosi, of course, chaired the meeting, but she turned the reins over to me—I had met Benedito and I had seen the group of hard cases he was with. I was especially careful on the way back upriver even going so far as to pass the tributary and double back to make sure I wasn't followed.“I need to explain about what may be a new threat to our safety,” I began looking out over the group of men and warrior leaders. I explained my meeting with Benedito and his interest in finding Paulo and his men. I described the others he had met with once I returned to my shopping. I could see the agitation in Paulo's face so I asked him to speak.“This Benedito is the devil for sure. He is the cruelest man I have ever met.” He removed his shirt and pants turned around to emphasize his point. His lower back and butt were covered with scars from severe whippings and burns from cigars. Lina hugged him to her body in an effort to console him. He showed us his fingers. Several were bent and crooked. “He broke them just for the fun of it. Also,” he continued, “he is very stubborn. He will never give up until he finds his men…and me. I have never feared anyone as much as I fear him.”I thought for a few minutes before commenting, “OK, if he wants to find his men, why don't we help him? Here's what I'm thinking….” There were several comments and a few suggestions which made the plan stronger. We began with our preparations as soon as we broke up.We planned carefully. We didn't know how many men he would have with him so we needed plenty of warriors, outstanding with the bow, all of them. I wanted at least three for each of the enemy and I wouldn't know how many that would be until I was on my return from my next trip to the city. I worked out a code I could use on the boat's radio. The next step was to find a place where I could stop the boat on the Amazon, tie off to a tree, and trek directly to the abandoned camp and then to the border of our property where I had placed the skulls. Once we found that we were ready.The days passed quickly. Soon the day before my departure had arrived. “I hate this, David,” Hosi told me with a frown. “I worry about your safety…oh, why lie? I have done nothing but worry since you came up with this crazy plan. Why do you do these things? Think of me and our children!”“That's exactly why I'm doing it. I want to make sure you're safe and the only way is to take this guy down. I'm pretty sure I'll be OK. Your warriors will pick us up at their camp and we'll ambush them at the skulls. They'll believe me when I tell them I'm going to help. They think I'm just an innocent missionary. I'll be OK. Trust me.” Hosi shook her head and pulled me into a hug. She wouldn't kiss me; she didn't want me to see her crying, but I could feel her body shaking.My left hand reached down to her thighs and I picked her up. I carried her to the bed and laid her down gently, nibbling her ear. She hated when I nibbled her ear. It was the one place where she was ticklish. It was only seconds before she was squirming under me. I pulled back, looking her in the eyes. “I love you. You're going to be stuck with me for a long time—longer than a long time. I promise.” This time she did pull me into a long passionate kiss, her soft full lips pressing into mine. I removed my clothes and hers, too. We lay together, our arms and legs intertwined as our tongues danced a dance of love and devotion.She pushed me onto my back and slid down my pole, engulfing my cock with her hot tight tunnel. Her movements were slow—very, very slow—as though she wanted this coupling to last forever. I swear it must have taken her thirty seconds to rise and another thirty to slide back down again. She leaned forward to rub her nipples over my face. I reached up to grab one intending to suckle, but she was too quick. “Sorry,” she laughed, “but I need to save that for Davy. I have something else you can suck on though.”She rose off my cock and sidled forward until she straddled my chin, her delectable, but sloppy, pussy right over my mouth. I rose up to sample her sweet musky nectar. It was spread all over her pussy from our brief interrupted fucking, but that was more than OK with me. I loved the way she tasted and the more delicious nectar she produced the more I loved it. I started at her asshole, teasing her there with light touches of the tip of my tongue. She squirmed in a combination of anguish and ecstasy. My tongue covered her pussy as I licked all the way up to her clit. Over and over I licked until her pussy was completely clean…on the outside anyway.My tongue penetrated my woman. I cleaned her tunnel—a futile effort, she could always make more, and I knew she would, especially with my tongue in there. I tickled her clit with my nose; she jerked in response, so of course I did it again and again. Giggling, she implored me to stop. I looked up to see she was begging, “Please, David…why don't you fuck my cunt instead? I really want you in me now. ”I would have jumped up in shock had she not been sitting on my head, “Where did you learn to talk like that? It's bad enough to say ‘fuck,' but ‘cunt' is really terrible. I should wash your mouth out with soap.” Relenting a bit when Hosi looked apologetic, a tear forming in her eye, I continued, “OK, c'mon…there's no reason to cry. You made a mistake—we all do—and to show you I forgive you I will…fuck your cunt, that is.” I laughed as I lifted her body up and moved it down, bringing my cock to her sex. I dropped her slowly…gently… onto my organ. She was the mother of my children and she would be a mother again. I rose up, savoring once again the tender torture her pussy gave me—tender because of the soft smooth texture of her silky tissues, torture because every second I was in there made me want so terribly to cum and cum again.I could tell from her eyes that the fooling was over. She was getting down to business. We loved to fuck each other—had right from the very first time and we loved to make each other climax. The sensation of her sweat mingling with mine, of clutching her to my chest to rest after a vigorous workout was nothing less than fantastic. We began our rhythm, the tempo we always used when we were joined together. It created more than enough friction for both of us, but was not hurried. We weren't in a rush; this was how we showed how much we loved each other. We rocked together, Hosi squeezing me while rubbing her sensitive clit against my pubic hair.My hands gripped her hips, my fingers digging into her flesh as we moved, eyes locked on each other, mouths silent in concentration as we worked together. We usually increased our pace steadily, but tonight Hosi obviously wanted our union to last. We made love for almost an hour. She told me that her pussy tingled wildly for the last half. Finally, it began to hurt. She endured the pain to bring our coupling to a wonderful conclusion. I couldn't recall ever cumming with such force or as much intensity. Hosi finally came, her body shaking, having lost all semblance of control. She literally collapsed onto me. “You'd better come back to me. I don't know what I would do without you.” She cried again, this time until we fell asleep.I rose early, ate a hearty breakfast and walked with Hosi to the waterfall. We kissed briefly; I was afraid that a lengthy embrace would cause her to cry once again. I hugged Kela and kissed my infant son and I was gone. I had decided to take no weapon. They would be armed, of that I was sure however I was supposed to be a peaceful missionary. I had to play that role to perfection, therefore—no gun.The trip downriver was uneventful. I passed my projected landing area, carefully marked with three hatchet slashes on the side of a tree. It was just before three when I docked and tied up the boat. I climbed onto the dock carrying a worn map of the jungle. I ambled along examining several store windows en route to the square where I was to meet Benedito. I fingered my cross as I approached the fountain. It was old and filthy, covered with grime and algae and pigeon shit, but it was a popular meeting place. I could see Benedito and two comrades waiting, but not too patiently.I greeted him, “Ah…Benedito, how wonderful to see you again. I bring news of your cousin. I can't say if it is good or not, but I know where he has been with those horrible men. Come…bring your friends. Let us join together for a cup of coffee while I show you this map. It is old, but still quite accurate. The natives have located a broken down camp that may have belonged to those men. Here, let me show you.” I hoped I wasn't laying it on too thickly. I ordered four coffees and spread the map on the table. “Here is where the tribe has found the camp. We can bring my boat to the river's edge here.” I pointed to an area along the Amazon which was less than fifteen miles from the camp. “You can see it is much shorter this way. We will have to cut our way through the jungle, but it will still be much faster than going overland from here. My boat is big enough to carry all of us and the gear we will need for a short trek. I hope my tribe will meet us there, but I cannot guarantee it…they are very shy and nervous.” I babbled on as I thought a naïve theologian might. They agreed to go with me early the following morning.We met at the dock and stored all the gear. I was expecting some weapons, but this was ridiculous. I had no idea how they were going to carry all this stuff. They each had an assault rifle and two pistols and a ton of ammo. I backed off the dock and headed out. I told them I had to make a radio call at 10:00, just to let the other missionaries know that we had met and that I would be delayed. I picked up the microphone at ten sharp. It was set to channel 16, the international call channel. ‘Brother Scott…Brother Scott, this is Brother David…over.”“Brother David…this is Brother Scott. What news do you have?”“I met the man and we are headed back, but it may be many days before I am able to return to you and the tribe. Over.”“Roger…Brother Scott out.”“Brother David out.” The message had been sent. The use of the term “many days” meant that there were two in addition to Benedito. We'd have plenty of Amazons to handle them, probably many more than needed. I drove along the left bank looking for the three slashes. I told them that one of the natives had made them to guide us. That was one of the few actually true things I told them. One of the natives—Tama—had made the marks only three days ago. We found them four hours after leaving. I pulled the boat to the bank. One of them jumped out with a line that he fastened to the tree. I retied it more securely, knowing that Sean would pick it up in a couple of hours and return it to the waterfall. I'd be walking back. They'd be staying.We trekked through the jungle. It was tough going. Even I had a machete. It was needed to cut our way through the thick brush. We walked until the sun began to set. I helped make a quick meal and settled in to my sleeping bag, reminding myself to pray before sleeping. I knew I had no reason for concern. Hosi and her warriors had picked us up at the river.We woke with the sun. I remembered to pray again before we resumed our hike. We found the abandoned camp just after nine. “I am sorry to tell you that the natives have taken much of the poachers' gear. I hope we can find them so you can get your cousin back.”“What? Oh, yeah…we definitely want to get Paulo back, don't we, guys?”“Yeah…we're doing all this for our old buddy Paulo.” They chuckled as I led them out of the camp along the trail that had been marked.I stopped just before reaching the line of skulls. They were less than fifty feet ahead in the brush. I removed my hat and ran my hand through my hair. This was the signal to get ready. I could imagine Hosi and her warriors nocking their arrows in their bowstrings. I walked another twenty feet before turning and facing the men. Their rifles were slung on their shoulders, their pistols holstered. “Well, gentlemen, we're almost at the end of your journey. Your friends are just ahead…what's left of them anyway.” Hosi and twenty warriors stepped out of the jungle; arrows flew at the startled poachers killing the two, but only wounding Benedito—one arrow in each bicep. I knelt as he bled into the dry earth.“You know, Benedito, pausing before describing Paulo as your cousin was a huge mistake. It put me on guard and then when Paulo told me who you really were I knew we'd have to take care of you…and your buddies, too. These are the ‘natives' with whom I live. This gorgeous creature is not only my wife, she's also the Queen. Trust me, she'd have no compunctions about killing you and neither would any of the others.These two over here are Paulo's lovers so I think they'd look forward to killing you slowly, especially after seeing how you tortured him. Paulo told us all about you—how mean and sadistic you are, how much you enjoyed making him suffer. We all like Paulo; he's very polite and caring so we were shocked to see those marks on his butt and his crooked broken fingers. He told us you did that just for fun so we have a special fun thing to do with you.“You were looking for your friends and now you've found them.” I pointed ahead and stepped aside so he could see the mounted skulls. “Just think, you'll be able to spend eternity with them in hell, but first you're going to suffer like you've never suffered before.” Tama lifted him easily, carrying him away. His dead friends soon followed. Tama laid him on the ground, tying his wrists and ankles to the vines we had attached to pegs last week on our last visit to the jungle.“See that big mound over there, Benedito? There are maybe ten million ants in there, maybe more—who really knows? They'll find your friends soon and they'll smell your wounds. Pretty soon they'll be paying you a visit, too. These are army ants—big and mean. They'll eat anything that gets in their way—living or dead.” I stood, joined Hosi, kissed her and turned away leaving the ants to do their work.I hadn't allowed Paulo to join us in the jungle. I thought it might be too much for him emotionally. It was almost too much for me and I had no connection with the loser Benedito at all. We picked him up by the stone steps. I remembered Hosi guiding me so gently down each step when we first met that bright morning years ago. So much had happened since then—most of it really good. I knew I was a changed man and it was all because of Hosi. I wanted her to know so I stopped, pulled her to me and kissed her madly. She was surprised, but she didn't resist. Instead she kissed me back as the tribeswomen hooted and laughed.“What was that for,” she asked once we had broken the kiss.“Just for being you,” I replied making her even more confused than she had been before. She batted her eyes at me, her face showing the confusion she felt. I didn't speak. I just pulled her into another long and wonderful kiss, our tongues searching in what is now very familiar territory for yet undiscovered areas of pleasure and ecstasy. My hands went to her heavy breasts. I hefted her huge milk-laden mammaries, still firm after two pregnancies. I broke the kiss and when her eyes questioned me I responded immediately, “I want to get you back home where I can take care of you properly. I hate to admit it, but I've been terrified for weeks.”Hosi gave me a look that could kill, but said nothing. She took my hand and led me away. We walked into the village with the other members of the ambush team. She turned left away from the palace and I found myself with her at the pool. Now I was confused—didn't she want to…? She removed my clothing, stepped out of her skirt and G-string, leaving the sandals at the edge of the plaza. She took my hand again and led me into the cool water. We ducked under—it did feel great to remove the sweat and the stench of those men from my body. Hosi positioned me near one of the stone blocks, “Watch me float,” she said. I was so intent on what she said I lost track of what she was actually doing. She was floating all right, but her legs were open so we were crotch to crotch. Before I realized what had happened she had maneuvered her pussy around my hard cock. She held my hands and was using that leverage to actually fuck herself on my cock, making little wavelets in the pool.I was about to complain, but she shushed me, “Take a good look around you, David. What do you see? Tell me.” I looked right and my mouth fell open. Paulo stood near the pool wall with Lita (or was it Lina?) sitting on his cock and fucking herself slowly while her sister licked alternatively at her nipple and his. Farther down was Sean with his two. Misa looked like she was swimming, but her ass was holding her still, clamped down around his dick. She raised her head periodically, showing her ecstasy.I turned left to see Harry and Sila. Just one look told me how much in love they were. I'd have to speak to Hosi about declaring them mates. They made no attempt to disguise what they were doing. Sila had her arms around his neck as she rode his cock. I doubted that they even knew anyone was watching—they only had eyes for each other. I glanced at Hosi. She had seen them, too. She mouthed the words, “Mates, for sure!” I grinned and nodded my agreement. Harry had finally made it.I looked all around the pool. All the men and their partners were actively fucking right out here in the open where they could and would be seen by anyone who was here or passing by. Hosi wanted the sex to be an open book and she'd gotten her way. I asked her about it; she replied without hesitation, “Don't I always? I got you, didn't I?” I leaned down and, placing my hands behind her breasts, pulled her vertical, my cock remaining in its place. I brought her up in front of me, kissed her neck as we continued to fuck. I nibbled her ear lobe and whispered to her, ”I will always love you.” We kissed then and as we did the world around us disappeared into a mist. We were the only two people on earth.by senorlongo for SexStories.
This is a very important discussion regarding our backstory as Kali worshippers in the West. How is it that we are all of us in this room right now, hearing this lecture and resonating with its ideas? How did we come to worship Kali and practice Tantra, especially those of us who grew up in the West? Isn't this a profound mystery and blessing that we find ourselves here in this place at this time? How did this strange and miraculous phenomena come to be? Who brought Kālī to us? In answering this question, I'd like to trace the current upsurgence of Kali worship in the world all the way back to a moment on 31st May 1855. Since this lecture was given on Snān Yatra, the anniversary of this significant day, we say a few words about Rani Rasmani, Ramakrishna, Vivekananda and of course Mā Bhavatārini Kālī of Dakshineshwar. Lectures happen live on zoom every Monday at 7pm PST and Friday 10am PST and Friday at 6pm PST. There's Q&A right after the lectures. It is free and open to the public. All are welcome!Use this link and I will see you there:https://www.zoom.us/j/7028380815Our hatha yoga class is Monday 5pm PST with Amrita and Wednesdays at 11am PST and again at Friday 5pm PST with me via this same link also.For more videos, guided meditations and instruction and for access to our lecture library, visit me at:https://www.patreon.com/yogawithnishTo get in on the discussion and access various spiritual materials, join our Discord here: https://discord.gg/U8zKP8yMrMSupport the Show.
Clean up all the broken glass at the kindergarten, Rini, because we're watching the finale of X-Men ‘96 (the old one) in preparation for X-Men ‘97 (the new one)! Will Professor X be okay? Will Beast get all the compliments he's been fishing for?Today's Episode Sponsor: The Cowboy Mystery Mansion™THIS WEEK'S EPISODESSailor Moon (DIC) Episode 74, “Child's Play”X-Men: The Animated Series Season 5 Episode 10, “Graduation Day”Join our Discord! https://discord.gg/StaYgR7HW2Support us on Patreon: https://www.patreon.com/satamtuesdays Our Website: http://www.satamtuesdays.com/The Hosts: Andrew Eric Davison, Austin Bridges, Rory VoieAudio Production: Andrew Eric Davison
A mouse narrowly escapes a cat, and is later haunted by the ghost of the cat, who believes the mouse plays a part in the “unfinished business” of the cat's life. Genre: Fable Excerpt: Two eyes, yellow with a green glow, hovered in the darkness. A shaft of soft light from a crack in the wall fell between Rini and those eyes, those eyes that loomed. Those eyes that floated closer. A smiling snout appeared in the shaft of light, and wicked whispers, and sharp, pointed ears, and those eyes whose hungry gaze fell upon Rini. What's the Writing Prompt that inspired the story?While search through writing prompts, I saw the term “spirit animal.” I didn't want to use whatever the prompt was, but it did inspire me to think of my own prompt: What if a mouse was being haunted by the ghost of the cat who tried to kill her, but ended up dying instead? Faster FictioneerEver wonder how I've gotten all these hundreds of stories written? I have a method. You can learn more about it right here: FASTER FICTIONEER I've Got Issues For YouThe Storyfeather Gazette is a monthly round-up of my recent podcast episodes, short stories, trailers, news, recommendations, and more that I send by email. Follow the link to look through old issues and to Sign Up: STORYFEATHER GAZETTE Storyfeather-themed merchandiseT-shirts, mugs, stickers, notebooks, baby onesies, and more featuring artwork from stories and art challenges STORYFEATHER TEEPUBLIC STORE CREDITSStory: “The Cat That Haunted the Mouse” Copyright © 2020 by Nila L. Patel Narration, Episode Art, Editing, and Production: Nila L. Patel Music: “Trip-Hop Lounge Abstract Background” by Digital Emotions (Intro/Outro) Music by ANDREW SITKOV (MuzStation Game Music)* “Evil is Near” “Mystical House” “Scary Theme #3” “Scary Theme #1” “Hidden Fear” “Story at Night” “Secrets of Kingdom” “Journey into Fog” “Magic Within” *These tracks were part of a music and sound effects bundles I purchased from Humble Bundle and sourced from GameDev Market. Music by Andrew Sitkov licensed from GameDev Market Sound effects from AudioJungle and GameDevMarket Changes made to the musical tracks? Just cropping to align with my narration. Find more music by Digital_Emotions at audiojungle.netFind more music by Andrew Sitkov at gamedevmarket.netFind more stories by Nila at storyfeather.com Episode Art Description: Digital drawing. A cat seen from the left side sitting down with tail curled in front. The cat's head is facing forehead and resting on the forepaws. The cat is looking at a mouse, standing on the hind legs in front of the cat. The mouse is turned to the right, holding forepaws together, with tail stretched out to the right. A hazy glow surrounds both animals. Watermark of “Storyfeather” along top of mouse's tail.
In today's pod-meal, we dig into some questions that a friend's child has asked! She is funny and creative and makes jokes and wants to be a comedian/astronaut later in life (or maybe right now) and so her mom asked me if I'd answer some questions about comedy (and space). I do, and also my wonderful girlfriend Rini answers some as well. We all have a fun time and I hope you enjoy! Much love!
Kirk's #1 girl is here!Rini Bell aka Lulu Kuschner! We first met Lulu in An Affair to Remember but how can we forget she used to date Kirk's brother! In the end she only has eyes for Kirk. She loves pink and teaches third grade. Rini shares her best Gilmore stories as well as Bring it On!See omnystudio.com/listener for privacy information.